Chapter 06 - Long Way Home

2117 Words
Tepat setelah jam makan siang berakhir, Jacquellin nampak membereskan sisa makan yang dibeliinya dicafe sebrang jalan. Semua wadah makanan cepat saji tampak berserakan dimeja bundarya. Sedangkan Susan tampak sibuk membereskan beberapa berkas dan kertas desain dari Jacky. "Apa kau berniat menghabiskan sisa yogurtmu Susan, jika tidak aku akan membuang kalengnya." ucap Jacky sambil melirik sekilas pada Susan yang masih sibuk dengan tumpukan buku desainnya. "Aku rasa tidak. Terimakasih miss." balas Susan tanpa mengalihkan tatapan matanya dari tulisan dilayar laptop milik Jacky. "Baiklah," ujar Jacky final sebelum berlalu kesisi ruangan kerja. Saat melewati kaca pembatas yang menghubungkan langsung dengan ruangan butik. Jacquellin mengukir senyum lebar dibibirnya. Siang itu suasana butik sangat ramai pengunjung. Dan itu menjadi satu kabar baik untuknya. Pembeli butiknya semakin hari bertambah. Baiklah Tuhan, usaha kerasnya tidak sia-sia. Dan hal tersebut membuatnya semakin semangat dalam bekerja. Diluar karena hutangnya yang menunggak begitu banyak. "Miss besok pagi anda ada jadwal pers dengan pihak SAU." ujar Susan sambil mendongakan mata menatap Jacky. Sedangkan Jacky hanya menggerutkan dahi, berusaha mengingat dengan jelas jadwal tersebut. Mungkinkah ia lupa. "Terimakasih telah mengingatkanku Susan." ucapnya dengan seulas senyum. "Apa aku perlu membuatkanmu jadwal miss?" tanya Susan sambil bangkit dari duduknya. "Tidak. Aku hanya perlu melingkari kalenderku Susan. Jangan buat dirimu lelah!" "Baiklah. Terserah anda. Aku pamit untuk kembali bekerja." tutupnya sambil menyerahkan surat kecil pada Jacky. Sedangkan Jacky menerima surat tersebut dengan wajah datarnya. Ia hanya melirik sekikas kearah Susan yang sedang tersenyum nakal, tepat setelah surat berpita merah tersebut berpindah tangan. "Susan!" panggil Jacky. "Ya!?" jawab wanita tersebut sambil membalikan badan menghadap Jacky. "Pulanglah dan mengambil cuti berapa hari. Aku rasa janinmu butuh refreshing. Aku akan mengirimkan undangan FS nya padamu." ucap Jacky dengan tatapan serius. "Maaf, undangan?" tanyanya dengan alis yang dinaikan satu, tanda jika ia tidak paham dengan maksut uapan Jacky. "Ya. Kau akan hadir sebagi undangan. Aku bisa meminta Evelyn menggantikan tugasmu. Aku khawatir pada kesehatanmu, kau sudah bekerja keras belakangan ini." Wanita yang kini sedang berdiri diambang pintu kaca tersebut hanya mengukir senyum simpul sambil mengusap perutnya pelan. "Aku memghargai keputusan anda miss." ucapnya sebelum mengangguk dan berlalu kelauar ruangan. Kini tinggalah Jacky sendirian. Diruangnnya yang sepi dan dingin. Kapan ia bisa merasakan kebahagian semacam itu. Ia menatap lama kearah tumpukan map dan berkas diatas nakas kayu dengan vas bunga matahari yang cantik. Ia tidak merasa jika semuanya berjalan lebih mudah. Semuanya telah siap dan dirinya hanya perlu menunggu hari yang dinantinya tiba. Ia berniat pergi ke store untuk membeli beberapa produk kecantikan. Mungkin nanti setelah pulang kerja. Seluruh data administrasi butiknya telah siap dan ia hanya perlu mengecek seberapa matang proses produksi telah berjalan. Ia juga harus menyelesaikan satu desain khususnya sebelum mulai masuk tahap perakitan. Dirinya menghitung, itu akan memakan waktu sekitar tiga hari. Dan ini adalah Senin. Sepertinnya akan selesai tepat pada waktunya. Jacky memutuskan untuk keluar butik dan memesankan beberapa makanan tambahan untuk beberapa karyawanya yang nanti malam akan bekerja lembur. Tanganya meraih tas tangan yang terletak disamping rak buku disudut ruang kerjannya. Ia melangkah keluar ruangan dengan senyum yang mengembang lebar. Hatinya sedang senang dan dami hari ini. Ia membals sapaan yang dilontarkan oleh beberapa karyawan yang tanpa sengaja berpapasan denganya. Bahkan ia turut memberi salam hangat pada pelanggan yang sudah dihafalnya diluar kepala. Sedangkan Susan baru saja masuk kedalam mobil untuk pulang bersama suaminya. Hatinya ikut tersentuh melihat kejadian tersebut. Membuat perasaanya menghangat. Setelah melambaikan tangan sebagai tanda balasan dari bunyi klakson yang ditujukan padanya, Jacquellin berjalan menuju mobil sedan bututnya terparkir.          Setelah berkendara selama 25 menit kearah  Barat, Jacky menghentikan mobilnya ditepi jalan sebuah restaurant sederhana. Keadaan restaurant siang itu cukup padat hingga tidak ada ruang cukup untuknya memarkirkan mobil. Itu adalah restaurant favorit Jacky. Ia sering berlangganan disana, hanya sekedar pesanan untuk beberapa karyawana atau untuk konsumsinya sehari-hari. Bukannya tidak bisa memasak, terkadang waktunya tidak memungkinkan agar ia berlama-lama didapur. Selaian karena harganya yang murah, masakan tersebut juga memiliki cita rasa yang pas dilidahnnya. Setelah mengenakan kacamata hitam yang selalu tersedia didalam dashboard mobil, Jacky melangkah keluar mobil dan mulai berdiri ditepi jalan untuk menyebrang. Lalu lalang kendaraan siang itu cukup padat memenuhi kawaan tersebut. Itu menjadikan Jacky harus ekstra sabar, kendati rambutnya yang tergerai mulai melambai-lambai terkena angin jalan. Setelah lampu jalan berubah warna menjadi merah, Jacky segera melangkahkan kakinya yang berbalut sepatu kets putih. Ia menyebrang dengan begitu tenang. Musim panas di California layaknya surga dunia. Ia tidak sadar jika diantara barisan mobil yang sedang berhenti dan menunggu beberapa pengguna jalan yang hendak menyebrang. Sepasang manik mata biru menatap kearahnya tajam. Bahkan tak sungkan untuk melepas kacamata yang dikenakanya. Memastikan jika apa yang ia lihat adalah benar adannya. Dan tepat saat ujung sepatu Jacky menyentuh sisi sebrang trotoar, suara hatinya memaksa agar ia menolehkan kepala kebelakang. Dan ternyata tidak ada apapun selain laju kendaraan yang saling menyalip membelah jalanan. Tanpa memikirkan kejadian apa yang sebenarnya ia alami, Jacky kembali meneruskan langkahnya untuk masuk kedalam restaurant. Tepat saat seorang gadis muda keluar dengan menjinjing kantung plastik berisi makanan. Tak membutuhkan waktu lama bagi ia kembali keluar dengan tangan yang tak kalah penuh menjinjing plastik berisi makanan pesananya. ⛵⛵⛵ Tak terasa hari berlalu dengan cepat hingga kini malam kembali menyapa. Orion sedang berada disalah satu club ternama California. Bukan tanpa alasan ia berada disana,ya tidak lain untuk melakukan transaksi. Duduk tenang tepat dihadapanya, Brian bersama dua jalang yang sibuk bergelayut manja diatas pangkuan sahabatnya itu. Matanya berkedut menatap seoarng pria tuan dengan perut buncitnya masuk kedalam ruang privet miliknya. Orion tahu siapa pria dihadapanya ini. Dia adalah pelanggan narkoba produksi kartelnya. Mr.Scott, pria yang membantunya mencium seorang gadis asing. Ide gila muncul dibenaknya. Tak berselang lama, Orion tampak menandatangani berkas bersampul map hitam. Akhirnya Mr.Scott pamit untuk pergi. Dan disaat itulah Brian membalik tubuhnya paksa. "Apa kau bercanda?" tanyanya dengan nada sarkatis. "Aku tidak pernah bercanda dengan apa yang kulakukan Brian." balas Orion singkat. "Mungkin kau sedang tidak enak badan. Beristirahatlah dan pikiranmu akan kembali jernih esok. Mau tahu, tidak seharusnya kau terlibat dengan urusan yang sama sekalih tidak kau ketahui Orion!" peringat Brian yang kini mematikan ujung bara api pada cerutu miliknya. "Lalu kau berfikir jika kau mengetahuinya Brian. Lucu sekali." ujarnya dengan suara kekehan yang terdengar jelas sebagi bentuk ejekan. "Dia tidak tahu apapun dan jangan libatkan dirinya dalam permaianmu dude, kau bebas memilih gadis lain." "Kenapa kau berubah jadi tukang mengatur Brian." kini Orion juga mulai berbicara dengan nada tinggi. "Jangan buat aku meyesal mengatakan perihal gadis tersebut!" lirih Brian sambil menatap tajam kearah Orion yang hanya mengalihkan tatapan mereka sebelum sibuk dengan meja kaca disudut ruangan. Setelah mengatakan hal tersebut, Brian bangkit dari duduknya disofa, tepat disamping Brian. Meraih jaket dan ponsel miliknya sebelum berlalu keluar. "Aku menghargai saranmu Brian. Trimakasih atas peringatanya. Tapi aku tahu apa yang kulakukan. Bahkan sangat mengetahuinya." "Termasuk menghancurkan kehidupan orang lain? Aku tidak tahu alasan jelasmu Orion, tapi kuharap itu sekedar bisnis barumu, sekedar untuk membantu keuangan gadis malang tersebut!" Dan tanpa menunggu balasan dari Orion, Brian segera melangkah pergi. Tapi dirinya kembali diam dan kini tubuhnya sukses dibuat menegang setelah mendengar ucapan dari bibir Orion. "She is mine!" Brian tidak paham, ada apa dengan sahabatnya itu. Apa Orion salah meminum sesuatu, hingga rasanya otak itu sangat bodoh dan baru kali ini Brian tidak memahami jalan pikir sahabatnya. Ada sesuatu. Itu sangat jelas. Tapi ia tidak tahu. Mungkinkah gadis tersebut menjadi salah satu target incaran kartel Orion. Tapi nelihat latar belakang dan kehidupan gadis tersebut, sepertinya tidak mungkin ia memiliki masa lalu engan mafia. ya itu sedikit membuat hati Brian tenang. Tapi hanya sedikit karena sisanya ia dibuat resah. Pasti ada alasan an ia harus mwncari tahu, kalaupun Orion tiak mau terus terang, ia akan mencari jalan lain. Lalu maksut ucapan terakhir Orion tadi? Tidak masalah sebenarnya, tapi merasa tidak senang jika sahabatnya mempermainkan wanita. Orion begitu yakin dan baru ini ia melihat sorot kemenangan dimata sahabatnya. Tapi mungkin saja Orion benar, ia melihat peluang besar dari kesepakatan kontrak ini. Membantu gadis tersebut dari utang akan menembah penghasilanya. Entah bagaiman caranya. Anggap saja memang itu tujuan keterlibatan Orion. Sedangkan Orion terus diam didalm ruangan yang tamaram dari penerangan tersebut. Hatinya masih diliputi keraguan yang tidak jelas dan ia sudah lelah menyikapi dirinya yang sekarang berubah menjadi labil. Ia mencerna semua kalimat yang diucapkan oleh Brian. Jika dipikir lagi,untuk apa ia terlibat dalam masalah yang ia sendiri juga tudak mengerti. Kenapa ia dengan senang hati menanggung semua hutang gadis yang tidak dikenalnya. Bahkan setelah naik berkali-kali lipat. Benarkah ia ingin membantu gadis tersebut. Atau hanya untuk melakukan balas dendam. Dan sedikit membantu melunasi hutang gadis tersebut menjadi batu loncatan dalam misinya untuk balas dendam. Ya ia masih tidak trima dengan ucapan gadis itu kala megatainya tiak menerima pendidikan soapan santun disekolah. Tapi jika memang itu alasanya. Kenapa ia memberikan syarat dalam pelipatan hutang yang harus ditanggungnya. Bahkan syaratnya terdengar sangat gila. Meminta agar pria tua yang dibenci gadis yang hendak ditolongnya untuk menyingkir dan tidak terlibat lagi alam urusan apapun, urusan yang menyangkut gadis bernama Jcquellin Parker. Sebenarnya untuk apa ia lakukan ini semua.Sepertinya kau sakit demam Orion. Dan keinginannya ini semakin menggebu ketika Brian membuka satu jalan masuk yang tak terduga. Mengatakan dengan gamblang siapa gadis yang menjadi incarannya. Jacquellin yang malang. Heehhh She is mine, benarkah. Apa kau yakin kau tidak sakit Orion. Jangan katakan kau tertarik pada gadis itu, hanya karena misteri yang disembunyikanya. Orion tahu dari manik mata hitam tersebut, tapi sayangnya ia tidak bisa memastikan kebenaranya. Hal yang membuatnya ingin tahu dan semakin ingin tahu. Terkecuali pada gadis itu. Ya hanya padanya ia tidak bisa mebaca pikiran orang lain, seperti yang biaa ia lakukan,keahlian terpendamnnya. Bahkan Orion dapat melihat dengan jelas kilatan tidak suka dan marah yang ditunjukan Brian secara langsung kepadanya. Sahabatnya memang tidak melarangnya. Tapi Orion tahu semuanya. Dan sepertinya Brian juga menyadari hal tersebut. Memangnya kenapa, toh ia juga tidak ada hubungan dengan gadis tersebut, kenapa harus mekarang Orion. Sebegitukah hebatnya pesonamu nona polos yang pipinya sering merona malu.   ⛵⛵⛵ Jacky masih setia duduk tenang didepan meja kerjanya. Matanya yang sayu terbingkai kacamata minus dengan indah. Rambutnya yang hanya diikat keatas dengan asal mulai jatuh terurai tak beraturan. Namun tetap membuatnya tampak cantik, bahkan sedikit sexy. Jarinya masih setia menggerakan pensil warna diatas sebuah kertas putih. Dipermukaannya, terdapat sebuah coretan desain yang meski masih tanpak samar cukup menjelaskan gambar apa itu. Seperti sayap burung dengan bulu-bulu yang indah. Dan tampak melekat indah pada punggung seorang perempuan. Motif detailnya belum tampak sempurna, tapi perpaduan garis dengan warna yang berbeda menjadikan sketsa tersebut tampak hidup dan nyata Sesekali ia menghela nafas dengn mengangkat kertas tersebut,sebatas panangan mata sebelum menyapukan penglihatanya kearah sisi kertas. Jam berbentuk jangka tergantung diatas sisi meja,jarumnya berputar menunjukan angka pukul tiga dini hari. Diluar kaca yang mengelilingin ruang kerjanya tersebut, Jacky dapat melihat bebeapa karyawan butiknya tidur disebuah sleepbag. Ya tepat pukul 11 tadi Jacky meminta agar mereka beristirahat dan melanjutkan kerja lembur tersebut keesokan harinya. Dirinya sangat lelah sekarang. Matanya sungguh berat dan ingin segera menutup. Tapi ada beberapa berkas yang harus diceknya. Melelahkan memang, tapi Jacky senang. Ia bangga dengan apa yang ia lakukan. Tangan putih yang terbalut sweather berwarna tosca mikiknya bergeak meraih bingkai foto disudut meja. Matanya medelik dan senyum samar terukir dibibirnya. Itu adalah foto saat ia bersama sang ibu. Diambil sekitar delapan tahun yang lalu. Saat wisuda kelulusan masa SMPnya. Mereka tersenyum bahagia sambil berpelukan. Menatap penuh keyakinan kearah kamera dengan buket bunga dalam genggaman. Jika bisa, Jacky ingin mengulang kejadian itu lagi. Saat bersama ibunya,saat yang mereka rasa hanyalah kebahagiaan, tidak ada yang lain. Ia ingin memutar waktu dan kembali saja menjadi Jacquellin yang ceria. Andai ia bisa. Andai saja. Namun mendadak lamunannya buyar ketika ekor mata miliknya menangkap sesosok bayangan pria dewasa bdengan baju serba hitamnya. Menukik kearah butik dari balik kaca depan. Mengarahkan ujung lensa kameranya dengan mata telanjang yang tampak menyelidik. Butuh waktu lama bagi Jacky menyadari kehadiran pria misterius tersebut. Menatapnya dengan penuh kecurigaan sebelum dirinya terhenyak dan sadar dengan mata bulat tampak mengerjap. Dirinya tidak takut sedikitpun. Terbiasa hidup semdirian dikota megapolitan membuatnya kebal dengan hal semacam itu. Sekali lagi netra coklatnya menatap kearah pria yang masih asik didepan kaca butiknya. Dirinyapun beranjak bangkit dan meraih tongkat bisbol didalam guci cina miliknya, terletak disudut ruang bersama tongkat golf dan beberapa alat olahraga lainya. Setelah memastikan genggaman pada yongkat kayu tersebut mantap. Jacky mulai berjalan mengendap menuju pintu dibagian belakang ruang kerjannya. Dan dalam sekejap ia telah berada diluar bangunan butiknya. Setelah menarik nafas dalam dan menghebudkannya perlahan. Jacquellin mengencangkan kacamata yang sedari tadi masih setia bersamannya. Sangking gemasnnya ia pada sipria misterius yang ternyata tidak sendirian, ia sampai lupa melepas benda kesayanganya tersebut. Dirinya mulai berderap pelan. Suasana kota California kala itu dapat dibilang cukup sepi. Hanya ada beberapa lalu lalng manusia dan kendaraan. Tak tearas ia telah mengitari setengah bangunan butiknya, hingga kini jelas sudah jika Jacky berhadapan langsung dengan tiga orang misterius tersebut. Dan sontak seketika,sebuah lampu lensa yang cukup terang menyorot tepat kearahnya.Memburamkan pandangan matanya dalam hitungan waktu yang sangat cepat sebelum seluruh perhatianya kembali tersedot habis. Mereka telah meghilang. Mereka memanipulasinya dengan kamera sebelum berhambur masuk kedalam jeep yang membawa ketiganya pergi, terparkir tepat disebrang jalan. Tanganya masih menggengam tongkat bola bisbol diudara, mengambang kosoang dan dingin. Dan tak ingin membuang waktu lama dengan berdiri diujung jalan bagai orang tak waras, Jacky memutuskan untuk kembali masuk. Nafasnya memberu. Dan ketika satu suara menghenyakanya, ia tak mampu berkutik. Hanya dadanya yang tampak naik turunlah penjelasan tentang apa yang baru dialaminya. Matanya menatap tajam dan waspada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD