bc

Bukan Bucin Biasa

book_age18+
798
FOLLOW
7.6K
READ
one-night stand
fated
friends to lovers
pregnant
drama
bxg
friendship
lies
secrets
sacrifice
like
intro-logo
Blurb

(Spin off : Istri Kontrakku Gendut)

.

.

.

Juna tau pendam rasa terlalu lama buat ia biasa dengan sakitnya jatuh cinta sendiri. Namun, ia tak pernah ingin mengungkap perasaannya pada Luna. Ia hanya ingin jadi pelindung bagi Luna. Ya,  Arjuna untuk Luna. Lalu apa Luna juga miliki rasa yang sama?

Ditinggal kedua orang tuanya di salah satu hari terpenting dalam hidupnya, adalah luka paling dalam untuk Reres. Lalu setelahnya, ia merasa tak ada yang berjalan baik salah hidupnya. Kakak laki-laki si tukang mabuk dan penjudi, lalu kekasih yang posesif. Lalu Leon hadir beranikan diri beri bahagia untuk gadis tambun itu. Bisakah Leon hadirkan cahaya dalam hidupnya Reres yang semakin redup itu?

(Arjuna Birawa)

"Katanya cinta dan sayang itu tak harus memiliki.  Seperti salam dari bintang Utara yang tak pernah sampai pada rembulan di Selatan. Meski mereka berada di langit yang sama."

(Resiani Ayu Prihatin)

"Cintaku awalnya bawa bahagia. Dan kini membelenggu, buat aku seperti tawanan. Rindu sapa langit dengan riang, pijak bumi dengan salam hangat, lalu terbang di angkasa tanpa takut ada yang akan menarik ke dalam sangkar. Setelahnya ikat aku kuat-kuat dan buat sakit bertubi-tubi."

chap-preview
Free preview
**1 itu Siji**
Sebuah kebaya hitam dengan songket Palembang berukuran XXL tergantung di lemari kayu tua dia sebuah rumah petak. Tak jauh dari seorang gadis duduk di sana. Matanya berbinar, dengan rambut hitam panjang, kulitnya putih bersih, manis dengan senyum dari bibir tipisnya. Gadis yang dua puluh tiga tahun lalu lahir dengan nama Resiani Ayu Prihatin. Lahir saat kedua orang tuanya tak memiliki apa-apa. Saat itu sang ayah Toto juga baru saja mengalami kecelakaan kerja. Sampai akhirnya, Reres kecil ditinggal saat masih bayi. Menyesaap ASI hanya sampai usianya yang ke empat puluh hari. Setelahnya, sang ibu berangkat ke Jakarta, menemani sang nenek bekerja. Itu juga demi dirinya yang dijaga sang ayah yang terpaksa memberi jubah tulang punggung pada sang istri karena kondisinya. Toto berjuang merawat Reres dan Bagus anak pertamanya yang berusia tiga tahun. Gadis itu tumbuh dengan baik, gadis cantik yang periang, meski kurang cakap dalam pelajaran, sering digoda karena tubuhnya yang montok kata para tetangga. Reres telah dewasa kini, besok ia resmi mejadi sarjana melalui empat tahun kuliah di jurusan bisnis manajemen. Melalui skripsi dengan susah payah sampai Juna sahabat kecilnya turun tangan membantu. Sang ibu berjalan masuk menatap Reres yang tengah duduk menatap kebaya pemberian Reina yang kerap ia panggil Nyonya Mami. "Bagus ya Dek?" Nina bertanya sambil duduk di samping anak perempuannya. Nina yang dulu lincah kini telah menua, saat Reina dan Yogi menikah usianya masih muda sekali. Kini ia telah menyentuh setengah abad. Namun masih terlihat cantik dan ayu. Kerutan di wajah dan tangan menunjukkan bahwa ia selalu bekerja keras. "Iya bagus Bu. Masih bagus banget, Ade suka." Reres menjawab. Ia selalu menyebut dirinya Ade. Seperti panggilan kedua orang tuanya pada dirinya. Kebaya yang besok akan dikenakan gadis itu adalah salah satu kebaya milik Reina yang tak ia kenakan lagi. Sebenarnya Reina ingin membelikan untuk Reres. Hanya saja, Reres menolak, lalu meminta pakaian milik Reina saja sebagai gantinya. Lalu Reina memberikan kebaya yang sudah lama ia kenakan. Pakaian yang dulu ia pesan khusus untuk menghadiri pernikahan Ahbi. "De, ibu pesan setelah lulus kuliah kamu lanjut saja kerja di toko brownies si manis. Sambil cari kerjaan yang lebih baik." "Kalau Ade enggak dapat kerjaan lebih gimana bisa bantu ibu?" Nina mengusap rambut anak bungsunya. "Ibu ndak minta dibantu. Lihat kamu bisa beli segala kebutuhan saja sudah seneng sekali. Jangan kasih uang Abang Bagus. Biar dia cari uang sendiri. Dia sudah besar, inget ya De?" Reres mengangguk. "Akhirnya Reres jadi sarjana ya Bu?" "Iya Alhamdulillah, ibu seneng sekali. Terima kasih, sama Nyonya Mami besok. Katanya, mau datang ke wisudaan kamu." "Iya Bu." Reres tak mungkin lupa, sejak kecil ia dibiayai oleh Reina. Bahkan ketika sekolah menengah pertama mereka sekeluarga diminta pindah ke Jakarta. Menurut Reina pendidikan di Jakarta lebih baik, ia ingin Reres dan Bagus dapat sekolah dan pendidikan yang layak. Juga supaya Nina bisa dengan mudah bertemu dengan kedua anaknya. Toto bahkan ikut bekerja di rumah Reina menjadi sopir untuk Luna atau Leon. "Terima kasih ya De, udah bikin ibu bangga sekali. Ade, penyemangat ibu yang buat ibu selalu bermimpi suatu saat akan berdiri lalu di foto bersama kamu yang memakai toga saat wisuda. Ibu ingin pulang kampung lalu bilang kalau anak ibu yang paling ayu ini, sudah jadi sarjana." "Ayah juga bangga," suara bariton Toto terdengar ia baru saja kembali setelah bekerja. Pria itu ikut duduk di samping anak bungsunya. Mengacak pucuk kepala, sementara Reres mencium tangan Toto. "Ayah mau Ade buatin teh?" Toto menggeleng. "Sudah dibuatin ibu. Ayah sudah langsung teguk habis tadi." Toto menepuk bahu Reres. Tak ada kata-kata dari pria itu hanya menatap sang anak gadis hingga air matanya menetes, Nina juga menangis. Reres ikut menangis lalu menghapus air mata kedua orang tuanya. "Jangan nangis, Reres jadi ikut sedih." "Ayah terharu." "Ibu juga." Ketiganya lalu terkekeh bersama. Ketiganya bahagia tentu saja besok hari yang ditunggu-tunggu. Harapan dan doa terpanjat untuk si bungsu si cantik yang sensitif. Si cengeng yang tumbuh jadi gadis yang begitu penyayang. *** Reina, Leon, Juna dan Luna berada diluar gedung hari ini mereka berpakaian rapi menunggu Reres yang hari ini akan resmi menjadi sarjana. "Jun, Jun sini foto," ujarnya pada Juna yang mencari sosok sahabatnya. Mendengar panggilan sang mami ia berjalan mendekat lalu berfoto bersama Luna dan Leon. Sekarang sang mami sedikit lebih narsis sering sekali meminta foto lalu dikirimkan pada sang papi. Padahal keduanya sudah berusia setengah abad lebih. Tapi, masih saja mesra. Juna melambaikan tangan melihat sosok Reres di kejauhan. Gadis itu berjalan cepat menghampiri ke empat orang itu. "Alhamdulillah anak mami yang paling cantik lulus juga." "Luna enggak cantik?" tanya Luna mempoutkan bibirnya. "Cantik juga, cuma sayang kuliahnya cuti terus." Ledek Reina buat yang lain terkekeh. Reres terlihat cemas dan Juna menyadari itu. "Kenapa Res?" "Ibu sama Ayah belum sampe ya Jun?" Juna menggeleng, "belum ada Bi Nina sama Pak Toto kan Mi?" Reina, Luna dan Leon menggeleng. Mereka sudah berada disini sekitar sepuluh menit dan sampai saat ini belum melihat sosok yang ditanyakan Reres. "Aku tadi ke salon dulu, terus jalan belakangan. Ibu sama ayah udah jalan duluan Mi." Reina mencoba menghubungi nomer Nina. Namun ponselnya mati. "Mati nomernya Res. Lupa ngecas ya Ibumu?" "Semalam Reres cas kok Nyonya Mami." Juna mencoba menghubungi Toto. Panggilan di terima. "Assalamualaikum Pak Toto." " ...." Mendengar suara dari balik telepon Juna menatap sang Mami. Reina melirik pada Juna keduanya hanya saling menatap. Reina tau ada yang tak benar. "Maaf, dengan Pak Toto?" " .... " "Iya, betul saya anaknya." " ...." "Di mana?" Juna bertanya buat Reres menatapnya dengan curiga. " ...." "Baik, kami ke sana." Juna tak segera berbicara ia masih memainkan ponselnya mengetik sesuatu. "Siapa Juna?" Reres bertanya. "Kenapa kak?" Lalu Leon dan Luna bertanya. Reina membaca ponsel, matanya membesar, lalu menutup mulutnya dengan segera menatap Juna mencoba cari pembenaran dari pesan yang ia baca Juna mengangguk pelan. Juna membungkuk, memegangi kedua bahu Reres. "Kita ke mobil yuk." Reina menggandeng Reres lalu mengajak gadis yang kini dalam keadaan bingung itu berjalan meninggalkan tempat itu. Hari ini acara wisuda gadis itu namun ada yang lebih penting. Sementara Luna dan Leon menatap ponsel Luna. Luna mencolek kemeja Juna, yang mengangguk tanpa menoleh ke belakang. Leon menatap Reres yang melangkah dalam kebingungan. *** Reres berlari di lorong rumah sakit tangisnya tumpah setelah diberitahu apa yang terjadi saat di mobil tadi. Nina dan Toto mengalami kecelakaan bertabrakan dengan truk saat motor mereka slip. Mereka tewas seketika di tempat karena terlindas. Tragis, namun itu uang terjadi hari ini. Dua insan yang tak bisa melihat anak kesayangan mereka berdiri dengan toga lalu berfoto bersama. Juna dan Leon mengejar, sementara Luna dan Reina menyusul di belakang. Ruang jenazah, menjadi tujuan Reres setelah suster memberitahu tempat di mana dua jenazah korban kecelakaan terjadi. Polisi tak bisa menghubungi siapapun karena ponsel kedua orang itu rusak ikut terlindas. Beruntung ponsel Toto masih bersuara meski layarnya rusak. Reres berdiri di depan pintu, ia ingin melangkah masuk sebelum dokter penjaga menahannya. "Maaf ya Mbak tidak bisa sembarang orang masuk." "Saya anaknya Pak," rengek Reres. "Maaf ya Mas, mbaknya tolong di tahan dulu. Kondisinya cukup mengenaskan, rasanya mbaknya enggak bisa untuk melihat sekarang." Reres menangis ia berjongkok di depan pintu. "Saya kuat lihatnya pak." Ia memohon. "Gimana kalau mas." Sang dokter menunjuk Juna. "Melihat lebih dulu." Juna mengangguk, ia lalu berjalan masuk ditemani sang dokter. Lalu Leon yang kini mencoba mengajak Reres duduk bersama Luna dan sang mami. Reres menatap, melihat sang dokter membuka kantung kuning jenazah. Ia berlari masuk, Juna terlambat ia berusaha mencegah, namun terlambat Reres melihat itu. Jenazah sang ibu ... dengan noda merah di sekujur wajah. "Ibu!!!" Reres berteriak histeris. Reres masih ingat semalam saat sang ibu ungkap mimpinya ia ingin bisa berfoto bersamanya yang mengenakan toga. Gadis itu hancur, disaat seharusnya ia bisa tertawa dan berbahagia ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
96.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook