30. Tidak Menyangka

1117 Words
Hari demi hari pun berlalu, kompetisi bela diri antar pendekar pun tiba. Banyak sekali akademi yang mengikuti kompetisi tersebut dari berbagai daerah. Bisa dikatakan kompetisi ini banyak sekali yang menginginkannya, sebab Kekaisaran Mouyu tidak pernah merekrut siapa pun dengan memperhatikan latar belakang. Asal mereka berbakat dalam bela diri, tidak menutup kemungkinan akan dipekerjakan di istana. Kini para murid Akademi Tangyi tampak memenuhi tribun penonton dengan berdampingan bersama Akademi Dangyi. Hanya saja keduanya tidak dalam satu lingkup, mengingat dua akademi tersebut berbeda. Xuan Yi hari ini mengenakan pakaian hanfu berwarna merah khas Keluarga Gu membuat pemuda itu tampak mencolok dikebanyakan orang. Sedangkan Chang Qi mengenakan pakaian hanfu berwarna biru dongker. Sementara itu, Shen Jia hanya datang untuk mendukung para teman-temannya yang akan berkompetisi, termasuk Xiao Pingjing. Pemuda berpakaian putih keperakkan itu tampan duduk dengan gagah di samping Xuan Yi dan Shen Jia. Tentunya Chang Qi tetap setia berada di samping Xuan Yi. “Xuan Yi, apa kau yakin akan menjadi perwakilan Akademi Tangyi?” tanya Xiao Pingjing mendadak cemas. “Tentu saja aku yakin,” jawab Xuan Yi tertawa pelan. “Kenapa harus kompetisi terbuka? Kau bisa saja ikut dan bukan sekarang,” ujar Xiao Pingjing berusaha membujuk sahabatnya agar tidak memaksakan diri. “Jangan mencemaskanku, Pingjing. Lagi pula Ayahku pasti akan mengerti kalau menunjukkannya di saat seperti ini. Kau hanya perlu menyemangatiku saja,” balas Xuan Yi menepuk pundak pemuda itu beberapa kali, lalu mengangguk dengan pasti. Kemudian, mereka semua pun tampak menyaksikan pembukaan yang dipimpin oleh salah satu tetua besar berwajah asing. Sepertinya lelaki paruh baya itu hanyalah pemimpin kompetisi dari salah satu tetua Akademi Dangyi. “Terima kasih, semuanya. Sudah datang ke acara Kompetisi Tahunan Bela Diri,” ucap lelaki paruh baya itu dengan mengkode pada dua pemuda yang berdiri di dekat lonceng besar tengah memegang pemukul tergantung dekat benda tersebut. Sejenak suara dentuman pelan terdengar begitu dalam membuat siapa pun yang berada di sana langsung terdiam memperhatikan panggung yang akan menjadi arena bela diri berbentuk bula begitu besar. Pembukaan singkat pun terdengar dari seorang tetua dan para biksu yang hadir di sana, termasuk Yang Mulia dari Kekaisaran Mouyu. Beliau benar-benar datang hanya untuk menyaksikan pertandingan suci yang sudah terlupakan sejak lama. Memang tidak ada yang menyangka kalau para biksi akhirnya mengizinkan kembali kompetisi bela diri tersebut, setelah apa yang telah terjadi pada tahun sebelumnya. Lebih tepatnya pada tahun di mana Gu Sheng Jun selaku jenderal militer Kekaisaran Mouyu menghilang begitu saja. Sehingga banyak sekali yang mempertanyakan keberadaannya, termasuk semua ahli bela diri pada masa tersebut. Bisa dikatakan ia sangatlah berpengaruh di sana. Membuat banyak sekali tetua yang merasa kehilangan sesosok pemuda kuat nan gagah. Sejenak Kompetisi Bela Diri Tahunan itu pun disambut cukup antusias dengan banyak sekali ahli bela diri yang datang. Sebab, menang dalam kompetisi seperti ini jelas akan mendapatkan pekerjaan yang cukup mengagumkan. Seperti halnya Gu Sheng Jun yang menjadi jenderal besar setelah kepergiannya beberapa tahun. Terdengar banyak sekali sorakan antusias dari beberapa akademi yang tersebar di Dataran Qinyuan. Memang tidak hanya dari Akademi Dangyi dan Akademi Tangyi saja. Sehingga memungkinkan akademi kecil akan ikut merasa terangkat derajat mereka ketika bersaing dengan dua akademi kebanggaan Kekaisaran Mouyu. Setelah ditunggu-tunggu, kini tibalah saatnya pertandingan Akademi Tangyi melawan Akademi Dangyi. Tidak ada yang menyangka kalau Xuan Yi yang akan menjadi petarung pertama bagi Akademi Tangyi. Membuat siapa pun yang mendengar hal tersebut merasa terkejut. Bisa dikatakan Xiao Pingjing paling khawatir ketika melihat Xuan Yi mulai mengencangkan sabuk dan liontin giok milik keluarganya. Sebuah liontik giok berwarna hijau dengan aksen begitu mewah disetiap ukirannya. “Baiklah. Di masing-masing lengan kanan kalian berdua sudah ada pita berwarna biru yang menjadi target penentu kemenangan. Sehingga siapa pun yang bisa memutuskan pita tersebut lebih dulu. Maka, dialah yang akan menjadi pemenangnya,” ucap guru asing tersebut menatap Xuan Yi dan Ling Rui secara bergantian. Sejenak Xuan Yi mengangguk mantap sembari terus menatap pita yang terikat kuat di lengan kanan milik lawannya. Ia terlihat sangat optimis, tidak seperti Xiao Pingjing benar-benar gelisah. Akan tetapi, pandangan terkejut tampak menghiasi wajah Gu Sheng Jun yang sama sekali tidak menyangka bahwa anak semata wayangnya akan berdiri di arena pertandingan. Membuat lelaki dewasa itu hendak menghentikannya. Namun, sayang sekali Kakek Gu sudah menahan lebih dulu. Beliau mengkode melalui gelengan kepala agar sang anak membiarkan cucunya menunjukkan kebolehan yang ia punya selama ini. Walaupun dilarang dengan keras, Xuan Yi tetap saja berlatih bela diri secara diam-diam membuat Master Kultivasi Gu selaku kakek dari pemuda tersebut merasa kasihan. Sehingga ia pun memberikan keringanan dan mulai memberikan banyak pelajaran mengenai kultivasi. Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa Xuan Yi sudah memiliki ilmu sihir sejak ia lahir. Sehingga Kakek Gu hanya memberikan beberapa pelajaran dan selebihnya hanya Xuan Yi mengembangkan sendiri. Sejenak keduanya saling memegang senjata satu sama lain, Xuan Yi memegang boomerang di tangannya, lalu Ling Rui memegang sebuah cambuk begitu besar dengan ilmu yang terlihat tinggi. Suara cambukkan yang begitu keras membuat arena pertandingan tampak sangat sengit. Akan tetapi, Xuan Yi terlihat sama sekali tidak merasa gentar. Ia malah tersenyum miring, lalu mulai memberikan serangan diselingi ilmu kultivasi miliknya yang lumayan tinggi. Pertandingan sengit dengan Xuan Yi yang tidak hanya sekali mengalami pukulan itu pun tampak mengundang banyak tatapan khawatir, termasuk dari ayahnya sendiri. Gu Shen Jun mengepalkan tangannya kuat menatap Xuan Yi benar-benar keras kepala mirip sekali dengan istrinya, Dewi Renisia. Selang beberapa menit bertarung satu sama lain dengan keduanya mulai merasa lelah. Memang Ling Rui sudah mendapat banyak pukulan telak dari Xuan Yi. Hanya saja keduanya belum juga mendapatkan pita yang berada di lengan. Entah Xuan Yi sengaja membiarkan pemuda tersebut menang, atau memang dirinya sedang mengulur waktu untuk memberikan banyak pelajaran pada banyak orang yang telah meremehkan dirinya. Akhirnya, yang ditunggu-tunggu pun terjadi. Ling R            ui benar-benar merasa kalah dan tidak memikirkan harga dirinya lagi. Pemuda tersebut mengangkat tangannya membuat penonton di sana langsung terjadi. Bahkan Gu Sheng Jun selaku salah satu guru di Akademi Dangyi itu pun mengernyit tidak percaya. Ia benar-benar melihat anaknya sudah melawan Ling Rui, murid paling berbakat di Akademi Dangyi. “Murid Gu, aku benar-benar sudah tidak sanggup lagi,” keluh Ling Rui dengan wajah memelas. “Tidak bisa. Ayo, kau harus melawanku lagi,” tolak Xuan Yi menggeleng keras. Sedangkan guru yang menjadi wasit bagi keduanya pun langsung mendekat, lalu menghela napas panjang. Memang pertandingan tadi sangatlah berat. Bahkan bisa ia rasakan kalau Xuan Yi benar-benar sangat berbakat dan tidak kenal lelah. Ia bisa bergerak dengan begitu lincah, meskipun mendapat banyak sekali pukulan. Seakan semua itu sama sekali tidak memberikan efek padanya. “Kalau begitu, pertandingan kali ini dimenangkan oleh Murid Gu Xuan Yi dari Akademi Tangyi!” pungkas guru asing tersebut membuat sorakan meriah terdengar dari Akademi Tangyi, terutama Xiao Pingjing langsung berteriak begitu kencang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD