Rumah Sakit

2107 Words
Sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah sederhana milik Kinara. Ardan menatap rumah itu dengan seksama, terlihat rapi dan bersih, rumah minimalis yang terlihat indah, Ardan suka ini. “Ini rumah kamu?” tanya Ardan “Iya pak,” balas Kinara “Kamu?, tinggal sendiri?” tanya Ardan lagi “Iya pak, orang tua saya udah meninggal 6 tahun lalu,” jawab Kinara ramah “Ahh, maafkan saya, saya tidak tahu,” ucap Ardan merasa tidak enak “Tidak apa-apa, kalo begitu saya masuk ya pak?. Terima kasih atas tumpangannya,” pamit Kinara Ardan mengangguk mengizinkan Kinara masuk. Kinara tersenyum sekilas lalu melepas sabuk pengaman, dia kemudian keluar dari dalam mobil dan kembali menutup pintu. Ardan menatap Kinara yang berjalan masuk, setelah memastikan Kinara masuk, Ardan kembali menjalankan mobilnya untuk meninggalkan wilayah tempat tinggal Kinara. **** Pagi harinya Kinara pergi ke kantor seperti kebiasaannya, dia tidak datang terlambat kali ini. Kinara berjalan dengan anggun, banyak karyawan yang menyapanya ramah dan tentu saja Kinara membalasnya dengan ramah juga. Kinara memasuki ruangannya lalu duduk dan mulai mengerjakan pekerjaannya. Sebenarnya dia cukup heran karena Ardan belum datang ke kantor, biasanya dia akan datang pagi, tapi hari ini tidak. Sepertinya terjadi sesuatu di rumahnya. Karena tidak ingin berpikir terlalu jauh, Kinara lebih ingin fokus mengerjakan pekerjaannya. Sudah cukup lama Kinara menunggu Ardan datang, tapi yang ditunggu belum juga datang ke kantor. Sebenarnya ada masalah apa di rumah Ardan sampai-sampai dia telat datang ke kantor?. Sudah cukup!, Kinara bosan menunggu, dia menutup laptopnya dan berdiri dari duduknya. Baru saja Kinara bangkit dari duduknya, dia sudah mendengar suara keributan dari luar. Kinara yang penasaran langsung berjalan cepat untuk ke luar. “Saya tidak ingin diobati!, saya ingin masuk kedalam dan melakukan pekerjaan saya!” Ardan memberontak ketika dia dipaksa untuk pergi ke rumah sakit “Hei-hei!, saya atasan kalian lho. Apakah kalian tidak akan menuruti perintah dari atasan kalian?, hah!, kalian tidak akan menurutiku hah!” berontak Ardan “Maaf pak, kami sebagai bodyguard bapak harus melindungi bapak dari segala hal, kami harus membuat bapak aman dan tidak terluka sedikit pun. Ini sudah termasuk perjanjian kami dengan anda pak,” jelas salah satu bodyguard Ardan “Gak usah banyak omong!, intinya saya tidak ingin diobati!. Apakah kalian tidak bisa melihat jika saya baik-baik saja?” kesalnya Ketiga bodyguard yang menyeret Ardan melihat tubuh Ardan dari atas sampai bawah, apa Ardan yakin bahwa dia baik-baik saja?, mereka pikir tidak. Banyak luka ditubuh Ardan, dari keningnya mengucur darah yang kental, tangannya penuh luka, bahkan bajunya pun sudah kotor karena lumpur. Ketiga bodyguard Ardan menggeleng untuk menjawab pertanyaan Ardan. Ardan terlihat sangat kesal karena gelengan kepala bawahannya itu. “Apa kalian buta?, apa mata kalian sudah tidak berfungsi?, apa tidak ada cermin di sini?” sarkasnya “Pak, bapak harus segera diobati, jika tidak keadaan bapak akan lebih memburuk,” nasehat bodyguard Ardan Ardan menggigit bibir dalamya kesal, dia kemudian menunjuk bodyguardya itu. “Dengar!, saya baik-baik saja!. Dan satu lagi!, jangan panggil saya bapak!, saya lebih muda dari kalian!” geramya Kinara datang dengan tergesa-gesa, dia berdiri di samping Ardan dan ketiga bodyguard Ardan. Kinara menatap mereka semua. “Ada masalah apa ini?” tanyanya sedikit kesal “Begini bu, pak Ardan, eh maksud kami tuan Ardan mengalami kecelakaan di jalan, dan sekarang dia terluka tapi tidak mau diobati,” jelas salah satu bodyguard Kinara menatap Ardan dari bawah ke atas, dia menganga melihat tubuh Ardan yang memprihatinkan. Ini sudah tidak benar, dia harus membawa Ardan ke rumah sakit. “Lihatlah Kinara, mereka terus memaksa saya untuk pergi ke rumah sakit, padahal saya tidak mau,” adu Ardan “Lagi pula saya baik-baik saja, jadi untuk apa diobati?. Sudahlah, saya ingin bekerja,” Ardan kemudian berjalan untuk pergi ke ruangannya Kinara menahan Ardan dengan cara memegang tangan Ardan. Kinara menatap Ardan dengan wajah khawatir. “Bapak sehat?, bapak bilang baik-baik saja?. Lantas apa semua luka yang ada di tubuh bapak ini?” ujar Kinara “Masih bisa dikatakan baik-baik saja?” lanjutnya Hah? Ardan menatap Kinara, dia mengerutkan keningnya dengan mulut yang terbuka. Dia kira Kinara akan membelanya dan membiarkannya untuk pergi bekerja, tapi ternyata dia salah, Kinara malah menanyainya sebagaimana bodyguardnya menanyainya tadi. Apa mereka tidak bisa melihat jika Ardan baik-baik saja?, mengapa semuanya khawatir?. Apa lagi ketika dia baru memasuki kantor, bukannya mendapat sapaan ramah, tatapan yang manis dan senyum yang hangat, dia malah mendapat tatapan khawatir dan senyum yang memudar. Ardan menghempaskan tangan Kinara lalu menepuk jasnya yang kotor. Dia menatap mereka satu persatu. “Saya baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir,” Ardan berbalik membelakangi mereka dan mulai berjalan. Kinara mengode kepada bodyguard Ardan, mereka mengangguk mengerti lalu mendekati Ardan yang sedang berjalan. Duk! Ardan mematung, dia kemudian dengan perlahan jatuh dan pingsan. Kinara berjalan kearah Ardan lalu berjongkok di samping Ardan, dia menatap khawatir Ardan. “Maaf pak,” gumamnya Kinara kemudian berdiri dengan terus menatap Ardan. “Bawa pak!” perintahnya Ketiga bodyguard itu mengangguk lalu membawa Ardan untuk pergi ke rumah sakit. Kinara memimpin jalan di depan sedangkan bodyguard Ardan ada di belakangnya. Kinara megambil handphonenya untuk menelepon supir kantor. Dia terus berjalan menatap depan. “Persiapkan mobil sekarang juga,” perintahnya Kinara menutup panggilan teleponnya. Disepanjang jalan banyak karyawan yang menatap Ardan khawatir, mungkin mereka prihatin melihat kondisi Ardan yang kacau. Kinara membuka pintu mobil kantor yang sudah stay di depan, dia menyuruh bodyguard itu untuk memasukkan Ardan kedalam mobil. Setelah memasukan Ardan kedalam mobil, Kinara juga ikut masuk, dia menutup pintu lalu menurunkan kaca pintu mobil. “Saya titip kantor,” ujarnya ”Baik bu!” jawab bodyguard itu Kinara mengangguk lalu menaikan kembali kaca mobil. Mobil mulai bergerak melaju untuk membawa Ardan ke rumah sakit. **** Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Kinara membantu mengelap darah yang mengucur dari kening Ardan. Jadi ini alasan Ardan telat datang ke kantor, dia kira Ardan mempunyai masalah di rumahnya. Mobil yang ditumpangi oleh Kinara sudah sampai di area rumah sakit, Kinara turun dari mobil dan masuk ke dalam dengan tergesa-gesa. “Sus, tolong bos saya, dia ada didalam mobil,” pinta Kinara Suster itu mengangguk, kemudian dia datang dengan satu orang patnernya membawa ranjang rumah sakit. Mereka berlari kecil keluar, setelah sampai mereka langsung mengeluarkan Ardan dengan hati-hati. Mereka membaringkan Ardan di ranjang lalu membawanya masuk. Kinara juga ikut berlari kecil dan menunggu di depan ruang IGD, ada-ada saja yang terjadi. Kinara menoleh kearah pintu lalu kembali berpaling, dia menyenderkan tubuhnya di kursi dan tetap duduk menunggu. Waktu-waktu berlalu, Kinara hanya diam bermain ponsel sambil menunggu pemeriksaan selesai. Sudah cukup lama, sebenarnya apa yang terjadi didalam?. Dokter yang memeriksa Ardan keluar dari ruangan, Kinara berdiri dari duduknya dan mengahadap sang dokter. Dokter itu tersenyum ramah dengan suster di belakangnya. “Pak Ardan mengalami sedikit keretakkan pada tulang tangannya, sedangkan anggota tubuh lainnya hanya mengalami memar. Selebihnya dia baik-baik saja, tidak perlu ada yang dikhawatirkan,” jelas sang dokter Kinara mengangguk sambil bersenyum ramah, dia mengucapkan terima kasih. Dokter itu mengangguk, kedua pegawai rumah sakit itu pun pergi dari hadapan Kinara. Kinara masuk kedalam ruang IGD, dia melihat Ardan yang berbaring. Kinara akui wajah Ardan memang terlihat pucat, tapi kenapa raut wajahnya terlihat sedang marah?. Ohh, Kinara baru ingat sekarang, Ardan pasti marah karena tadi dia dibawa kemari dengan cara yang tidak sopan. Kinara berdehem pelan lalu kembali berjalan dan berdiri di samping Ardan. Dia menatap Ardan yang sedang merajuk, dia menatap miris Ardan, dia pasti dihukum oleh Ardan, Kinara yakin itu. “Pakk,” panggil Kinara Ardan memalingkan wajahnya tidak ingin melhat Kinara, dia merasa sangat kesal kepada Kinara. Bisa-bisanya dia memperlakukan bos seperti tadi. Memang ada ya bawahan yang melakukan bosnya sebagaimana Kinara memperlakukannya?, untung Ardan penyabar, jika tidak mungkin Kinara sudah dia pecat sekarang juga. Kinara menghela napasnya lalu duduk di kursi samping Ardan. Dia menatap Ardan yang memalingkan wajahnya, baiklah, sudah bisa dipastikan jika Ardan marah. “Pakk, jangan marah dong ….” Bujuk Kinara Ardan lebih memalingkan wajahnya, dia akan marah selama mungkin. Mau Kinara membujuk sampai dia mohon-mohon pun Ardan akan tetap marah hingga rasa kesalnya menghilang. “Bapak baik deh,” puji Kinara Ardan tetap saja tidak ingin menyaut, dia akan membiarkan Kinara untuk sekarang. Enak saja Kinara membujuk, dia kira rasa kesalnya bisa hilang dengan bujukan seperti itu?, ck, tentu saja tidak. Kinara menghela napasnya lalu melirik Ardan, memang susah untuk membujuk Ardan. Ini bukan pertama kalinya Ardan merajuk, ini kesekian puluh kalinya Ardan merajuk. Karena pada dasarnya Kinara sudah cukup lama bekerja di kantor Ardan. **** Jam demi jam telah berlalu dan Ardan masih saja marah kepada Kinara. Kinara sendiri sudah lelah karena terus menerus membujuk Ardan, tapi hasilnya tetap sama, Ardan tidak menyaut sedikit pun. Kinara masih senantiasa menatap punggung Ardan yang membelakanginya, dia kembali menghela napas. Entah sudah berapa kali Kinara menghela napasnya, yang pasti dia sudah lelah dengan rajukan Ardan. Karena ini adalah hukuman bagi Kinara tersendiri, rajukan Ardan sangat menyiksanya, apa lagi ketika nanti Ardan meminta sesuatu darinya. “Bapak tahu gak?, saya kira bapak punya masalah di rumah,” ujar Kinara “Gak tahu dan gak mau tahu,” rajuk Ardan Kinara kembali menghela napasnya, tapi ada sedikit kemajuan. Sekarang Ardan sudah mulai merespon, mungkin dia bosan karena terlalu lama diam tidak berbicara. Karena pada dasarnya Ardan suka berbicara, dia pasti akan sangat merasa bosan ketika dia tidak berbicara terlalu lama. “Kan udah dikasih tahu pak,” keluh Kinara “Bodo,” acuh Ardan Kinara menarik napasnya dalam berusaha untuk sabar, dia harus tetap sabar demi membujuk Ardan. Bagaimana pun juga ini murni kesalahan Kinara, dia membawa Ardan ke sini dengan cara yang tidak manusiawi. Kinara maklumi saja jika Ardan marah, karena dia juga berhak marah karena ini. Kinara sekarang mati topik, harus berbicara soal apa lagi?, dia tidak punya topik khusus untuk berbicara dengan Ardan. Ya benar, dia harus berbicara soal ini, karena jika dipikir-pikir Kinara tidak pernah bertanya atau pun tahu tentang ini. “Bapak udah punya istri?” tanya Kinara “Belum,” jawab Ardan “Hah?” beo Kinara Apa benar jika Ardan belum mempunyai istri?, padahal menurut Kinara, Ardan seharusnya sudah menikah. Ardan sudah sempurna, tampan, mapan, good akhlak, penyabar. Kurang apa lagi?, dia hanya tinggal mencari calon istri yang baik. Ardan berbalik dan menatap Kinara, dia menatap Kinara dingin. “Kenapa?, kamu mau menikah dengan saya?” tanya Ardan Kinara semakin melongo, apa Ardan serius?. Jika boleh jujur, Ardan memang tipe Kinara, tapi Kinara belum mencintai Ardan. Jadi mana bisa menikah dengan Ardan. “Lain kali saja, saya masih ingin hidup bebas,” tolak Kinara Ardan menghela napas kecewa, gagal lagi dia mendapatkan calon istri. Padahal ini kesekian kalinya Ardan mengajak nikah Kinara, tapi masih tetap sama, Kinara selalu menolaknya dengan alasan masih ingin hidup bebas. Kinara menatap bingung Ardan, dia tampak kecewa. Apa Ardan serius dengan ucapannya?, Kinara tidak yakin Karena itu pasti hanya sebuah candaan. Ardan menatap atap rumah sakit, entah apa yang sedang dipikirkannya. *** Tepat 2 tahun yang lalu, kantor Ardan sedang membuka lowongan pekerjaan karena sedang membutuhkan seorang sekertaris. Sudah banyak yang melakukan wawancara, tapi semuanya Ardan tolak dengan alasan kurang cocok dengan tipe yang diinginkannya. Sebenarnya Ardan adalah CEO baru yang menggantikan ayahnya, dia adalah pewaris pertama dari keluarganya. “Selanjutnya,” ucap Ardan malas “Permisi,” ucap Kinara Kinara memasuki ruang wawancara, dia tampil sangat rapi dan anggun. Kinara duduk di kursi depan Ardan. “Kinara Moonglade, 21 tahun, wanita lulusan universitas Institut Teknologi Bandung, dengan nilai di atas rata-rata. Benar?” ujar Ardan sambil mengangkat kepalanya “I-iya pak, benar,” gugup Kinara “Baiklah, kamu saya terima,” putus Ardan Ardan menatap dingin Kinara, jujur, begitu melihatnya Ardan sempat terpesona kepada Kinara, tapi dia tutupi dengan wajah dinginnya. Lagian Kinara sesuai dengan tipenya, Kinara juga mempunyai nilai di atas rata-rata. “H-hah?, serius pak?. Wahh terima kasih pak, saya pasti akan bekerja dengan giat,” girang Kinara Ardan tersenyum manis, dia mengangguk dan menjabat tangan Kinara. Dengan hati senang Kinara menerima jabatan tangan itu, setelah melihat senyuman Ardan perasaan gugup Kinara menjadi berkurang, hatinya merasa hangat dan dirinya merasa aman. Sudah lama dia tidak merasakan perasaan ini. Terakhir dia merasakannya ketika dia masih bersama kedua orang tuanya, itu adalah kenangan yang tidak bisa dia lupakan. *** Ardan tersenyum mengingat kejadian 2 tahun lalu, dimana dia pertama kali bertemu dengan Kinara. Kehadiran Kinara membuat hidupnya kembali berwarna, kehidupannya yang kacau karena kekangan dari kakeknya menjadi sedikit berkurang ketika melihat Kinara. Kehadiran Kinara sungguh berpengaruh dalam hidupnya, meski dulu Kinara sedikit ceroboh, tapi Ardan dengan senang hati mengajarinya. Kinara menatap bingung Ardan, kenapa dia tiba-tiba tersenyum sendiri?, apa dia sedang berhayal?. Kinara menatap sekeliling, dia mengusap lehernya yang merinding.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD