Bab-16

1062 Words
Melihat dari unggahan di sosial media Jesslyn, Christian langsung melakukan mobilnya ke sebuah tempat yang begitu dia kenal. Dimana dia sering kali berkumpul di sana bersama saudaranya. Dimana lagi jika bukan tempat tongkrongan keluarga Miller. Membanting pintu mobilnya Cristian berlari kesana kemari ke ruangan itu. Menatap Sabian yang duduk di bawah lukisan mahal koleksinya sambil membaca berkas. Begitu juga dengan Jesslyn yang duduk di hadapannya dengan tatapan yang menggoda. Menatap hal itu Christian pun tidak suka. Pria itu melonggarkan dasinya dan berdehem membuat keduanya menoleh menatap Christian dengan bingung. Secara, tidak ada yang mengundang pria itu dan kenapa dia bisa datang kesini? “Bang … kok Lo kok berdua sama Jess, habis ngapain lo?” Tanya Christian kesal. Dia lebih memilih duduk disamping Jesslyn ketimbang duduk disamping Sabian. Pria itu hanya menatap, karakter yang dingin dan cuek, tak membuat Sabian buka mulut untuk menjelaskan kenapa mereka berdua aja disini. Jesslyn yang mendapatkan tatapan tajam pun menatap balik Christian dengan berani. Wanita itu nampak kesal akan kedatangan Christian. Kenapa juga dia harus datang? “Ngapain sih Lo kesini, ganggu orang aja deh perasaan.” bisik Jesslyn. “Gue nggak akan biarin Lo cuma berdua doang sama Abang gue.” Christian melepas jas nya meletakkan di pangkuan Jesslyn untuk menutup roknya yang hanya setengah paha. “Biasanya sih yaa, kalau berduaan begini yang ketiga itu setan. Makanya gue nggak mau terjadi hal aneh diantara Lo sama Sabian.” Lanjutnya, membuat Jesslyn memutar bola matanya malas. “Dan Lo setannya, Tian!!” “Enak aja, adakah setan ganteng kayak gue?” Christian seolah tidak terima dengan apa yang Jesslyn katakan. Tidak ada ceritanya setan ganteng macam Christian begini, dimana banyak wanita yang rela menekuk lututnya hanya untuk bersama pria itu. “Tapi gue enggak tuh, gue nggak mau menekuk lutut gue cuma karena lo.” Christian berdecak kesal. “Coba kalau gak ada Hanan, gue pastiin Lo orang pertama yang akan terima cinta gue.” Jesslyn terdiam, matanya menyiratkan kesedihan yang teramat sedih. “Sorry, tapi gue cuma ngomong fakta. Dan gue cemburu liat lo Deket sama pria lain selain gue termasuk Sabian, gue gak suka, dan gue cemburu. Perlu tau Lo itu, kenapa gue selalu ngalangin Lo sama pria lain. Itu alasannya.” Jantung Jesslyn berdesir hebat, dia menatap Christian dengan sendu. Jika saja tidak ada Hanna mungkin hal ini tidak akan terjadi. Mungkin kehidupan Jesslyn dan Christian akan berjalan sesuai keinginan mereka. Tidak ada penantian yang berujung luka. Tapi apa yang terjadi?. Satu persatu air mata Jesslyn luruh. Wanita itu memalingkan wajahnya menghapus air matanya dengan cepat. Dadanya kembali sesak, ketika mengingat apa yang terjadi beberapa bulan terakhir ini. Dimana dia hampir saja bunuh diri jika dia tidak teringat kalau makan bakso itu masih enak. Tapi disini Christian malah menunjukkan sebuah kalung yang berliontin cincin. Lalu, membalikkan badan Jesslyn secara paksa dan memakaikan kalung itu di leher Jesslyn. “Tian lo apaan sih!!” Seru Jesslyn mencoba untuk melepas kalung itu tapi ditahan oleh Christian. “Jangan dilepas. Gue nggak mau ngikat Lo kayak dulu lagi, tapi kasih gue waktu sedikit aja Jess buat buktiin kalau wanita yang gue mau itu lu bukan yang lain.” Jesslyn terdiam menatap kalung itu dengan bingung. Jika dilihat kalung ini terlihat mahal, tidak mungkin orang sekaya Christian hanya memberi kalung harga ratusan ribu? Apa mungkin … Jesslyn jual aja ya kan lumayan kalau dilihat-lihat? *** “Haii … .” Sapaan itu membuat Jesslyn terjingkat kaget. Dia menatap Hanna yang entah datangnya dari mana menghampiri Jesslyn. Wanita itu baru saja keluar dari ruangan bersama dengan Sabian, dan disusul oleh Christian yang menaikkan satu alisnya menatap Hanna datang kesini. Jesslyn yang merasa tidak nyaman pun langsung menarik tangan Sabian dan mengajaknya pergi. Tapi ditahan mati-matian oleh Christian, apalagi menatap tangan Jesslyn yang lancang menyentuh tangan pria lain selain tangannya. Hanna yang melihat hal itu mencoba untuk tersenyum. Meskipun dia juga tidak suka melihat tangan Christian menyentuh Jesslyn, apalagi Jesslyn yang seolah tidak memiliki penolakan sama sekali disini. Sabian yang merasa suasana tidak baik pun menepis tangan Christian, dia tersenyum tipis dan mengajak Jesslyn pergi. Dia tahu betul bagaimana keadaan Jesslyn dihimpit perasaan tidak nyaman sama sekali. “Masuk.” Perintah Sabian. Wanita itu hanya menurut dan masuk ke mobil Sabian. Dia masih bisa melihat Christian yang membentak Hanna di hadapannya. Wanita itu menutup matanya tapi yang ada air matanya mulai menetes begitu saja. Sesak? Tentu saja anjir!! Dia mencintai pria itu tapi dia tidak bisa memiliki pria itu seutuhnya, apalagi yang menjadi tunangannya adalah Hanna temannya sendiri. Mana yang harus Jesslyn pilih? Cinta atau persahabatan? Dia sudah bertahan cukup lama dengan banyaknya harapan bersama pria itu. Tapi yang terjadi Christian pulang membawa luka. Luka yang begitu dalam sehingga Jesslyn tidak membuka hatinya untuk pria manapun. Meskipun dia sudah mencoba tapi nyatanya hati dan dunianya kembali ke pemiliknya. Christian Abinaya Miller. “Jadi selama ini lo godain gue bukan karena suka gue? Tapi buat lupain perasaan yang Lo punya buat adik gue?” ucapan panjang itu membuat Jesslyn menoleh, menatap pria itu dengan tatapan heran. Baru kali ini setelah kematian Avasa pria itu kembali berbicara panjang. “Iya gue tau gue ganteng, Lo nggak perlu liat gue kayak begitu.” dan entah setan mana yang merasuki pria itu sampai dia berkata seperti itu. Jesslyn mendengus menatap Sabian dengan sebal. Perasaan dulu dia terus yang menggoda Sabian untuk bisa melihat senyum pria itu, atau mungkin untuk membuat pria itu marah. Jesslyn sengaja karena ingin melupakan sesuatu, atau mungkin orang itu bisa dibilang mirip tapi tak sama? “Mau minum kopi?” tawar Sabian. Jujurly Jesslyn sedikit merasa aneh dengan sikap pria itu. Tapi dia sadar mungkin secangkir kopi atau suasana yang tenang sangat dibutuhkan oleh Jesslyn. Apalagi setelah menerima sesuatu dari Christian yang sempat membuat Jesslyn hampir menyerah. Dia tidak tahu apa yang terjadi tapi hal itu mampu membuat Jesslyn gundah. Wanita itu mengangguk kecil, mungkin dia membutuhkan kopi untuk berpikir dengan kepala dingin. Atau mungkin suasana yang bisa membuat wanita itu berpikir dingin. Dia bingung, entah apa yang harus Jesslyn lakukan hanya satu. Mengirim pesan pada Elina dan juga Rhea jika dirinya berhasil berkencan dengan Sabian. Walaupun hanya minum segelas kopi di malam hari yang dimana jam rawan tutup tapi mereka tetap pergi bersama. Tanpa mereka sadari seseorang telah mengikuti mereka dari belakang. Seseorang yang tidak dikenal yang melihat Jesslyn masuk ke dalam mobil Sabian sejak tadi. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD