BAB 36

1219 Words
           Setelah beristirahan beberapa jam, Kiana kembali mengobati para pasiennya. Sudah dua hari dua malam wanita itu tinggal di terowongan bawah tanah tempat para preman tinggal. Beberapa dari meraka sangat memuja Kiana karena kekuatannya yang sangat luar biasa.            Dan semua pasiennya sudah ia sembuhkan semuanya. “Terima kasih Nak Kiana. Kau sangat baik sekali telah membantu kami,” ujar salah satu wanita paruh baya. Pasien terakhir yang Kiana selamatkan dari penyakit yang di deritanya.            “Tidak apa-apa, Bu. Saya senang kok membantu kalian.” “Dan maafkan kami karena kami tak bisa membayarmu ...” lirihnya sedih. “Tidak apa-apa, Bu.” Kiana pun tersenyum pada wanita paruh baya itu dengan tulus. Mereka sempat saling diam-diaman karena tidak tahu haru berbicara tentang apa. Hingga sebuah pertanyaan terlintas pada benak Kiana. “Ngomong-ngomong. Bukankah Kota ini terbilang sangat makmur. Tapi, kok. Kenapa masih banyak yang ....” Kiana menjeda perkataannya sejenak. “Hidup di terowongan bawah tanah seperti ini?” pertanyaan Kiana membuat beberapa dari mereka terlihat sedih. Wanita itu pun merasa tidak enak telah mempertanyaakan yang mungkin tak seharusnya ia bertanya. Apa lagi raut wajah mereka terlihat sedih dengan pertanyaannya “Maafkan aku. Aku tak bermaksud ...” wanita itu tak tahu haru berkata apa lagi. “Nak Kiana, tak perlu meminta maaf,” sata salah seorang lelaki paruh baya. “Dulu, kota ini sangat makmur dan damai. Tak ada yang namanya deskriminasi semua warga yang tinggal di kota ini memliki tempat yang aman.  Tapi, saat pergantian pemimpin di kota ini. Semua telah berubah.” “Berapa pejabat mulai korupsi dan memakan uang rakyat. Dan banyak dari meraka memecat paksa beberapa orang-orang yang memiliki status di dawah mereka. Sehingga banyak dari kami yang  tidak memiliki penghasilan hingga membayar pajak rumah pun kami kesulitan.” “Karena itu banyak dari kami yang tinggal di terowongan bawah tanah, dan untuk memenuhi kebetuhan hidup, kami terpaksa untuk merampok.” “Kalau boleh tahu. Siapakah yang memimpin kota ini?” “Kalau tidak salah pemimpin yang berjabat sekarang yaitu Reonal Rowleys. Dia terkenal dengan kekayaannya yang melimpah ruang. Tak hanya itu ia juga terkenal sangat kejam. Ada beberapa pelayannya yang ketahan oleh lelaki tua itu. Entah bagaimana nasib mereka yang telah dikurung di mension lelaki itu,” jelas lelaki paruh baya itu. Kiana mengepalkan kedua tangannya. Seandanya ia bisa. Ia ingin membantu mereka.  Tapi, ia hanyalah gadis kecil yang berumur tujuh belas tahun. Ia tak bisa apa-apa. ****            Di lain tempat seorang lelaki paruh baya dengan berpakaian compang-camping dan terlihat kotor diam-diam menemui seseorang tanpa ada yang tahu. Lelaki itu tersenyum saat orang ia tunggu kini tiba dan menghampirinya.            “Apa kau yakin?”            “Iya. Aku sangat yakin. Wanita itu seorang pernyihir.”            “Baiklah, aku akan mengirim beberapa orangku untuk menangkapnya.” “Baik, Tuan.” Kedua lelaki itu pun berpencar. Si lelaki yang berbaju kotor itu pun berjalan menuju terowongan bawah tanah tempat di mana teman-teman dan keluarganya tinggal. ****            Ke esokan harinya. Jon mengantar Kiana naik ke atas trowongan untuk mengantarnya pulang. “Apa kau yakin hanya sampai di sini? kau tinggal di mana?” Kiana tersenyum. “Aku masih belum punya tempat tinggal. Aku hanya berkelana tiap hari bersama dengan guruku ...” wanita itu menjeda perkataannya sejenak. “Dan terima kasih telah mengantarku sampai di sini,” lanjutnya. “Apa kau yakin aku tak perlu mengantarmu sampai ketemu dengan gurumu?” “Tidak perlu. Lagian guruku pasti bisa menemukanku walau aku berada sangat jauh.” “Kalau begitu aku pergi dulu, yah! Dan terima kasih telah membantu kami.” “Iya, sama-sama.”  Ke duanya pun berpisah. “Yosss! Saatnya mencari guru!” pekik wanita itu sambil memegangi tasnya. Kiana pun kembali melangkahkan kakinya mencari Drake yang juga sangat panik mencarinya beberapa hari ini. **** Kiana masih setia mencari Drake yang entah ke mana lelaki itu berada saat ini. Saat kembali ke tempat awal mereka berpisah Kiana tak menemukan Drake. Tak hanya itu para penduduk kota yang kemarin sangat ramai kini menjadi sepi. Mungin karena Fatival sudah berakhir beberapa hari yang lalu saat ia masih berada di terowongan bawah tanah. “Drake mana, sih! Dari tadi aku cariin enggak ketemu juga ...” lirih Kiana. Wanita itu bersandar pada sebuah dinding toko yang tak sengaja ia lewati. Ia sangat kelelahan berjalan ke sana kemari untuk mencari gurunya. “Apa jangan-jangan Guru kembali ke hutan yah?” tanya wanita itu dalam hati. Ia bingung antara kembali ke hutan atau tetap menjelajahi kota mencari gurunya. “Ahhh. Aku bertanya saja deh sama orang di sekitar sini.” Kiana pun kembali melangkah dan sesekali menghapiri seseorang yang berlalu-lalang di sekelilingnya. “Maaf, Mba. Aku mau tanya. Apa Mba pernah lihat lelaki tanpan berwajah m***m dan tingginya kira-kira 187 cm?” tanya Kiana sambil memperagakan tangannya setinggi mana lelaki yang ia cari. “Emmm. Maaf, Dek. Sepertinya aku tidak tahu. Coba adek tanya orang lain,” kata wanita paruh baya itu dan berlalu meninggalkan Kiana. Wanita itu kembali bertanya pada orang lain yang ia temui dan ia tetap menemukan jawaban yang sama. Tidak ada yang melihat Drake. “Dia ke mana sih. Aku sudah lelah mencarinya. Mana lagi aku kelaparan. Dan ditambah aku tak punya uang untuk membeli makanan ...” lirih Kiana. Selama wanita itu pusing mencari Drake. Sedari tadi beberapa orang mengikutinya secara sembunyi-sembunyi. Pakaian para penguntit itu sangat rapi dan elegan. Layaknya seorang pengawal dari orang-orang kaya raya. “Mba! Mba!” salah satu dari penguntit itu memanggil wanita paruh baya yang sempat Kiana tanyai. “Ada apa, yah?” tanya wanita itu takut. “Kalau boleh tahu, wanita itu sedang apa?” tanya lelaki itu sambil menunjuk Kiana yang senantiasa memberhentikan pejalan kaki dan menanyainya satu per satu. “Ahhhh ... dia lagi mencari seseorang dan bla bla ...” wanita itu mencaritakan secara detail lelaki yang dicari Kiana pada para lelaki itu. “Ohhh. Terima kasih, Mba.” Wanita itu pun pergi dan para lelaki yang mengawasi Kiana pun tersenyum menyeringai. “Sepertinya aku tahu bagaimana cara memancingnya.” ***** Saat Kiana sedang beristirahat setelah beberapa jam berkeliling mencari Drake. Tiba-tiba seorang lelaki berbadan besar dan berpakaian bersih dan rapi menghampirinya. “Adek sedang mencari seseorang yah?” “Iya, benar. Kok bapak tahu aku lagi cari seseorang?” “Ahhh. Tadi aku tak sengaja mendengar pembicaraanmu pada beberapa orang tadi. Jadi karena itu aku tahu dan kebetulan kemarin ada lelaki yang juga sedang mencarimu.” “Ahhh. Benarkah!” pekik Kiana. “Itu pasti Drake. Dia pasti sangat mencemaskanku,” batinnya. “Iya, dan lelaki itu bilang. Jika ada wanita yang mencarinya tolong bawa dia. Kebetulan lelaki itu sedang berada di rumah tuanku.” “Ohhh. Benarkah. Kalau begitu rumah tuanmu di mana? Aku harus ke sana.” “Ahhh. Tenang saja. Aku akan membawamu menemui lelaki itu di rumah tuanku.” Dan tanpa rasa curiga sama sekali Kiana pun mengikuti lelaki itu dengan perasaan senang. Setelah beberapa menit kemudian. Akhirnya Kiana dan lelaki itu pun tiba di sebuah mension yang sangat mewah di kota itu. Mension itu memiliki halaman yang sangat luas dan cantik. Ada banyak bunga-bunga yang menghiasi pekarangan mension itu. “Wahhhh. Rumah ini terlihat seperti istana.” Kiana kagum dengan pemandangan sekelilingnya. Ada air mancur yang berada di tengah-tengah bunga ada ada juga kolam ikan sehingga menambah ke mewahan mension itu. TBC              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD