BAB 39

1121 Words
             Di pagi hari yang cerah. Seorang wanita kini tidur dengan tidak tenang. Tubuh wanita itu bergerak kesana kemari dan membisikkan nama seseorang yang telah menghilang. “Drake ...” lirihnya kala mimpi buruk yang ia alami masih saja menerornya. Hingga ... “DRAKE!!” pekikan keras keluar dari mulut wanita cantik saat ia bermimpi buruk. Wanita itu memegangi dadanya yang berdetak sangat kencang. Napasnya pun terdengar sangat cepat seakan ia habis lari berkilo-kilo meter.  Keringat dingin memabanjiri pelipisnya setelah mimpi buruk yang baru saja ia alami.              “Hanya mimpi buruk ...” lirihnya.              Setelah detak jantungnya kembali normal dan napasnya pun sudah kembali normal barulah wakita yang bernama Kiana ia memperhatikan sekelilingnya.              “Ini di mana?” tanyanya pada diri sendiri.              Terakhir kali yang ia ingat. Ia berada di sebuah ruangan yang sangat luas. Saat itu ia ingin keluar tapi, di halangi oleh dua orang penjaga lalu berusaha bunuh diri untuk bisa keluar.              “Tapi, bukankah saat itu aku sudah di ijinkan keluar? Kenapa aku tiba-tiba ada di sini?” lama wanita itu berpikir dan berbicara sendiri di ruangan yang sangat mewah itu. Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka lebar dan seorang lelaki tua berjalan masuk mendekatinya. “Kau ...” desis Kiana kesal. “Tidak usah semarah itu. Aku tahu kau tak ingin tinggal di sini. Tapi, aku sangat membutuhkanmu. Aku dengar kau bisa menyembuhkan orang yang sedang sakit. Maka aku terpaksa membawamu ke sini.” “Aku tak punya kekuatan apa pun.” “Jangan bohong. Aku sudah tahu kau seorang penyihir.” Kiana terdiam tak bisa menanggapi perkataan lelaki tua itu. “Aku ingin kau menyembuhkan istriku. Di sudah lama sakit dan hingga sekarang tidak ada obat yang bisa menyembuhkan penyakitnya ...” lirih lelaki tua itu dengan wajah sedih. Wajah sedih lelaki di hadapannya membuat amarah Kiana mereda. “Baiklah. Aku akan menyembuhkan istrimu tapi dengan satu syarat ...” Kiana mengantung ucapannya dan menatap lelaki itu. “Setelah istrimu sembuh kau harus janji untuk mengeluarkanku dari sini.” “Emmm. Baiklah aku akan mengeluarkanmu dari sini.” “Syukurlah,” batin Kiana senang tanpa ia sadari lelaki itu tua itu hanya ingin mengetes kekuatannya. **** Setelah memberikan Kiana makan dan beristirahat sejenak karena sisa obat bius padanya masih terasa. Saat matahari mulai semakin panasa barulah wanita itu keluar mengikuti lelaki tua yang hingga saat ini belum ia ketahui siapa lelaki itu. Lelaki tua itu membawa Kiana pada sebuah ruang kamar yang sangat mewah. Ruangan yang bernuansa gelap dan merah. Dan dinding-dinding kamar pun di hias dengan figure yang mewah dan klasik bergaya eropa. Keduanya pun berjalan hingga semakin dekat dengan seorang wanita paruh baya yang terbaring tak berdaya. Di ranjang itu. tubuhnya sangat kurus dan ringkik. Kiana duduk di pinggir ranjang. Sedangkan lelaki itu tua itu hanya beridiri menatap Kiana menyembuhkan wanita  yang ada di ranjang. Tangan Kiana terulur mengecek suhu tubuh wanita itu, lalu turun ke tangan untuk mengecek nadinya. Tak sengaja Kiana memegang telapak tangan wanita itu. Sangat kasar dan keras seakan wanita itu selalu melakukan pekerjaan yang sangat berat. Setelah itu tatapannya turun pada baju wanita itu yang sangat lusuh. “Jika wanita ini adalah istri lelaki ini. Maka seharusnya tangannya halus dan pakainnya pun seharusnya bersih. Tapi, kenapa wanita ini seperti seorang pembantu rumah tangga? Apa jangan-jangan aku telah ditipu?” Kiana  berbalik menatap lelaki tua itu. “Apa kau menipuku?” tanyanya penuh selidik. Lelaki itu tersenyum kaku mendengar pertanyaan Kiana. “Aku tak menipumu. Cepat sembuhkan dia,” perintahnya. “Dia bukan istrimu kan?” tanya Kiana tepat sasaran “Dia benar-benar istriku. Kalau kau tidak percaya kau tanya saja pada pengawalku.” Akhirnya setelah penuh pertimbangan Kiana pun percaya. Lagian jika wanita yang terbaring lemah ini bukan istri sang tuan rumah apa salahnya ia menolong. Yang jelas setelah mengobati wanita ini ia bisa keluar dari mension ini. Kiana pun mulai berkonsentrasi dan menutup kedua matanya. Lalu mengucapkan sebuah mantra dan saat itulah cahaya putih mengitari tubuhnya. Tangan Kiana pun terulur memegang tangan wanita itu lalu cahaya putih itu pun mengelilingin tubuh ringkiknya. Selang beberapa menit kemudian, cahaya putih itu pun kian memudar lalu menghilang seiring saat selesi mengobati wanita itu. Wajah wanita lemah itu kian memancarkan warna. Tak seperti saat Kiana melihatnya sangat pucat dan tirus. Sekarang wanita itu tidak pucat lagi. “Ternyata dia benar-benar penyihir,” batin lelaki yang ada di belakan Kiana yang sedari tadi memperhatikannya. Lelaki itu tersenyum menyeringai. Ia telah menemukan harta karun yang sangat istimewa. Ia tak akan pernah melepaskan Kiana. “Akhirnya sudah selesai,” gumamnya pela. Kiana pun menatap lelaki tua yang sedari tadi memperhatikannya. “Aku sudah menyembuhkannya. Sesuai janji aku sudah bisa keluar dari mension ini kan?” tanya Kiana penuh harap. “Maafkan aku tapi, aku hanya ingin mengetesmu. Aku tak pernah bermaksud ingin melepasmu.” “APA!! KAU MENIPUKU LAGI!1 DASAR TUA BANGKA BERENGSEKKKK !!!” Pekik Kiana kerasa saat itu juga. “Pengawal!” teriak lelaki itu dan dua pengawal pun masuk. “Bawa wanita ini ke ruangannya kembali.” “APA! TIDAKKK! AKU TIDAK MAU!! LEPASKAN AKU BERENGSEKKKK! DASAR PENIPUUUUU!!” Kiana masih saja memberontak keras saat kedua pengawal itu menyeretnya kembali ke ruangannya semula. Setelah Kiana menghilang dari kamar itu. Barulah wanita yang terbaring di ranjang itu terbangun. Wanita itu mendudukkan tubuhnya. “Tubuhku tidak sakit lagi. Apa yang telah terjadi ...” lirihnya haru. Namun, wajah wanita itu seketika pucat pasih saat melihat siapa yang ada di hadapannya. “Tu ... tuan ...” gugupnya. Lelaki tua itu pun menyeringai. “Sepertinya kau benar-benar telah sembuh. Jadi sudah saatnya kau kembali ke tempat asalmu.” Dan saat itu juga lelaki tua itu menjambak rambut hitam wanita itu lalu menyeretnya secara paksa. Beberapa pelayan yang tinggal di rumah itu merasa iba. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia tak bisa membantah tuannya. Ia tak ingin bernasib sama dengan wanita itu. Lelaki itu menyeret wanita itu turun ke ruang bawah tanah. Ruangan itu sangat gelap dan penggap. Aroma yang terpancar di ruangan itu sangt aneh. Hanya ada satu lampu yang terpajang di ruang bawah tanah itu. Saat keduanya berada di lorong ruangan itu. Terpampang jelaslah banyak orang-orang yang tak berdaya terkurung di ruangan itu. “Ampun, Tuannnn ... aku mohon lepaskan aku ...” racau wanita itu hinggah mereka telah tiba di sebuah ruangan yang sangat kecil. Lelaki tua itu pun mendorong paksa masuk wanita itu hingga tubuh wanita itu tersungkar di lantai yang dingin. “Tinggallah lebih lama di ruang bawah tanah ini!” pekik lelaki itu setelah mengunci pintu tersebut. Lalu melangkah menjauh. Saat lelaki itu berjalan di tengah-tengah ruangan itu. Ada banyak tahanannya yang memohon untuk di lepaskan. Tapi, telinganya seakan tuli. Lelaki itu tak perduli dan tetap melangkah naik meninggalkan mereka yang terkurung. TBC    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD