Bagian 3

1805 Words
Zahra dan Raka sudah sampai di mana rumah masa depan semua orang. Kakinya begitu berat namun tetap dia paksa untuk menuju pada tempat istirahat Mama dan Papanya. Zahra memakai baju serba putih dan jilbab yang senada dengan pakaiannya. Raka juga menggunakan kemeja putih yang sangat pas di butuh atletisnya. Tak lupa kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, dengan gaya Dinginnya Raka terlihat sangat tampan dan berwibawa. Raka dan Zahra duduk di samping makam kedua orang tuanya. Zahra tersenyum walaupun dalam hatinya dia sangat ingin menangis, tapi dia ingat pesan ke dua orang tuanya di mimpi. "Assalamualaikum Ma Pa, bagaimana kabar kalian? Aku harap kalian baik-baik di sana. Apa kalian bahagia di sana? Pasti kalian bahagia kan di sana. Maaf in Zahra ya, Zahra baru bisa kesini. Kalian tau enggak kalau Zahra sangat merindukan Kalian. Zahra akan selalu mendoakan Kalian. Sering-sering datang ke mimpi Zahra, biar Zahra peluk kalian."  Setelah mengatakan itu Raka dan zahra bersama mendoakan orang tuanya. ************************************************** Seorang laki-laki, serta wanita paruh baya dan laki-laki paruh baya sedang berbincang serius. "Ada apa Umi sama Abi panggil aku kesini?" Tanya laki-laki yang umurnya sekitar 25 tahun. Kedua orang tua itu saling pandang. Orang yang dipanggil Umi itu mengangguk kepada sang suami. Seolah menyetujui sesuatu. "Gini Ad, Umi sama Abi mau menjodohkan kamu dengan anak dari sahabat kami," ujar Abinya. Orang yang dipanggil 'Ad' itu sangat terkejut. "Ad, enggak mau, Ad udah punya kekasih Umi, Abi. Ad enggak mau dijodohin," bantah laki-laki itu dengan nada tegas. "Apa yang kamu maksud kekasih itu jalang yang sering kamu tiduri? Yang selalu kamu bawa ke apartemen kamu. Dia itu enggak baik buat kamu. Kamu anggap Umi sama Abi enggak atau kelakuan kamu di luaran sana. Sering tidur dengan wanita yang bukan muhrim kamu. Apa itu yang Umi sama abi ajarkan, Hah! Umi dan Abi diam karena kami yakin kamu bisa merubah diri kamu sendiri, tapi kamu malah semakin bertingkah meniduri perempuan itu!" Bentak uminya. Orang yang dipanggil Ad itu terkejut. Dia kira Umi dan Abinya tidak tau kelakuannya. Orang yang dipanggil ad itu berdiri. "Rina itu bukan jalang Umi!" ucap Ad tak kalah keras. "Kalau enggak jalang apa? Kamu selalu kasih uang ke dia setelah kamu pakai! Apa itu bukan jalang!" "Sekali lagi Ad tekankan, bahwa Rina bukan jalang!" Umi dan abinya terkejut saat mendengar bentakan anaknya. "Kamu sudah berani membentak kami?" Tanya umi sambil memegang dadanya yang terasa sakit. "U..um.. umi san..sangat ke ke ce wa sa ma kamu lirih Uminya terbata-bata, setelah itu uminya tak sadarkan diri. "Umi, umi bangun!" Sang suami mencoba membangunkan istrinya. "Adrian cepat siap kan mobil.." Adrian yang masih syok dengan bentakannya sendiri masih diam. Dia sungguh tidak bermaksud membentak uminya. "ADRIAN CEPAT SIAPKAN MOBIL!" Mendengar bentakan Abinya, dia langsung lari menyiapkan mobil. Dia adalah Adrian Chandra Hadinata anak pertama dari Andrea Hadinata dan Amira Hadinata. Adrian adalah seorang CEO muda yang sangat digilai oleh banyak wanita. Karir yang cemerlang dan wajah rupawan, tidak heran jika dia digandrungi oleh kaum hawa. Setelah sampai di rumah sakit, Uminya langsung dibawa ke UGD. Adrian dan abinya menunggu dengan perasaan cemas. Keadaan sangat hening. Mereka larut dalam fikiran masing-masing. "Apa kamu puas membuat Umimu menjadi seperti ini?" Adrian menoleh kearah abinya. Dia bisa melihat raut kecewa dan khawatir, kecewa atas kelakuan anaknya yang melanggar larangan agama dan khawatir atas kesehatan istrinya. Adrian menunduk. Mereka pun juga baru mengetahui, kelakuan anaknya yang sebenarnya. Mendengar kenyataan itu, membawa hati seorang ayah teriris, merasa gagal mendidik anak. "Maaf, Bi," lirihnya menyesal. "Apa dengan kata maaf penyakit Umimu tidak kambuh lagi? Kamu kan tau Ad, Umi punya penyakit jantung, Abi saja tidak pernah membentak Umi. Tapi kamu? Abi sungguh tidak percaya anak dari keluarga yang katanya ahli agama ternyata berani membentak uminya, hanya untuk membela jalang yang sering kamu tiduri. Jika dia wanita baik-baik dia pasti tidak akan mau kamu ajak tidur. Apa Umi mu salah jika dia bilang wanita itu jalang?" ujar Andre kecewa. Adrian sebenarnya tidak terima atas perkataan Abinya yang menghina kekasihnya, tetapi dia tidak mau membuat abinya lebih kecewa lagi dengannya jika dia terus-menerus membela Rina. "Abi maaf kan Ad, Ad tidak bermaksud membentak Umi. Maafkan Ad." Tidak terasa, air mata menetes dari mata Adrian. Adrian bersimpuh di hadapan Abinya. Diam memegang tangan Abinya. Dia sangat menyesal telah melakukan ini. Dia sudah tak menghiraukan jika dirinya dianggap tak punya harga diri ataupun cengeng. Yang dia harapkan saat ini adalah maaf dari kedua orang tuanya. "Kamu tidak perlu minta maaf sama Abi. Minta maaflah kepada umi. Turuti keinginannya jangan kecewakan umi. Terimalah perjodohan ini. Kami hanya ingin yang terbaik untuk kamu." Adrian masih diam dengan posisinya. Mencerna kata-kata abinya tadi. Andre yang tidak mendapat jawaban dari anaknya langsung menyuruh Adrian berdiri. "Pikirkan dulu. Umi sama Abi hanya ingin yang terbaik buat kamu." Setelah mengatakan itu Andre langsung pergi dari hadapan Adrian. Meninggalkan Adrian yang gusar. ************************************************** Sudah lebih dari satu Minggu kepergian kedua orang tuanya. Kehidupan Zahra sudah normal seperti biasanya. Sekarang hari Minggu Raka dan Zahra sedang menonton tv. "Kak Raka, temani Zahra yuk." Raka menoleh menatap sang adik "Ke mana?" Tanya Raka. "Beli gamis baru, buat nanti nemenin Kak David ke pesta," jawab Zahra antusias. Zahra menatap kakaknya dengan puppy eyes yang sangat menggemaskan. "Gak usah ditampilin puppy eyesnya, walaupun kamu enggak nampilin puppy eyesnya kakak bakalan mau kok." Zahra yang mendengar jawaban kakaknya langsung memeluk kakaknya dengan sayang. "Kakak aku baik banget sih. Makin ganteng deh," gurau Zahra di pelukan sang Kakak. Raka yang melihat tingkah adiknya tersenyum senang. "Ooooh jadi kalau enggak dituruti kakak enggak ganteng gitu?" "Tetap ganteng kok. Tapi dikit." Raka mencubit kedua pipi adiknya gemas. "Bisa aja sih kamu."    "Kakak sakit tahu." Zahra melepas tangan kakaknya dan bersedekap. Cup Cup "Udah enggak sakit kan?" Raka mencium kedua pipi adiknya yang tembem. Dengan polosnya Zahra mengangguk. "Kak?' Panggil Zahra, tapi tidak ada sahutan dari kakaknya "Kak?" Panggilnya lagi. Zahra yang tidak dapat jawaban mendekat ke arah sang kakak. "KAK RAKAAA, KOK AKU DIKACANGIN SIH!" Teriak Zahra tepat ditelinga Raka. Raka terkejut bukan main. Dia mengusap telinganya yang berdengung. Sebenarnya tadi dia mendengar panggilan adiknya tetapi dia ingin mengerjain adik cantiknya ini. "Ya Allah Adek, jangan teriak gitu dong."  "Salah Kakak sendiri ngapain ngacangin aku. Aku kan enggak suka DIKACANGIN," jawab Zahra menekankan Kata DIKACANGIN.  "Iya iya, kakak minta maaf. Kamu mau tanya apa sih?" Tanya Raka. "Gak jadi!" Jawab Zahra ketus. "Sayang jangan marah dong. Kakak janji deh akan nurutin kemauan kamu, tapi kamu jangan marah." Zahra menatap kakaknya dengan mata berbinar.  Raka yg melihat wajah adiknya yang sangat menggemaskan langsung mencubit pipi adiknya gemas. Zahra menggusap pipinya yang panas karena cubitan kakaknya. "Kakak kebiasaan deh," gerutu Zahra. "Iya iya maaf, kamu mau tanya apa tadi?" Zahra yang sedang kesal langsung teringat apa yang ingin dia tanyakan kepada kakaknya. "Kakak kapan nikah?" Tanya Zahra to the point. Raka yang mendengar pertanyaan adiknya membelalakkan matanya terkejut. "Kenapa kamu tanya gitu?" Bukannya menjawab Raka balik bertanya pada adiknya. "Enggak kenapa-napa sih. Cuma heran aja kenapa kakak belum menikah padahal kan umur kakak udah 25, jangan-jangan Kakak enggak laku lagi. Atau jangan-jangan Kakak beli perempuan-perempuan yang ada diluar sana? Soalnya Kakak kan CEO, Zahra sering baca novel ceo-ceo yang enggak mau menikah tapi mereka selalu beli perempuan-perempuan yang ada di luaran sana. Untuk menuntaskan nafsunya." "Enak aja kakak enggak laku. Banyak wanita yang mengantre di luaran sana untuk menjadi pendamping Kakak, tapi belum ada yang sesuai dengan selera Kakak. Kakak tau mana yang baik dan mana yang buruk, kakak masih ingat batasan antara laki-laki dan perempuan, walaupun banyak wanita yang menawarkan dirinya untuk kakak tapi kakak tolak karena kakak masih takut dosa," jelas Raka panjang lebar. Zahra menghela nafas lega dia takut kakaknya sama seperti pemeran CEO dinovel yang sering dia baca. "Sekarang kamu siap-siap. Tadi katanya mau beli baju baru." Zahra mengangguk, langsung mencium pipi kakaknya dan pergi untuk bersiap-siap. Raka hanya tersenyum melihat tingkah adiknya yang sangat manja kepada dirinya. ************************************************** Suasana di ruangan serba putih dan bau khas obat sangat hening. "Umi ad mohon, Umi bangun." Adrian sedari tadi selalu menemani uminya yang tak kunjung bangun. Rasa bersalah menyelimuti hatinya saat melihat Umi yang sudah melahirkannya terbaring lemah karena kelakuannya. "Umi bangun, Ad mohon." Adrian menciumi tangan Uminya, Adrian merasakan tangan Uminya bergerak dan secara perlahan-lahan mata uminya terbuka sempurna. "Alhamdulillah akhirnya Umi sudah sadar." Adrian langsung lari untuk memanggil dokter. Tak lama kemudian dokter dan abinya sudah datang. Abinya tadi sedang berkonsultasi dengan dokter tentang keadaan istrinya. Saat Adrian memberitahu kalau istrinya sudah sadar dia langsung berlari menuju ruang rawat sang istri. Dokter sudah selesai memeriksa Amira, sang dokter menghampiri Adrian dan Andre yang sedang menunggu diluar. "Dok bagaimana keadaan Umi saya?" Tanya Adrian. "Alhamdulillah Bu Amira sudah sehat, dan hari ini juga beliau sudah bisa dibawa pulang. Saya sarankan jangan pernah ada yang membentak ataupun mengagetkannya, jika itu terjadi saya tidak tau apa yang akan terjadi dengan keadaan beliau." Setelah mengatakan itu dokter pamit undur diri untuk memeriksa pasien yang lain. Sekarang keluarga Hadinata sedang berkumpul di ruang keluarga. Tadi setelah dokter mengizinkan pulang, Amira langsung ingin pulang padahal Adrian sudah melarang agar Uminya dirawat terlebih dahulu.  Tapi Uminya tidak menggubris perkataan Adrian karena dia masih marah kepada anaknya ini. "Umi, Ad mohon, maafkan Ad, Ad enggak bermaksud bentak Umi." Sedari tadi Adrian tak henti-hentinya membujuk uminya agar tidak marah dengannya. "Jujur umi sangat kecewa sama kamu, kelakuan kamu sangat menjijikkan, kamu di depan Umi sama Abi terlihat seperti orang yang ahli agama, tapi saat kamu di luaran sana kamu berubah bukan Adrian yang umi kenal. Kamu sering tidur dengan wanita di luaran sana, kamu sering mabuk-mabukan,kamu sering ke club malam. Umi sangat kecewa sama kamu Ad," ujar Amira dengan nada kecewa yang kentara. Andre hanya diam memperhatikan istrinya yang sedang marah, dia tidak berani bersuara jika dia menyela ataupun berbicara dia takut istrinya akan marah kepada dirinya. "Maafin Ad Umi, Ad janji akan berubah. Tapi umi jangan marah sama Ad."   "Kalau kamu ingin Umi memaafkan kamu, turuti Keinginan Umi. Umi sama Abi sudah tua, jadi kami mohon terima perjodohan ini." Adrian nampak masih berpikir. Dia menghela nafas dan mengangguk. "Iya Ad akan menerima perjodohan ini. Tapi Ad mohon, Umi jangan marah lagi." Jujur dalam hati Adrian, dia sangat tidak ingin menerima perjodohan konyol ini.  "Alhamdulillah." Umi dan Abinya bersamaan mengucap syukur. Adrian mendekati uminya dan langsung memeluk sang Umi. "Umi memaafkanmu Sayang. Umi mau ambil sesuatu dulu." Amira berjalan menuju ke kamarnya dan mengambil satu kertas yang berisi foto gadis yang sangat cantik. "Sayang lihat ini, ini adalah calon istri kamu." Adrian merima kertas itu dan melihat isinya. "Cantik juga, tapi jangan salahin gue kalau hidup Lo enggak bahagia, karna Lo masa depan Gue rusak dan gue enggak bisa bersatu dengan pujaan hati Gue," batinnya murka. Adrian menggangguk. Umi dan abinya tersenyum melihat anaknya Yang setuju dengan perjodohan yang mereka rencanakan dengan keluarga si wanita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD