Bab 2 Asing

1437 Words
Selin menjanjikan rumahnya bisa membuat siapapun betah. Begitu tiba di Dagokawasan yang rumah-rumahnya besar, tetapi asri dan berhawa pegununganperkataan wanita ceria itu bukan bualan. Sepertinya Sadina akan betah.  Rumah keluarga Argajaya tak kalah besar, desainnya minimalis sedikit berbeda dari rumah sekitar. Halaman rumah hijau oleh rumput tanam. Di salah satu sudut terdapat kolam kecil berisi ikan-ikan koi. Tembok benteng bertekstur batu-batuan tempat tanaman hijau merambat dialiri air yang jatuh ke kolam. Sejauh yang Sadina perhatikan dari pintu masuk perumahan, ciri khas rumah Selin adanya pohon palem dan tanaman anggrek bergelantungan. Rumah-rumah yang lain tidak ada pohon palem.  Pertama kali menginjakkan kaki di dalam rumah itu, Sadina kembali terkesima. Bagian dalam rumah tak kalah indah. Banyak ornamen kayu. Beberapa sudut menonjolkan kelembut warna pastel, sedangkan sudut lain mencerminkan karakter Deka. Biru dan abu. Kasih kental terasa dimana-mana. Di setiap sudut ada potret keluarga dan masa kecil dua anak laki-laki.  Mulai sekarang, rumah ini rumah Sadina juga. Jangan sungkan, anggap aja tante dan om orang tua kamu.  Selin tak melepaskan gandengan tangan mereka, mengajak berkeliling rumah memperkenalkan setiap ruangan.  Sementara Deka--suaminya--mengangkut koper milik Sadina dari bagasi mobil. Sadina tak terbiasa diperlakukan sebegitu perhatiannya. Ketika ibunya masih hidup, tak ada sosok pria seperti Deka di rumah mereka. Ayahnya berhenti pulang setelah Sadina naik kelas 2 SD. Lama-lama Sadina juga lupa kalau ia punya ayah.  Pemandangan di kamar ini bagus. Di sana itu hutan lindung, ada beberapa tempat wisata. Yang terbaru namanya Tebing Karaton. Nanti kalau senggang om akan ajak Sadina ke sana sepedahan, lumayan deket kok dari sini sekitar 5 kilo," jelas Om Deka berjalan menarik koper dari ambang pintu, menaruhnya di dekat lemari.  Dari jendela yang menghadap ke barat, pemandangan langsung mengarah pada bukit pohon pinus. Suasana ini sangat baru. Sadina merasa seperti sedang berkunjung ke rumah nenek di desa, sekaligus menikmati vila mewah di tengah kota.  Nanti Sadina siap-siap aja.  Siap-siap apa, Om?  Kamar sebelah suka berisik, teman-temannya Sajaka sering main soalnya. Nah, sekarang Sadina istirahat dulu deh. Nanti turun ya, kita makan siang.  Sajaka itu putra bungsu Deka dan Selin. Dia kebanggaan keluarga ini. Di ruang tengah lantai satu, ada lemari kaca yang penuh dengan piagam dan piala hasil perlombaan dimenangkan Sajaka. Ketika tamu datang, pandangan mereka akan tertuju pada kilau emas dan perak.  Sementara putra paling besar mereka bekerja di Jakarta, pulang setiap dua pekan atau satu bulan sekali. Selin menggebu-gebu menceritakan kedua putranya.  "Ini kamar Sadina. Gimana, suka?"  Selin datang, langsung bersender di bahu sang suami.  Ruangan itu sangat feminim. Wallpaper merah muda, lemari dan meja belajar berwarna putih, tempat tidur hampir dipenuhi boneka hanya menyisakan sedikit ruang. Sadina takjub dengan keindahan kamar ala tuan putri ini. Kamarnya di rumah kalah jauh.  Mendadak terbesit ingatan tentang foto keluarga ini di dinding lantai satu. Di foto itu hanya ada satu perempuan yaitu Selin. Begitu masuk kamar awalnya Sadina menduga akan tidur bersama anak perempuan Selin. Ia baru ingat keluarga Argajaya hanya punya dua anak laki-laki. Lalu kamar siapa ini?  "Kata mamamu, Nana suka warna-warna lembut. Pink, purple, biru muda .... Jadi ya Tante beli semuanya."  Senyuman lebar Selin entah mengapa tidak ingin Sadina hapus. Selin berharap mendengar jawaban bagus.  "Suka, Tante. Suka banget. Terima kasih."  "Syukurlah. Kamar ini memang disiapkan khusus untuk Sadina."  Hingga sore menjelang, langit menenggelamkan matahari di balik bukit pinus. Sadina tidak bisa melepaskan perkataan Selin.  Mereka tidak memiliki anak perempuan. Semua barang di kamar itu ditata sedemikian indah dan terlalu berlebihan bila hanya untuk seorang tamu. Kemungkinan mereka menata kamar dari jauh-jauh hari. Namun, mengapa kedatangannya sudah diperkirakan begini? Seketika Sadina merinding. Ini terlalu aneh.  Sadina masih duduk di kusen jendela ketika derit pintu kamar sebelah terdengar, disusul suara beberapa orang ricuh. Mereka pasti si berisik yang Deka bilang. Berarti Sajaka sudah pulang. Pemuda segudang prestasi itu ternyata suka mengundang banyak teman ke rumah. Tak seperti dalam bayangan Sadina tentang sosok jenius yang hanya berteman dengan buku.  Sahut-sahutan di kamar sebelah semakin lama semakin seru. Petikan gitar, suara tembakan gim permainan berbaur dengan u*****n-u*****n. Keramaian dan tawa berisik ini sering Sadina dengar jika jam kosong di sekolah. Terlalu asik menguping, Sadina sampai tersentak oleh suara ketukan pintu.  Agak lama ia biarkan, pikirnya kalau itu Selin atau Deka pasti akan memanggilnya, tetapi ini tidak. Ketika ia membuka pintu. Wujud nyata pemuda dalam foto keluarga Argajaya menjulang di hadapannya.  Sajaka.  ***  Sajaka Sagara Argajaya siswa paling banyak penggemar di sekolah.  Cowok ini sering berkeliaran di lingkungan sekolah tanpa mengancingkan kemeja. Menjadikannya sebagai outer bagi kaus polos yang melekat di tubuh. Sajaka suka ikut pertandingan sepak bola di jam istirahat. Kalau ada Sajaka dan teman-temannya, pasti lapangan heboh.  Meski penampilannya urakan, Sajaka bukan anak nakal langganan ruang BK. Sampai Sajaka naik kelas 12, masih memboyong banyak piala kemenangan dalam berbagai lomba. Guru-guru sangat menganakemaskan Sajaka. Pelanggaran peraturan tidak akan bisa menghukumnya. Sebab jasa Sajaka dalam mengharumkan sekolah terlalu besar. Pelanggarannya pun hanya sebatas kemeja dikeluarkan atau rambut kedapatan gondrong. Bukan seperti teman-temannya bolos sekolah atau ketahuan merokok di warung belakang.  Siang itu jam kosong hari terakhir ujian tengah semester. Sajaka tengah berada di klub musik ketika menerima pesan singkat dari ibunya. Mengabari bahwa Sadina telah tiba di rumah.  Akhirnya yang ia tunggu datang juga. Kalau bisa Sajaka ingin cepat-cepat.pulang, tetapi Kevin mengancam akan keluar dari band jika Sajaka melewatkan latihan lagi. Tinggal menghitung hari acara pentas seni sekolah. Band mereka Lost Island seperti biasa mengisi acaranya. Alhasil Sajaka ikut latihan meski tak maksimal, beberapa kali ia salah nada dan lirik. Pikirannya hanya tertuju pada satu orang, dan ibunya yang berhenti membalas pesan.  Niat hati ingin cepat-cepat pulang bertemu Sadina, teman satu band-nya malah ikut semua ke rumah Sajaka. Mereka langsung masuk ke kamar begitu sampai rumah. Selin yang sedang nonton acara entertainment sore dibuat terkejut.  "Sadina ada di kamar. Suruh teman-teman kamu jangan berisik. Kasihan dia butuh istirahat!" perintah Selin tegas sebelum Sajaka naik tangga menyusul mereka.  Terlambat, keramaian dalam kamarnya tak bisa dihentikan. Jika sudah main, mereka sulit diatur. Kevin dan Bagas bermain PS4. Tris membetulkan senar gitar sumbang. Berondong tembakan dan petikan gitar bersatu dengan tawa.  Sajaka menghela napas panjang.  Langkahnya beralih pada kamar yang dulu dijadikan penyimpanan barang. Tiga hari lalu kedua orang tuanya pergi keluar kota menengok teman mereka. Tak berapa lama Selib mengabari asisten rumah tangga supaya membereskan kamar kosong itu. Deka pulang sebentar bersama barang-barang baru satu mobil pick up, lalu pergi lagi.  "Kemungkinan nanti kita pulang bawa Sadina, ibunya meninggal," kata Deka.  Di antara kabar duka, Sajaka tahu telah berdosa karena sempat-sempatnya bahagia. Tidak bisa dipungkiri ia sangat senang akan bertemu teman masa kecilnya lagi.  Kini hanya tinggal mengetuk pintu, mereka bisa bertemu. Tegang di ujung-ujung jemari malah tidak bisa diajak berkompromi. Ini melebihi tegang saat menunggu pengumuman pemenang olimpiade. Lebih deg-degan ketika menyatakan perasaan suka pada kakak kelas untuk pertama kalinya waktu itu.  "Jangan jadi pengecut, Sajaka ...." geramnya.  Mungkin ada tiga kali ketukan. Perlahan pintu terbuka menampilkan seorang gadis berponi, rambutnya panjang dan lurus. Tinggi cewek ini sedagu Sajaka. Tatapan lembutnya berhasil mengingatkan Sajaka pada kenangan masa kecil mereka. Dalam keterdiaman, mereka sama-sama mencoba saling mengenali. Sadina remaja tak jauh berbeda dalam bayangannya selama ini. Manis.  Terakhir mereka bertemu sebelum naik ke kelas empat. Waktu itu Sajaka pindah rumah.  "Sa ... dina, kan?" Sajaka pertama kali bersuara.  "I-iya," jawab Sadina tergagap. Tangannya tetap menggenggam gagang pintu, tak membiarkannya terbuka lebar.  "Aku Sajaka, penghuni kamar sebelah."  Jeda lagi. Perkataan Sajaka seolah mereka berada di rumah kos dan Sadina anak baru. Padahal itu hanya caranya menutupi gugup.  Sementara Sadina mengangguk kaku. Sesekali menunduk, kentara canggung.  "Kalau ada apa-apa bisa ketuk kamar sebelah. Maaf kamarku berisik. Lagi istirahat ya? Aku minta mereka pindah ke ruangan lain--"  "Nggak usah," sanggah Sadina cepat, "m-maksudnya a-aku nggak terganggu. Kalian lanjut aja."  "Oh, o-oke." Sajaka ikut salah tingkah mengusap belakang telinga.  Rupanya cerita Selin soal Sadina jadi sedikit bicara, benar. Antusias Sajaka jadi agak teredam. Tadinya Sajaka berencana mengajak teman masa kecilnya ngobrol. Mungkin sedikit menghibur atas kepergian ibunya. Melihat keengganan Sadina lewat pintu yang tidak dibuka lebar, membuat Sajaka urung. Sadina sedang waspada pada siapapun yang mencoba memasuki hidupnya.  Siulan menggoda membuat keduanya kompak menoleh. Teman-teman Sajaka tengah mengintip di ambang pintu kamar sebelah dengan wajah jahil mereka.  "Cieeeeee!"  Ah, mengganggu!  Sajaka kecewa ketika kembali menoleh, pintu kamar Sadina tertutup rapat. Gara-gara mereka Sadina menghilang. Sadina tidak keluar kamar lagi hingga paginya dia duduk di ruang makan.  Sejak itu Sadina hanya bisa ditemukan waktu makan saja. Jika biasanya Sajaka selalu melewatkan sarapan dan lebih memilih makan di kantin, keberadaan Sadina cukup memengaruhinya untuk sarapan di rumah sebelum berangkat sekolah. Deka sampai menggoda putranya yang makan sambil terus memerhatikan Sadina.  Senyuman salah tingkah Sajaka luntur begitu terserobok tatapan ibunya yang menyiratkan suatu larangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD