Satu

1065 Words
Yudia menahan napas setelah membaca isi perjanjian yang tertulis dalam kertas itu. Setelah ejek-mengejek yang Yudia lontarkan tadi, Yudia langsung menghentikan tawanya saat melihat tatapan tajam penuh keseriusan dan ancaman di dalamnya. Yudia bergidik ngeri membayangkan sesuatu hal yang mengerikan bisa saja terjadi. Mengingat dia sering membaca dan menonton film dark romance yang lumayan menaktutkan. Satu tahun? Dengan bayaran yang fantastis? "Bagaimana?" suara datar itu membuyarkan lamunan Yudia. Yudia menatap bergantian Pria di hadapannya dengan kertas perjanjian, menggigit bibir bawahnya berpikir. "Saya harus tinggal di rumah anda?" tanya Yudia yang langsung diangguki Pria yang duduk di hadapannya. Yudia mengembuskan napas berat. "Saya ini wanita bebas, Pak. Namanya uang itu manis banget, ratusan juta bisa habis dalam waktu tiga bulan. Sedangkan Bapak minta saya tinggal satu tahun? Penghasilan saya setiap bulan bisa mencapai puluhan juta. Kalikan satu tahun ya bisa sampai satu M atau bahkan lebih," terang Yudia sedikit sombong. Sebenarnya itu penolakan secara halus, karena tidak setiap malam juga Yudia mendapatkan uang. Paling dua malam sekali. Yudia juga butuh istirahat. Pria itu mendengkus geli menatap remeh Yudia. "Itu hanya uang muka, untuk selebihnya saya bayar kamu perbulannya," tawar Pria itu dengan nada angkuh. Sebelah alis Yudia terangkat menatap jengah Pria yang sedang bersedekap itu. "Intinya saya nggak mau dikekang. Nggak bebas. Kan Bapak tahu saya w************n, kerjaan saya ya ke hotel setiap malam," bohong Yudia masih tidak mau mengalah. "Bapak kasih tawaran ini ke yang lain deh. Saya nggak bisa," pungkas Yudia mulai membenahi barangnya. "Berapa uang yang kamu mau?"                                                                 Yudia diam menatap lekat Pria itu. "Pelanggan saya nggak ada loh yang mau bawa saya tinggal atau bayar saya kayak gini meskipun service saya memuaskan." Ini sebenarnya apa maksudnya Om-om itu? Astaga... Yudia jadi pusing sendiri. "Saya tahu kamu nggak ada niat untuk terjun ke dunia malam ini, saya juga tahu kamu selalu memikirkan untuk berhenti dari perkerjaan nista ini. Iya, kan?" Yudia terdiam dalam hati membenarkan, tetapi tidak secepat itu. Yudia menatap lekat Pria yang terus memasang raut wajah datar dan tatapan mata sedingin es itu. "Memang, tapi nggak secepat ini. Saya masih mau menikmati ini semua. Secara, kita mendapatkan kenikmatan tanpa hubungan terikat dan bonusnya adalah uang. Sangat menguntungkan, bukan?" Yudia sadar pernyataan yang terlontar dari mulutnya barusan itu sangat menjijikan, tapi tidak ada cara lain lagi supaya Pria di depannya itu muak terhadapnya. Pria itu menyeringai menakutkan, Yudia berinsut bergeser saat Pria itu mulai mendekat ke arahnya. Udara di sekitarnya mendadak dingin membuat bulu kuduk Yudia merinding. Yudia meraih tasnya menggenggamnya kuat. Apa yang harus dia lakukan? Yudia semakin kalang kabut saat Pria itu sudah duduk di sampingnya mengapit dagunya membuatnya mendongak beradu pandang. Jujur, Yudia takut sekarang. Tatapan Pria itu begitu dingin seperti siap membekukannya. Yudia menelan ludahnya susah payah tergagap kemudian berkata, "Apa yang mau anda lakukan?" cicitnya saat Pria itu semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Yudia. "Bukannya kamu p*****r profesional? Mengapa seperti tikus yang takut dimangs kucing besar, heh?" bisiknya di dekat bibir Yudia. Napas Yudia tersengal, sial! Baru pertama kali ini dia mengalami kikuk seperti ini. Aura intimidasi Pria itu sangat kuat. Yudia merasa dipermainkan. Yudia mengusir ketakutannya mendongakkan dagunya angkuh tersenyum skeptis. Jemari lentiknya merayap meremas kemeja bagian d**a bidang Pria itu. "Saya memang akan dimangsa, kan? Dimangsa oleh harimau yang sudah ompong giginya," sahut Yudia seketika menempelkan bibirnya pada bibir dingin Pria itu. Rasakan! Yudia merasakan tubuh Pria itu menegang. Yudia tersenyum puas memejamkan matanya dan mulai memberikan lumatan pada bibir Pria itu. Bibir Pria itu masih terkatup rapat, tetapi Yudia tidak mau menyerah. Yudia menjilat seluruh permukaan bibir Pria itu. Jemarinya bergerak merabai d**a bidang Pria itu. Pria itu mengerang, kesempatan yang bagus Yudia langsung menyelipkan lidahnya pada mulut Pria itu. Berbalas! Lama saling melumat, saling memagut sampai akhirnya terlepas. Napas mereka memburu. Yudia bertepuk tangan girang membuat Pria itu melayangkan tatapan tajamnya. "Yeayy! w************n ini berhasil mengajak Pria sok jual mahal itu berciuman, yeay!" tepukannya begitu nyaring meledek keras Pria itu. "Tanda tangani," perintahnya tanpa mau dibantah. Yudia tiba-tiba diam melirik kertas itu. Seketika matanya memicing menatap penuh curiga. "Anda mengajak saya janjian itu cuman buat ini? Saya jadi curiga kalau anda memang sudah lama mengincar saya," tuduhnya penuh curiga. Pria itu mengangguk cepat tanpa rasa bersalah sedikitpun membuat Yudia terbelalak tak percaya. "Ja-jadi," "Ya. Kamu terkena penyaki hati yang mengharuskan kamu melakukan tranplatasi hati segera mungkin dari yang masih bernyawa. Dan yang mendonorkan setengah hati itu adalah mantan istri saya, ibu dari putera saya." Yudia menggeleng pelan. Dia memang mengalami ganguan hati kronis tiga tahun yang lalu, tapi dia tidak menerima donor itu secara cuma-cuma. Dia membayar setengah hati itu dari kedua orangtua yang putus asa waktu di rumah sakit. "Setengah hati ini dijual, bukan diberikan secara cuma-cuma," sanggah Yudia serius. "Harganya pun terbilang fantastis," tambahnya. Pria itu mengangguk. "Saya tahu karena memang kedua orangtuanya terbilang tegaan. Tapi saya bukan termasuk orangtua yang tega," katanya kemudian mencondongkan tubuhnya lebih mendekat pada Yudia. "Saya nggak tega lihat anak saya harus menangis merindukan ibunya. Saya jujur sama kamu juga karena saya tidak mau kalau sampai harus terjadi drama dikemudian hari." Yudia bergeming menatap ragu Pria di dekatnya itu. Hati kecilnya memang berteriak ingin melepaskan belenggu rantai hitam yang terus mengikatnya. Namun, haruskah secepat ini? "Pikirkan lagi, saya membayar kamu bukan untuk jadi penghangat ranjang saya. Saya menbayar kamu hanya untuk menemani anak saya. Kalau ada perubahan, bisa saja saya menikahi kamu, walau tanpa cinta di dalamnya," ujarnya menarik perhatian Yudia. Yudia bergerak mengambil surat perjanjian itu kemudian kembali membacanya dengan seksama. "Faiz," gumam Yudia tanpa sadar. "Ya. Itu nama saya. Faiz Putra Adrian," sahutnya tangkas. Yudia menatap sebal pada Pria yang bernama Faiz. "Berarti nama Bapaknya Bapak, Adrian dong, ya?" celetuk Yudia polos. Suasana hening. Yudia gelagapan mengusap tangannya yang polos. "Akan saya pikirkan, saya minta waktu selama satu minggu," ucap Yudia. Yudia butuh berpikir, dia ingin mencoba, tetapi dia harus memikirkan dulu resikonya. "Baik." Pria itu berdiri, "nomber telepon saya ada di sana. Kamu bisa menghubungi saya kalau sudah mengambil keputusan. Panggil saya Faiz." Yudia mendongak dengan kening yang mengerut dalam tidak suka. "Nggak bagus kedengarannya, bagusan juga Om Faiz," tolaknya disertai cengiran khas yang menampilkan deretan gigi rapihnya. Pria itu mendelik tak suka. "Saya sudah transfer bayaran kamu sesuai tarif yang diajukan," ujarnya kemudian berlalu. Manik cokelat terang Yudia menatap lekat punggung kokoh yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya. Bahu Yudia turun seiring hembusan napas lelah. Dia akan mempertimbangkan dulu semuanya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD