Istirahat kedua, tempat di mana waktu sering ditunggu-tunggu karena memang sangat lama. Istirahat kedua, mereka pasti bisa makan dan minum sepuasnya dibandingkan saat istirahat pertama. Ya, meski istirahat pertama tadi tidak sedikit yang sudah makan sih.
Ah, pokoknya sekarang Selly menggandeng tangan Laura untuk ke kantin bersama. Rumor bahwa Laura mendekati Liam pagi tadi sudah tersebar luas dan menjadi bahan pembicaraan seluruh anak-anak Hario's. Sangat ajaib bukan? Masalah dirinya pedekatean saja bisa jadi bahan gosip satu sekolah. Padahal dulu di sekolah lama Laura mau Ujang nembak Marni juga nggak akan ada yang peduli.
Ada untungnya juga dia berasal dari sekolah yang serba cuek, karena dia jadi cuek juga dijadikan bahan pembicaraan satu sekolah. Laura mah bodo amat, toh tujuannya hanya menarik perhatian Liam. Kalau sudah jadi bahan begini, harusnya Liam setidaknya sedikit terganggu dan mengajaknya berbicara bukan?
"Njir, lo ngalamun?!" Selly menyenggolnya kasar. Laura jadi keluar antrian dan lagi-lagi menjadi objek utama para siswa.
"Dia yang tadi pagi sama Liam."
"Anak baru, kasihan."
"Dia beg* sih."
"Kasihan, bentar lagi pasti Dominus berulah."
"Jangan deket-deket dia pokoknya."
Laura yang tadinya sibuk menggerutu dan menggosok lengannya pun terdiam. Tentu saja dia mendengar semua itu dengan jelas. Dominus kata mereka, apa benar keenam laki-laki itu akan berulah?
"Sini, Ra, antriannya bentar lagi!" Selly menariknya lagi agar berdiri di sebelah gadis itu. Mereka pun mulai maju dan sampai di depan siap memesan. Namun, begitu mulut Laura terbuka, tangannya lebih dulu ditarik dan diseret keluar dari antrian. Selly dan semua siswa yang ada di kantin tentu memekik terkejut. Apalagi pelaku penarikan paksa itu adalah Dharma, anak pemilik sekolahan ini.
"Hey, gue belum jadi pesen!" Dharma memilih abai, dia tetap melangkah dengan cepat membawa gadis di belakangnya tanpa perlu repot-repot kasihan.
"Anjir, lo kalau jalan pelan-pelan bisa nggak sih?!" gerutu Laura, tangannya menabok-nabok tangan Dharma yang menyeretnya.
Dharma, laki-laki itu memang anak pemilik sekolah. Wajahnya yang berkulit putih dan mata sipit jelas menunjukan laki-laki itu bukan hanya keturunan pribumi. Apalagi rambutnya yang seperti bergelombang halus dengan wana sedikit coklat.Tubuhnya tinggi, mungkin sekitar 178 cm. Bibirnya penuh dengan warna pink dan terlihat basah.
"Hey, siapa pun lo, gue minta lepas!"
Kali ini Laura benar-benar dibuat malu. Jika saja tatapan itu ada karena dirinya yang berulah, mungkin Laura akan cuek dan masa bodoh. Tapi, kali ini mereka menatapnya karena ulah laki-laki China di depannya!
"Gue–"
Dug. Dahi Laura mulus mendarat di tulang punggung Dharma.
"Lo bacot banget."
Suara dingin dan terkesan sombong keluar dari mulut laki-laki di depannya. Mata Laura terbelalak sinis begitu mengingat suara siapa.
"Gue bacot karena lo tarik gue sembarangan! Gue mau makan, anjir!"
Dharma berbalik, tidak ada senyum bahkan tatapan hangat dari wajahnya. Laki-laki itu sedikit membungkuk mencoba menyejajarkan wajahnya dengan wajah Laura.
"Buat peringatan pertama, gue nggak akan apa-apain lo. Asal ... lo berhenti deketin Liam."
Laura tersenyum sinis, gadis itu bahkan dengan angkuhnya mendongakkan kepala di hadapan Dharma. "Gue nggak bisa. Liam target gue."
"Keras kepala," cibir Darma. "Gue setidaknya udah kasih peringatan. Jadi, kalau misal tas lo tiba-tiba hilang atau baju lo tiba-tiba basah ... jangan kaget."
Setelah itu, Dharma meninggalkan dirinya. Dia berjalan menuju kelima temannya yang sudah duduk di sana, mereka tertawa dan tersenyum sinis menatap Laura yang berdiri terkena teriknya sinar matahari.
"Sana, katanya lo mau makan!" teriak salah seorang diantara mereka, kemudian menghadirkan tawa dari kelima lainnya.
*•*•*•*•*•*
"Hai!"
Laura sudah duduk manis di sebelah Liam. Senyumnya merekah menatap laki-laki putih yang sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya.
"Sesuai permintaan, gue nebeng!" ucapnya begitu pede.
Dua menit kemudian Liam menemukan benda yang dia cari. Dia menutup tasnya dan berdiri dari sana tanpa mengatakan apa-apa lagi. Laura yang melihat itu langsung menyusul dan mencoba menyejajarkan langkahnya dengan Liam.
"Mau, ya? Gue traktir mie ayam pangsit di ujung gang rumah gue, gimana?"
"Kalau nggak gue beliin boba?"
"Oh, nggak suka, ya?"
Laura pun berhenti sambil memikirkan cara agar berhasil membujuk Liam. Begitu satu ide muncul di otaknya, dia segera berlari menyusul Liam yang sudah berjalan cukup jauh darinya.
"Liam!" teriaknya. Kebetulan sekolah sudah sepi sekarang, jadi mau berteriak pun sepertinya tidak masalah bagi Laura.
"Liam Liam! Boleh ya?" tanyanya begitu dia sampai di sebelah motor Liam. Liam sendiri sudah naik ke atas motor dan sedang mengancingkan helmnya.
Karena tidak ada jawaban juga, Laura benar-benar merealisasikan ide di otaknya. Gadis itu bergeser kebagian belakang motor Vespa milik Liam, kakinya sudah bersiap melangkah untuk duduk di motor Liam. Namun, sayangnya Liam langsung tancap gas begitu saja meninggalkan Laura yang lagi-lagi harus kecewa.
Usahanya menghasilkan nol besar.
"Ngeyel ya lo?"
Tubuh Laura seketika menegang. Di depannya lagi-lagi Dharma menatap dingin. Tidak hanya Dharma, tapi juga ada Gama, Felix, Matt, Haidar, dan Frans. Mereka berdiri seolah menghalangi jalan Laura untuk pergi.
Gama Mahardika, dia ikut maju dan berdiri di sebelah Dharma. Keduanya sama-sama melipat kedua tangannya Di depan d**a.
"Kita udah halus ngomongin lo tadi siang. Apa kurang jelas?"
"Lo cuma cukup jauhin Liam, apa susah?"
Laura beringsut mundur karena Gama yang maju mulai mendekatinya. "Lo cantik tauk," katanya. "Kenapa harus sama Liam? Dia pem-bu-nuh. Lo denger rumornya belum?"
"Atau lo udah denger dan penasaran? Apa lo mau mati muda?" tanya Dharma.
Tawa Felix, Matt, Haidar, dan Frans menggema. Mereka seolah puas menatap wajah Laura yang terlihat takut.
"Kita nggak suka main cewek sebenernya, cuma ... lo ngeyel."
Gama pun berbalik setelah mengatakan itu, tersisa Dharma yang masih saja maju dan memojokkan dirinya hingga ke tembok. Bibirnya terangkat kecil menimbulkan kesan mengerikan. "Selamat, besok hari pertama lo," katanya sambil mencengkram dagu Laura.
Untuk seperkian detik mata mereka bertemu. Namun, buru-buru Dharma melepaskan dagu Laura. Dia pun berbalik menyusul teman-temannya yang lain dan meninggalkan Laura yang masih mencoba menormalkan detak jantungnya.
Dia sudah takut kalau sampai terjadi apa-apa pada dirinya sendiri. Tapi syukurlah, Laura tidak diapa-apakan untuk hari ini. Ya, hanya hari ini karena gadis itu juga sadar mulai besok harinya akan menjadi berat. But, itu tidak akan menghentikan usahanya untuk mendekati Liam. Ingat selalu tentang Laura's Mission!
*•*•*•*•*•*