Terusik

1272 Words
"Lepasin tangan loe” ucapnya angkuh. Raya yang tak terima jika dirinya dibentak justru semakin mengeratakan pegangannya ke Farrel. Kini kedua tangan Raya bahkan dikalungkan ke lengan Farrel. “Siapa loe ngurus hidup gue” balas Raya telak. “Gue gak pernah ada urusan sama loe. Jadi gue bebas dekat sama siapapun” tambah Raya lagi yang melihat kilatan amarah di wajah Theo. “cih.. dasar gadis murahan” gumam Theo sambil memalingkan wajahnya, tapi itu cukup didengar oleh Raya dan Farrel yang jaraknya tidak terlalu jauh. mendengar penghinaan Theo Raya langsung ingin memukul laki-laki itu sampai babak belur, namun tangannya dihentikan oleh Farrel. “jangan kotorin tangan loe, cuma buat ngurus cowok lambe macam dia” seringai Farrel. Mata hazelnya menatap lekat Theo yang sudah sepenuhnya dikuasai amarah. dengan kasar Theo mengambil bola yang masih ada ditangan Farrel. “ayok kita tanding, gak usah banyak bacot” gerutunya emosi. Pertandingan Farrel dan Theopun berlangsung dengan sengitnya, meskipun Farrel terbilang anggota baru namun keahliannya menggiring bola cukup membuat seorang Theo yang kapten basket kewalahan. dalam hati Raya terus saja berdoa untuk kemenangan Farrel. Ia memang baru mengenal Farrel hari ini, tapi ia sungguh tak rela jika si narsis Theo yang menang. Pertandingan berakhir dengan Theo mengunguli tipis jaraknya dengan Farrel si anak baru, semua anggota lain menatap tak percaya dengan kehebatan Farrel, meski ia kalah kali ini namun tak menampik rasa kagum yang mereka miliki ke Farrel, bahkan seorang anggota lain berani berbisik dibelakang Theo “Dia akan jadi kapten yang hebat, seharusnya Theo banyak belajar darinya. bukan hanya mengandalkan emosi saja” bisiknya kesalah satu teman sejawatnya. Theo yang mendengar semakin geram dibuat Farrel, ia berjanji akan mengingat setiap penghinaan yang ia dapat akibat ulah Farrel. sementara Farrel sendiri tak memperlihatkan wajah marah ataupun sedih menerima kekalahannya kali ini. Ia masih nampak datar seolah tak pernah terjadi apa-apa didirinya. “kamu hebat, kamu sudah berusaha. hanya tinggal latihan lebih jauh lagi” ucap Raya memberi semangat. sebenarnya ia tak tahu juga apa semangat dibutuhkan oleh Farrel yang terlihat datar dan biasa saja. "Kamu gak sedih?" tanya Raya memastikan, ia menatap lekat wajah Farrel yang kini terlihat fokus kedepan. “jika saat ini aku menang, maka ia akan kehilangan mukanya disemua anggota. dan itu tak baik untuk seorang kapten, seorang kapten harus mempunyai mental percaya diri yang kuat” sahut Farrel tanpa menatap Raya. seakan tahu jika Raya ingin bertanya mengapa seolah Farrel mengalah. meski tidak terlalu pintar basket tapi Raya tahu dasar-dasar permainan basket. ‘sebenarnya orang seperti apa Farrel dia terlihat sangat santai, tapi juga tak bisa ditebak” bathin Raya dalam hati. “Ikut gue” pinta Theo melihat Raya saja terus menepel pada Farrel “iihk.. lepasin” teriak Raya saat tangannya ditarik Theo. “Gue lebih baik disini, daripada ikut loe.” bentak Raya dengan mata yang melotot sempurna. “jadi loe lebih milih pecundang macam dia” sinis Theo melirik ke arah Farrel sementara Farrel nampak tenang saja dirinya dihina. “loe yang pecundang, gak ada laki-laki lain yang lebih pecundang dari orang yang cuma bisanya manfaatin orang lain” marah Raya tepat diwajah Theo, jarinya bahkan menunjuk ujung hidung Theo. Theo pergi setelah mendapatkan perlakuan yang tak menyengankan dari Raya, ia sudah tak berniat lagi latihan basket. Ia pergi dengan membubarkan anggota lainnya. “kenapa kamu semarah itu dengan dia” tanya Farrel dengan senyum tipis yang selalu ia perlihatkan. “karena dia pernah mempermainkan kamu ? kalau kamu marah itu berarti kamu setuju apa yang sudah ia lakukan mengusik hidupmu. Menurutku saat seseorang berusaha mengganggumu lebih baik kamu tak perlu bereaksi,agar ia tahu dirinya sama sekali tak berpengaruh untukmu” nasihat Farrel ke Raya namun seolah ia tujukan untuk suatu hal lain. “apa yang kamu bicarakan Farrel, setiap manusia berhak membalas saat diperlakukan tak baik, sama seperti aku, aku bereaksi bukan karena aku kecewa ia tidak memilihku, tapi aku tidak suka ia memanfaatkan aku” sahut Raya tidak setuju. ‘kenapa dia sih? Kayak orang frustasi ajah saja bicaranya. tapi tunggu.. diakan termasuk anak baru disekolah ini. apa dulu dia sering mendapat bullying disekolahnya sampai sikapnya aneh kayak gitu’ ucap Raya dalam hati saat perjalanan pulang kerumah. ---- “Assalamualikum, Kak” ucap Raya setiap kali baru saja pulang “Walaikumsallam Ray, kamu kemana saja ?” tanya kak Meysa yang khawatir. Ia memang sudah seperti ibu bagi Raya. “hehehe.. ada yang harus aku urus kak” jawab Raya, ia kemudian pamit membersihkan dirinya, sampai malam tiba Raya masih sibuk memikirkan Farrel. ‘anak itu terlihat berbeda dari yang lain, begitu kuat namun sekaligus juga begitu rapuh’ gumamnya sendiri tak sadar jika Kak Mesya sudah masuk kekamarnya. “adek.. daritadi kakak panggil buat makan kok malah bengong” ucap Mesya sambil membelai lembut rambut Raya. “ahk.. tadi kakak manggil aku ? hehehe.. maaf gak denger” sahut Raya dengan senyum kudanya. “bukan gak denger, tapi gak fokus! Ada apa sih dek” “aku lagi bingung kak, emang adayah orang yang dijahatin tapi sama sekali gak marah, ya walau gak bisa bales pasti ada rasa gak sukakan. iyahkan kak?" curhat Raya. "Hemm.. ada kalau orang itu 1. Udah gak peduli lagi sama penilaian orang terhadapnya, 2. Karena terlalu sering dia mendapat perlakuan gak enak, yah jadi lama kelamaan jadi terbiasa" jawab Kak Mesya sesekali terlihat mencoba berfikir kembali. "terbiasa disakiti..." gumam Raya sendiri, ia sekarang sedang mengingat Farrel, bayangan Farrel tak pernah lekat dalam ingatannya. Keesokan harinya Raya sengaja pulang telat lagi demi melihat Farrel, ini bukan tentang perasaan Raya yang tiba-tiba menjadi suka. Ia hanya merasa tak nyaman melihat tatapan Farrel. "Farrel mana?" tanya Raya ke anggota basket yang terlihat melakukan pemanasan latihan. "Farrel? Ijin deh kayaknya" balasnya masih fokus dengan peregangan otot. "Makasihyah" balas Raya kemudian cepat pergi berlalu ia tak mau ketemu Theo yang menyebalkan. 'Gue bisa ketemu Farrel dimanayah, kalau gue tanya Okta dia pasti tahu. tapi gue gak mau kalau sampai tuh anak nyangka yang enggak-enggak' pusing Raya sendiri. "Gih lo datengin kerumahnya, gue juga gak nyaman nih anggota gue berkurang satu" tiba-tiba saja Theo berdiri disamping tempat duduk Raya, Raya segera memandang Theo tak percaya, bukannya kemarin dia terlihat benci Farrel. "Loe.." ucap Raya tercekat, ia termanggu sendiri. "Kenapa, ia gue tahu. gue emang salah sama loe waktu itu. dan sebenarnya waktu itu gue juga mau minta maaf, tapi loe malah deket sama Farrel" jujur Theo. " terus..." desak Raya tak mau ambil pusing. "Gue mau minta maaf, gue mungkin udah keterlaluan sama loe waktu itu. jadi gue rasa gue perlu minta maaf" ucap Theo tanpa memandang Raya, "Mungkin ? Jadi loe ngrasa kelakuan loe itu baru mungkin menyakiti gue, udah gak usah minta maaf kalau gitu" balas Raya kesal. Ia sama sekali tak melihat ketulusan dari cara Theo bicara. "Loe kok gitu sih Ray. gue bener minta maaf. sebagai buktinya gue bakal kasih tahu alamat rumah Farrel. Loe taukan gue kapten jadi gue punya biodata team gue" "Tapi sebelum itu jawab pertanyaan gue. loe suka sama Farrel?" tanya Theo sambil mendekati wajah Raya "Bukan urusan loe" sahut Raya sambil memundurkan wajah Theo. "Cepet kasih gue alamat rumahnya, gue ada urusan yang lebih penting" "Oke. Tunggu disini" terlihat Theo yang berjalan keruang eksul mencari alamat rumah Farrel. setelah ia mendapatkannya buru-buru ia kembali dan memberikan ke Raya. " tapi gue peringatin loe, gak gampang suka sama Farrel karena dia orangya impulsif, gue ajah kadang gak ngerti apa tujuan dia masuk club basket" nasihat Theo tulus. "Yayaya... makasih peringatannya. tapi gue tegaskan sekali lagi gue gak naksir, lagipula lebih baik orang pendiam kayak Farrel daripada orang yang suka manfaatin orang lain" sindiri Raya ke Theo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD