Bab 4

998 Words
Pov : SISKA Sejak jaman sekolah abu-abu, aku tahu Indra memang menyukaiku. Dari tatapan matanya, salah tingkahnya dan senyumnya saat menatapku cukup menjadi bukti bahwa dia memang menyukaiku. Ah, ya! Siapa sih yang nggak suka dengan SISKA KURNIA PUTRI? Cewek terbeken dan terpopuler di sekolah bahkan menjadi primadona pada zamannya. Banyak cowok seangkatan, kakak kelas dan adik kelas yang menyatakan cintanya padaku namun aku memang tipe pemilih. Tak mudah menerima rayuan lelaki begitu saja apalagi yang tak ada duitnya. Dibilang cewek matre? Itu sudah biasa. Aku tak terlalu ambil pusing, toh setiap cewek memang harus matre agar para lelaki tahu diri dan berjuang untuk membahagiakan perempuan. Bahagia tak sekadar kata cinta tapi dompet juga berbicara. Benar saja, saat menginjak kelas tiga SMA Indra memberanikan diri untuk mengatakan cinta. Tapi jelas kutolak mentah-mentah. Aku dan dia beda level, kawan! Dia yang sekolah di sini cuma mengandalkan beasiswa dari yayasan berani-beraninya menembakku apalagi di depan banyak orang. Tapi begitulah dia, tak pernah menyerah apalagi melambaikan tangan ke kamera. Berulang kali kutolak, berulang kali pula dia mengatakan cinta sampai aku bosan mendengarnya. Sepertinya dia terlalu berambisi untuk mendapatkan aku. Hingga akhirnya kami berpisah saat lulus sekolah dan dipertemukan lagi setelah tujuh tahun lulus SMA. Ya ... tepatnya delapan bulan yang lalu saat di depan kasir minimarket. Aku tak sadar jika dompet di dalam tasku kecopetan sedangkan belanjaan yang kubawa cukup banyak. Saat itu, mukaku sudah merah padam menahan malu apalagi saat kasir s****n itu saling bisik, menganggap aku cewek kere yang sok gaya belanja banyak, rasanya ingin kucakar saja wajah mereka. "Alasan klasik, Mbak. Bilang aja nggak punya duit pakai acara sok ketinggalan segala!" Bentak seorang kasir dengan wajah kesalnya. "Eh mbak. Jangan ngomong sembarangan dong. Dompetku emang kecopetan, Mbak. Lihat nih kosong tasnya. Masak wajah macam aku dibilang nggak punya duit!" Bentakku balik tak mau kalah. "Kalau punya duit bayar dong, Mbaakk. Mana sebanyak ini, mau ditinggal gitu aja? Nambah-nambahin kerjaan aja sih," ucap kasir yang lain. "Antrian mengular gara-gara, Mbak," ucap kasir itu lagi. "Tunggu sini dulu, aku mau nelepon mamaku," jawabku ketus. "Biar aku yang bayar, Sis," ucap seseorang dari sampingku. Dia tak mengantri namun karena suasana cukup riuh mungkin dia ikut melihat apa yang sebenarnya terjadi. "Indra? Kamu Indra, kan?" tanyaku tak percaya. Dia hanya tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya. Penampilannya amat sangat berubah, berbanding terbalik dengan masa SMA itu. Ya mungkin karena sekarang dia sudah bekerja sedangkan dulu belum. Tapi tidak, menurutku bukan sekadar sekarang dia sudah kerja saja namun memang keadaan hidupnya yang sudah berubah mewah. Aku tahu jam yang dipakainya kisaran berapa. Sepatu bahkan kaos yang dikenakannya juga merk ternama dengan harga lumayan menguras kantong. Wajahnya juga cukup terawat, bersih dan tampan. Jika dia masih kere seperti dulu, tak mungkin style dia sekeren ini. "Sis, sudah kubayar. Silakan ambil," ucapnya lagi masih begitu sopan seperti tujuh tahun yang lalu. Aku kembali mengangguk sambil melotot kecil ke arah kasir s**l*n itu. "Lain kali cek dompetnya sebelum ke kasir, Mbak," ucap kasir itu lagi. Benar-benar tak tahu diri, miskin belagu pula. Gegas kuambil belanjaan dan memasukkannya ke bagasi. Indra pun membantuku memasukkan sekantong kresek berisi camilan ke sana. "Nggak nyangka bisa ketemu di sini, ya, Ndra," ucapku dengan senyum tipis. "Iya, Sis. Kamu juga makin cantik, bahkan lebih cantik aslinya daripada di sosial media," ucapnya santai. "Sosial media?" tanyaku kaget. Kenapa Indra bisa ngomong begitu? Apa dia sering stalking di sosmedku? "Aku termasuk salah satu dari ribuan followers kamu di **," ucapnya menjelaskan membuatku benar-benar merasa di atas awan. Indra masih ngepoin kehidupanku kah? Apa dia juga masih mencintaiku hingga kini? "Ohya, kamu follow instagramku, Ndra? Nggak nyangka loh aku," jawabku lagi. "By the way thanks ya udah dibayarin dulu. Minta nomer rekeningmu dong biar aku transfer nanti kalau sampai rumah, ya. Ponselku ketinggalan di atas meja soalnya" "Transfer apa, Sis. Nggak lah cuma segitu doang," jawabnya santai, membuat kedua mataku membulat seketika. Indra memang sudah berubah, aku yakin itu. Belanjaanku kali ini kutaksir hampir satu juta dan dia mengkihlaskan begitu saja? Semudah itu? Kalau dompetnya nggak tebel, nggak mungkin dia bisa sesantai itu. "Aduh kok nggak mau sih, Ndra. Banyak loh nominalnya. Aku jadi nggak enak hati. Kalau nggak mau duit, minta barter apa nih biar aku nggak ngerasa hutang budi," ucapku lagi sengaja memancing agar dia mau meminta hal lain sebagai pengganti. Makan siang atau nonton bareng, mungkin! "Gimana kalau nonton? Ada film baru yang seru kayaknya di bioskop," ucapnya lagi dengan mengangkat-angkat kedua alisnya. Benar dugaanku, dia akan mengajakku nonton! Baguslah, memang itu yang kuinginkan. Siapa sih yang nggak demen dengan Indra yang sekarang? Selain tampan dia juga sepertinya sudah mapan. Apalagi saat aku dan dia saling tukar nomor telepon, ponselnya juga harganya puluhan juta. Bahkan mobil yang dia pakai keluaran terbaru yang harganya cukup fantastis. Kemarin-kemarin aku berambisi untuk mengejar cinta Pak Riky atasanku di kantor, namun mulai saat itu ambisiku berubah total. Aku ingin mendapatkan kembali cinta Indra yang dulu pernah kutolak berulang kali. Sejak pertemuan pertamaku dengannya  delapan bulan lalu, aku dan dia mulai berhubungan cukup intens via sosial media. Bahkan tak segan dia mentransfer sejumlah uang untukku. Dia bilang untuk biaya perawatan di salon atau sekadar jajan bakso padahal nominal yang dia kirim jauh lebih besar daripada sekadar ngebakso atau nyalon. Perempuan mana sih yang nggak suka dengan keroyalan lelaki macam dia? Kalian pun pasti suka, iya, kan? Nggak usah muna deh! Karena hidup memang butuh duit bukan sekadar cinta belaka. Hampir tiap hari Indra menelepon hingga lambat laun cinta yang dulu tak pernah ada untuknya, kini mulai muncul bahkan memenuhi hatiku. Aku mencintainya ... sangat mencintainya bahkan saat dua bulan kemudian dia bilang sudah menikah pun, aku tak bisa pergi dari jerat cintanya. Tak apa aku menjadi yang kedua asalkan fasilitas yang dia berikan selayaknya istri pertama! Lihat saja nanti, Indra pasti akan lebih memilihku daripada istri pertamanya. Istri yang dia bilang sudah tiga tahun tak memberinya keturunan seperti yang dia damba.  Jangan bilang aku SISKA KURNIA PUTRI jika sekadar mendapatkan cinta seorang Indra saja tak mampu!  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD