43. Bukan Orang Lain

1070 Words
Seketika Chang Qi yang membuka matanya lebih dulu pun mendapati Guru Xuaming tengah menatap mereka berempat dari kejauhan. Mata elang yang begitu tajam memang tidak pernah lepas dari sesuatu. Meskipun diantara mereka semua tidak ada yang melihatnya. “Shifu!” celetuk Chang Qi terkejut tenang membuat pandangan mata ketiganya langsung menoleh ke arah samping. Dan benar saja, di sana terlihat seorang lelaki paruh baya tengah menatap mereka berempat dengan pandangan yang sulit diartikan sekaligus tajam. Entah kenapa membuat Xuan Yi yang melakukan hal ini pertama kali langsung merasa bersalah dan sangat bertanggung jawab atas tindakannya tadi. “Xuaming Shifu, ini salahku yang membuat mereka berada di sini,” sesal Xuan Yi langsung membungkuk hormat sekaligus berharap agar ketiganya tidak terkena masalah. Namun, sayang sekali Guru Xuaming terlihat mengangguk beberapa kali, lalu melangkah menghampiri mereka berempat yang terlihat jauh lebih kompak daripada murid lainnya. Memang hanya Xiao Pingjing yang berbeda kamar daripada lainnya. Akan tetapi, tidak melunturkan solidaritas yang sudah terjalin cukup lama. “Tidak apa-apa. Shifu datang ke sini hanya untuk mengambil buku yang tertinggal di dalam perpustakaan. Kalian semua tidak akan terkena masalah. Lagi pula meditasi yang baru saja dilakukan itu sudah cukup baik. Hanya saja harus dikembangkan lagi agar bisa lebih menenangkan jiwa bebas kalian berempat yang belum sepenuhnya keluar,” tutur Guru Xuaming tersenyum penuh bangga, lalu menepuk pundak Xuan Yi sedikit tegas. Sedangkan Shen Jia yang merasa satu-satunya gadis di sana pun menyela, “Tapi, Shifu, apa kau tidak marah padaku?” Sejenak Guru Xuaming menatap seorang gadis yang ada di hadapannya dengan begitu bangga sekaligus tenang. Ia memang sedikit kecewa mengetahui Shen Jia sama sekali tidak memiliki teman, selain Xuan Yi yang nyatanya adalah teman sekamar. “Kau bebas melakukan apa pun, Jia’er. Hanya saja kau harus mengerti batasanmu sendiri sebagai seorang murid perempuan di sini,” balas Guru Xuaming memberikan pengertian sekaligus petuah di dalam kalimatnya. Tentu saja hal tersebut membuat gadis itu langsung mengangguk bersemangat. “Tenang saja, Shifu. Aku akan mengerti batasanku sendiri sebagai seorang murid perempuan.” “Kenapa kau tidak bersama dengan Han Yuri lagi?” tanya Guru Xuaming mengernyit bingung. Sebab, beberapa hari yang lalu beliau sempat memergoki Shen Jia bersama Han Yuri sedang melakukan praktik spiritual bersama di lapangan panahan. Membuat Guru Xuaming merasa bingung sekaligus tidak mengerti dengan pertemanan yang sedang mereka jalani. “Aku sedikit tidak nyaman, Shifu. Mungkin karena sejak dulu aku sudah bersama Xiao Pingjing sehingga rasanya agak aneh jika aku terus-menerus bersama dengan dia,” jawab Shen Jia jujur membuat Xuan Yi menatap terkejut. “Baiklah. Kalau kau memang lebih nyaman bersama Xiao Pingjing. Hanya saja ingat kembali perkataan Shifu tadi agar kalian berempat tidak terkena masalah. Apalagi kau Xuan Yi,” pungkas Guru Xuaming menyiratkan hal yang begitu mendalam membuat empat murid di sana merasa sedikit hangat telah diperhatikan dengan begitu intens. “Terima kasih atas perhatiannya, Shifu,” ucap Xuan Yi membungkuk hormat diikuti keempatnya bersamaan. “Kalau begitu, Shifu pergi dulu. Kalian lanjutkan kembali meditasi yang sempat tertunda itu. Rasakan sensasi yang luar biasa ketika bermeditasi di sini dibandingkan ketika berada di kamar,” pamit Guru Xuaming tertawa pelan, lalu melenggang pergi meninggalkan keempat murid kebanggaannya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Guru Xuaming begitu memperhatikan Xuan Yi, dan Shen Jia. Mungkin bisa dikatakan karena keduanya berasal dari keluarga cukup baik. Namun, terkadang sikapnyalah yang membuat Guru Xuaming merasa kesal sekaligus tidak percaya. Apalagi ketika beliau menjelaskan tentang sejarah zaman dulu yang sedikit dilebih-lebihkan membuat Xuan Yi tidak terima. Bahkan dari banyaknya murid, hanya pemuda itu yang berani menyuarakan pro dan kontranya terhadap sesuatu penjelasan dari sebuah lukisan yang menggambarkan betapa jahatnya Klan Iblis. Sepeninggalnya Guru Xuaming yang melenggang pergi entah ke mana, kini keempat murid itu tampak menghela napas lega. Terlihat jelas dari ekspresi Shen Jia yang benar-benar merasa baru saja lepas dari guru berwajah masam. Walaupun tidak diduga lelaki paruh baya itu akan tertawa pelan ketika berbincang santai bersama mereka. Hanya saja aura kekejamannya masih terasa jelas. Apalagi saat lelaki paruh baya itu menatap mereka secara bersamaan dengan pandangan tajamnya. “Menakutiku saja,” celetuk Xuan Yi mengusap da*danya pelan sembari terus bernapas secara teratur. Setelah beberapa saat tadi hampir saja terkena serangan jantung. “Aku tidak menyangka Xuaming Shifu melepaskan kita berempat begitu saja. Apalagi melihat Xuan Yi ada di sini, tapi tidak di pertemuan tadi. Untung saja beliau tidak mempermasalahkannya sama sekali,” sahut Shen Jia melirik ke arah Xuan Yi. Tentu saja semua yang ada di sana tampak mencemaskan Xuan Yi, dan takut terlibat masalah. Apalagi sampai berurusan dengan Guru Xuaming selaku asisten para guru yang selama ini tidak pernah berbincang secara pribadi seperti tadi. “Syukurlah Xuan Yi tidak terlibat apa pun. Aku juga sempat mencemaskan dia,” ucap Xiao Pingjing tersenyum penuh kenikmatan. Memang tidak ada yang menyangka, bahkan Chang Qi sendiri tampak mengangguk mengiakan perkataan Shen Jia. Entah sedang nasib baik atau Xuan Yi diberikan keberuntungan lebih oleh Dewi Fortuna. “Sudahlah. Lebih baik kita semua kembali ke kamar. Aku takut kalau Xuaming Shifu akan berubah pikiran,” pungkas Xuan Yi melenggang pergi dari sana. Sontak hal tersebut membuat mereka semua langsung mengikutinya dari belakang. Jelas tidak ada yang menginginkan terlibat masalah. Apalagi dengan Guru Xuaming. Kini keempatnya tampak melangkah menyusuri jembatan kecil yang berada di pinggiran tembok dilapisi batu besar dengan dibagian bawahnya terdapat kolam ikan. Bermacam-macam ikan ada di sana membuat Xuan Yi tersenyum senang ketika melihat makhluk hidup di air itu berinteraksi. Sesampainya di kamar kediaman, Xuan Yi, Chang Qi, dan Shen Jia pun terhenti membuat Xiao Pingjing mengangguk singkat. Mengkode bahwa dirinya akan ke kamar. Memang sedikit lebih jauh, tetapi hal tersebut tidak merenggangkan persahabatan mereka. “Jia’er, apa sehabis ini kita ada pelatihan?” tanya Xuan Yi seiring langkahnya menaiki anak tangga menuju pintu kamar kediaman. “Tidak ada. Kita semua hanya disuruh membersihkan kamar sekaligus mencuci apa pun yang kotor. Maka dari itu, aku mengajakmu kembali. Agar kita bisa berangkat bersama,” jawab Shen Jia tersenyum polos membuat Xuan Yi mendengkus pelan. Sebenarnya yang dikatakan Shen Jia memang benar. Gadis itulah yang membuat Xuan Yi memutuskan kembali lebih cepat. Akan tetapi, hal tersebut malah tidak menimbulkan pertanyaan bagi Xiao Pingjing. Sehingga Xuan Yi tidak mengatakan lebih lanjut. Sedangkan Chang Qi tersenyum samar mendengar penuturan polos dari Shen Jia. Sebab, gadis itu benar-benar menganggap Xuan Yi sebagai teman dekatnya, bukan teman kamar. Mengingat kembali betapa terbuka dan perhatiannya gadis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD