Main Hati

1086 Words
Mengetahui kenyataan tentang Farrel anaknya yang justru dari mulut orang lain sedikit banyak membuat Friska syok, ia tak pernah tahu jika Farrel berniat bunuh diri. setelah Raya pamit, Friska langsung saja menelpon suaminya. "Kita harus bicara serius dengan Farrel," tegas Friska khawatir. "Memangnya ada apa? apa nilai ujian anak itu buruk" curiga marten dari balik telepon. "Ini lebih dari sekedar nilai ujian marten" tekan Friska kembali. Farrel, Friska dan Marten sudah duduk dimeja makan, tak ada yang saling bicara sampai Friska membuka pertanyaan ke Farrel. "Apa benar kau pernah berfikir untuk bunuh diri Farrel?" tanya Friska hati-hatinya, tangannya sudah menggengam lembut tangan Farrel. Farrel nampak tertunduk takut dengan tatapan Marten yang seakan tak percaya. "Jawab pertanyaan mamamu Farrel" tegas Marten berusaha sabar. "aku gak suka tiap kali kalian bertengkar, aku benci harus selalu jadi penyebab pertengkaran kalian, terkadang aku berfikir sebaiknya aku tak ada didunia ini" marah Farrel ia sudah berdiri dan bersiap kekamarnya, tetapi tangannya ditahan oleh Friska. Friska segera membawa Farrel kedekapannya, menangis dipunggung anaknya sesegukkan. "Maafkan mama nak, mama akui mama salah, mama hanya mementingkan ego kami sendiri, kami berfikir kamu hanya mendapat yang terbaik dari kami, tanpa kami sadari kami menggoreskan luka yang dalam dihatimu" ucap Friska begitu sedih. Martenpun segera memeluk kedua orang yang ia sayangi, ia sadar tak sekalipun ia pernah bertanya apa yang menjadi keinginan Farrel. pengasuhan keras dari ayahnya ia turunkan ke Farrel tanpa ia sadari, padahal ia sendiripun tak suka diperlakukan layaknya boneka. setelah Farrel nampak tenang, Marten segera bertanya dari mana Friska tahu semua. " kau tahu dari mana tentang semua ini" tanyanya saat didalam kamar. Friska nampak tersenyum mengingat Raya. "Ada gadis yang sangat cantik memberitahuku, aku senang Farrel ada yang memperhatikan disekolahnya" "Maksudmu gadis itu pacar Farrel?" tanya Marten antusias. Sementara Friska hanya mengedikkan bahunya tak tahu. Pagi ini mereka berjanji akan menanyakan semua hal yang diinginkan Farrel..dari mulai cita-citanya hingga tempat pilihan Farrel untuk kuliah. Farrel yang masuk sekolah merasa antusias, ia ingin langsung berterima kasih pada Raya. "Raya.. akhirnya ketemu" ucap Farrel yang hampir kehabisan nafasnya, ia berlari dari depan gerbang. Raya melihat Farrel jadi takut dibuatnya. Ia takut kalau-kalau Farrel tak suka ia ikut campur. "Tunggu Rel, gue bisa jelasin" tahan Raya ia mencoba berdiri menjauh dari Farrel, Okta yang melihatpun bingung apa yang ingin Farrel lakukan. Laki-laki itu kemudian memeluk Raya erat membuat Raya kehilangan nafasnya karena dipeluk dibagian leher. "Rel.. Rel gue kecekek ini.." teriak Raya sekuat tenaga. "Ahk.. maaf Ray" pinta Farrel. " woy.. mau pacaran jangan dikelas loh jabl*y" teriak Melissa tak terima laki-laki imut macam Farrel juga menyukai Raya. dengan sigap Raya langsung melempar kotak pensilnya kearah Melissa. "m*mpus lo" pekik Okta melihat kotak pensil mendarat dikening Melissa. "Aaawwwww" teriaknya tak terima dilempar kotak pensil oleh Raya. "Dasar cewek jal*ng" teriak melissa kembali sambil menghampiri Raya. belum sampai tangan Melissa menjambak rambut Raya, tangannya sudah dihadang terlebih dulu oleh Farrel. "Tolong jangan hina Raya, lagi pula ini bukan salahnya. Ia juga bukan seperti yang kamu tuduhkan. Aku dan Raya sama sekali tak memiliki hubungan, aku hanya perlu berterima kasih ke Raya" jelas Farrel yang tak ingin Raya dicap hina. Raya begitu terharu dengan perkataan Farrel yang begitu gentleman, ia bahkan tak peduli dengan penghinaan Melissa. Sedang Melissa, ia segera menepis tangannya kuat. Ia seakan enggan mendengar penjelasan Farrel. "Cih.. apa bagusnya sih cewek itu" sahutnya sambil memalingkan muka. "Maaf Raya, karena sikapku kamu jadi dihina" sesal Farrel yang sudah duduk dikantin bersama Raya. "Sungguh aku hanya ingin mengucapkan terima kasih berkat kamu sekarang orangtuaku mau membuka pikiran mereka, mendengarkan apa yang menjadi keinginanku" tulus Farrel sambil menatap Raya lembut. "Aku juga senang jika masalahmu sudah selesai" balas Raya semangat. "Kalau begitu ayok Farrel kita berdua harus semangat! Kamu harus menjadi pemain basket yang hebat" kembali Raya menyemangati Farrel. Ia bahkan sudah berdiri didepan Farrel seperti cheerleaders. dan Farrel hanya tersenyum menanggapi ulah Raya. 'tapi yang aku suka bukan menjadi team basket Raya, ada mimpi lain yang aku inginkan' ucap Farrel dalam hati. Sejak kecil Farrel berharap menjadi anggota Polisi, ia begitu kagum dengan para polisi yang dinilainya hebat. sementara menjadi pemain basket adalah mimpi Marten ayahnya yang diwariskan paksa ke Farrel. semenjak ia bebas mengungkapkan keinginanya Marten ayah Farrel berniat memasukkan Farrel ke sekolah khusus kepolisian. tentu saja Farrel bahagia karena cita-citaya didukung sang ayah, tapi ia juga tak bisa pungkiri kalau sekarang ia ada hati dengan seorang Raya. "Jadi gimana? Kamu jadi pindah sekolahkan?" tanya Marten yang kini jauh lebih akrab dengan Farrel. "Gak tahu pa?" Jawab Farrel lemas. "Loh kok? Kemarin kamu sendiri yang bilang mau cepet daftar jadi anggota kepolisian" heran Marten. Ia sengaja menatap Farrel yang terlihat lemas, mencari tahu alasan anak laki-lakinya itu. "Tunggu, biar papa tebak. apa masalahnya karena cewek yang tempo hari datang itu?. Jadi kamu sudah jatuh cinta padanya Farrel? hehhehe.. " ucap Marten sekuat tenaga menahan tawa, ia tak menyangka akan memergoki anaknya yang bimbang karena cinta. "Papa..." sinis Farrel tak suka diketawai. "Oke.. maaf papa berhenti tertawa. begini Farrel menurut papa. kali ini lebih baik kamu mengejar cita-citamu lebih dulu. Kamu masih terlalu muda untuk jatuh cinta, lagipula kalau memang ia jodohmu pastinya akan kembali padamu. begitu juga sebaliknya jika ia bukan jodohmu, sekuat apapun kamu berusaha memilikinya tetap ia akan pergi" nasihat Marten, ia merasa 17 tahun terlalu cepat untuk seorang laki-laki pacaran. setelahnya Marten terlihat meninggalkan Farrel didalam kamarnya. 'Papa..masa 17 tahun masih anak kecil, gak tahu ajah banyak anak SD yang udah pacaran' gumam Farrel tak terima, namun fikirannya terus mencerna tiap kata-kata Marten. Pagi ini Farrel bangun dengan keputusan yang telah ia ambil, ia akan mengikuti saran papanya untuk lebih dulu mementingkan masa depannya. bukan Farrel tak ingin mempertahankan Raya, tapi ia tahu dirinya yang sekarang masih belum bisa dianggap baik bersama Raya. Lagipula ia tak tahu pasti perasaan Raya. Jangan-jangan selama ini hanya dia yang ke ge-eran mendapat perhatian Raya. Farrel sengaja memanggil Raya, ia ingin menjelaskan semua ke Raya. "Ray.. makasih selama ini kamu selalu baik sama aku, kamu ingetkan waktu kamu bilang mau dukung apapun yang bikin aku bahagia?. dan aku udah bikin keputusaanya Ray. aku akan pindah sekolah khusus calon anggota polisi" cerita Farrel berusaha jujur. mendengarnya Raya merasa ada kehampaan disudut hatinya, tapi Raya sama sekali tak bisa menahan kepergian Farrel. "Aku dukung jika itu jalan yang terbaik buat kamu" balas Raya dengan senyum yang dipaksakan. Hari itu jadi hari terakhir Raya mengobrol santai dengan Farrel, karena setelah itu Raya seolah menjauh. Ia tahu dirinya sudah main hati ke Farrel dan ia takut merasakan patah hati lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD