26. Saling Berbagi

1030 Words
Sejenak Xuan Yi merenungi perkataan Primus yang ia sebut dengan shifu. Pemuda tampan itu terduduk di atap kamarnya sembari memandangi langit gelap dengan cahaya bintang yang bersinar terang. Ia memang duduk seorang diri dengan Chang Qi yang sudah memutuskan untuk tidur tepat ketika dirinya merebahkan diri. Hanya saja Xuan Yi tidak benar-benar tertidur sehingga ia langsung terbangun ketika Chang Qi mendengkur pelan menandakan pemuda itu telah berada di alam mimpinya. Kini terduduklah Xuan Yi menatap bintang di langit dan diam-diam merindukan sang ibu yang tidak pernah ia lihat. Hanya saja dirinya masih menyayangi wanita yang telah memberikan padanya kehidupan tak terkira. Meskipun pada akhirnya ia yang ditinggalkan. Akan tetapi, malam itu tidak hanya Xuan Yi, melainkan ada seorang gadis yang bersadar pada atap kamar sembari terus menatap langit ditemani setoples kacang kering bawaan dari kediamannya di istana Timur. Keduanya serempak menghela napas pelan, lalu menatap langit bertaburan bintang yang cukup banyak membuat keadaan terang benderan. Tentu saja benda bulat berwarna putih penuh itu tidak tertinggal menghias langit malam. “Apa yang harus aku lakukan!!?” keluh Xuan Yi sedikit keras sembari mengacak rambutnya kesal, lalu merebahkan diri di atas kamarnya sembari menumpukan kedua tangan untuk nenyanggah kepala yang menatap langit begitu spesial hari ini. Namun, keluhan itu ternyata terdengar oleh Shen Jia yang kebetulan berada di tempat sama seperti Li Xian. Memang keduanya hanya terpisah oleh sekat yang berada di ruang tengah kamar kediaman. Tentu saja hal tersebut mengundang tatapan bingung sekaligus terkejut bagi Shen Jia yang mendapati seorang pemuda tengah tertidur di atap. Bahkan mata pemuda itu tampak terpejam rapat. “Xuan Yi?” panggil Shen Jia mengernyit bingung. Sejenak Xuan Yi mendengar seseorang yang memanggil namanya, tetapi terdengar sangat aneh ketika suara tersebut sangat tidak asing. Seakan ia mengenalnya dengan begitu jelas. Hal tersebut membuat pemuda itu membuka matanya, lalu dengan spontan terduduk melihat seorang gadis berpakaian tidur sangat tipis berdiri tepat di dekat Xuan Yi. “Shen Jia? Sedang apa kamu di sini?” tanya Xuan Yi mendadak bingung sekaligus penasaran. Sejenak gadis itu langsung mendudukkan diri di samping Xuan Yi, lalu menjawab, “Aku sedang tidak ingin tidur, dan kebetulan sekali bertemu denganmu di sini.” “Aku pikir kau tadi adalah hantu,” ucap Xuan Yi jujur. “Karena aku tidak yakin bahwa akan ada seorang gadis yang duduk di sini tanpa mengenakan pakaian tebal. Apalagi malam ini angin begitu kuat.” “Sudahlah, jangan menyindirku seperti itu,” sungut Shen Jia merasa tidak terima akan perkataan dari Xuan Yi benar-benar menohok tepat di jantungnya. Pemuda itu pun tersenyum tipis, lalu berkata, “Lupakan saja. Mengapa kau ada di sini? Tidak mungkin hanya sekedar keluar mencari angin malam.” “Bukankah sudah aku katakan tadi?” sinis Shen Jia mendengar perkataan Xuan Yi benar-benar merasa penasaran. “Tidak bisa. Itu jawaban tidak masuk akal,” balas Xuan Yi bersikeras bahwa gadis itu datang bukan hanya sekedar alasan biasa, melainkan ada sesuatu yang mengganggu benaknya. “Baiklah, aku akan mengatakannya padamu,” pungkas Shen Jia merasa sudah tidak bisa berdebat kembali. Kemudian, gadis itu memeluk kedua kakinya erat sembari menatap langit gelap bertaburan bintang yang bersinar terang. Bahkan bisa dikatakan melawan cahaya bulan yang jelas-jelas begitu besar malam ini. “Sebenarnya ini masalah tentang keluargaku. Karena aku datang ke Akademi Tangyi sebagai seseorang dengan latar belakang yang biasa. Ditambah kita baru saja menerima undangan kompetisi. Sepertinya tidak ada waktu untuk mengurus semua masalahku,” tutur Shen Jia jujur. Bahkan dengan juga mengenal, kecuali seperti Gu Xuan Yi yang bersikap seperti layaknya sinetron aneh dan menyebalkan. “Oh, pantas saja! Kau memang sempat menjadi pusat perhatian orang-orang di istana. Meskipun penampilanmu benar-benar ditutup sampai kepala. Bahkan bisa dikatakan seperti boneka berbentuk macan, tapi tetap saja aura kebangsawananmu tidak bisa dibohongi,” timpal Xuan Yi mengangguk beberapa kali, lalu melirik ke arah gadis yang ada di sampingnya, “Oh ya, aku juga sempat beberapa kali memergokimu tengah menatap Jenderal Gu. Apa kau benar-benar anaknya?” tanya Shen Jia masih tidak percaya bahwa pemuda di sampingnya yang sama sekali tidak mengetahui bela diri adalah anak keturunan dari jenderal paling dihormati Kekaisaran Mouyu. “Tentu saja aku adalah cucu dari Keluarga Gu!” jawab Xuan Yi cepat membuat gadis itu tertawa pelan. Namun, sedetik kemudian mereka berdua tampak membungkam bibirnya sendiri ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Sepertinya itu adalah asisten guru yang melakukan patrol malam untuk memastikan sudah tidak ada lagi murid berkeliaran tengah malam. Akan tetapi, asisten guru tersebut tidak tahu kalau masih ada dua muridnya yang tengah bersembunyi di balik sekat atap pembatas kamar mereka. Membuat keduanya tertawa pelan menyaksikan asisten guru tersebut melenggang santai sembari membawa pemukul yang terbuat dari rotan. “Jia’er, kita harus bergegas tidur!” ajak Xuan Yi berniat untuk turun ke bawah. “Tunggu dulu!” sanggah Shen Jia mengampit rok lebar miliknya, lalu menarik pergelangan tangan pemuda tersebut dan berkata, “Bantu aku turun. Kau tahu? Aku belum mempelajari kultivasi banyak. Jadi, kau harus membantuku.” “Dari mana kau tahu aku bisa melakukan kultivasi?” tanya Xuan Yi penasaran. Shen Jia mendengkus pelan, lalu menjawab, “Kau bilang sendiri tadi, bukankah kau cucu dari Keluarga Gu? Aku sangat yakin kalau kau pasti diam-diam mempelajarinya, meskipun tetap dilarang oleh ayahmu.” “Baiklah, aku akan membantumu,” ucap Xuan Yi pasrah. Kemudian, dengan senang hati Shen Jia merangkul pundak pemuda itu seiring dengan Xuan Yi mengangkat tubuhnya untuk turun ke bawah. Pendaratan mulus telah dihasilkan oleh pemuda itu sampai Shen Jia melompat turun. “Terima kasih, kau benar-benar baik dan sungguh lihai mengontrol ilmu milikmu sendiri,” puji Shen Jia tulus. “Sudah sana pergi! Sebelum ada asisten guru yang memergokimu,” titah Xuan Yi mendorong tubuh Shen Jia untuk segera masuk melalui jendela kamarnya sendiri. Sedangkan pemuda tampan itu lebih memilih melalui pintu kediaman yang berada di depan. Sebab, ia merasa kalau sebentar lagi akan ada seseorang yang datang. Tentu saja mereka berdua harus berada di tempat tidur sebelum terjadi masalah. Apalagi besok merupakan hari yang cukup berat, yaitu latihan memanah menggunakan sihir. Bisa dikatakan mereka akan menggunakan cukup banyak tenaga. Karena berlatih panahan jelas cukup jauh dibandingkan latihan fisik yang mempunyai tempat tersendiri di belakang Akademi Tangyi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD