BAB 37

1239 Words
Kiana dan lelaki itu pun memasuki bangunan megah tersebut. Tak henti-hentinya Kiana terkagum-kagum. Saat masuk ke dalam. mereka berdua disambut oleh perabotah dan hiasan dinding yang sangat mewah. Tak hanya itu, warna dari perabotan hiasaan itu berwarna emas. Jadi bisa di pastikan kebanyakan dari perabutan yang ada di sini semuanya emas murni. “Wahhhh. Tuan rumah ini pasti sangat kaya raya,” batin Kiana masih memerhatikan sekelilingnya. Walau langkahnya mengikuti arah lelaki yang membawanya. Lelaki itu membawa Kiana ke sebuah ruangan yang sangat luas yang berada di lantai dua. Saat itu juga lah ia di sambut oleh seorang lelaki paruh baya yang duduk di sebuah kursi sambil salah satu tangannya memegang sebuah gelas kaca yang berisi Wine. Ada dua penjaga yang berdiri tegak di tiap sisi pintu masuk ruangan itu. Tak ingin ambil pusing dengan kedua penjaga itu Kiana dan lelaki itu  melangkah semkin dekat dengan lelaki paruh baya yang di yakini sebagai tuan rumah dan berheti saat jarak mereka sekitar lima langkah. “Saya sudah membawanya, Tuan,” kata lelaki di samping Kiana sambil membungkuk hormat. Lelaki itu pun menatap Kiana dengan tatapan yang sulit diartikan Kiana. “Tatapannya sangat aneh,” batin Kiana. “Selamat datang, Nona. Aku sudah lama menunggumu.” Lelaki itu beridir dan mendekati Kiana tak lupa ia menyimpan gelas kacanya. Saat lelaki paruh baya itu semakin dekat dengannya. Kiana memundurkan langkahnya. Entah kenapa ia merasa tidak nyaman dengan tatapan lelaki yang ada di hapannya ini. “Jangan takut, Nona. Aku hanya ingin melihat jelas wajah cantikmu.” Lelaki itu mengangkat tangannya bermaksud ingin memegang wajah Kiana. Namun, dalam hitungan detik wanita itu menepis pelan tangan lelaki itu. “Di mana Drake?” tanya Kiana. “Drake? Dia siapa? Aku tidak kenal orang yang bernama Drake ...” “APA!” Pekik Kiana kesal. Wanita itu pun mengepalkan tangannya. Jangan-jangan dia telah ditipu. “Kau menipuku!” Kiana memekik kesal pada lelaki yang ada di hadapannya. Lelaki itu hanya mentapnya enteng seakan tak memiliki kesalahan apa pun. Itu artinya lelaki itu benar-benar telah menipunya. “Kalau begitu aku pergi.” Kiana pun bergegas melangkah pergi meninggalkan ruangan luas itu. tapi, saat tubuhnya tiba di depan pintu. Kedua penjaga itu menutup rapat pintu tersebut. Membuat raut wajah Kiana semakin kesal bukan main. “APA YANG KALIAN LAKUKAN? CEPAT BUKA PINTUNYA!” Pekiknya marah. Tapi, kedua penjaga itu tetap diam tak bergeming sedikit pun dengan pekikan kerasnya. Masih dengan menahan marah. Kiana berbalik menatap lelaki paruh baya itu. “Perintahkan penjagamu ini untuk membuka pintu. Atau ...” “Atau apa?” tanya lelaki itu memotong perkataan Kiana. “Atau aku akan membunuhmu sekrang juga.” “Membunuh ... ha ha ha ...” lelaki itu tertawa bersama dengan para lelaki yang ada di ruangan itu. Perkataan Kiana serasa seperti lelucon bagi mereka. “Tubuh kecil seperti itu bagaimana mungkin bisa membunuhku ...” ejeknya. Tak ingin berlama-lama wanita itu kembali melangkah menuju pintu dan berusaha membukanya. “Kau tidak akan bisa keluar tanpa seijinku.” “Sebenarnya apa maumu?” “Aku dengar kau seorang penyihir dan kau bisa menyembuhkan segala penyakit. Maka dari itu, aku menginkan kekuatanmu.” “Kau tak akan bisa ...” wanita itu pun segera mengeluarkan sebuah pisau tajam yang selalu ia bawa kemana pun ia pergi. Kiana berusaha mengancam namun ancamannya hanya di anggap angin lalu. Raut wajah Kiana semakin merah. Sepertinya lelaki ini tak akan melepasnya. “Kalau tak ingin melepasku maka aku akan bunuh diri di hadapanmu sekrang juga.” Kiana pun mengarahkan pisau tajamnya ke leher jenjangnya. Seketika raut para lelaki itu berubah. Kiana tersenyum menyeringa. Ia sudah menduga mereka tak akan membiarkanku mati karena membutuhkan kekuatannya. “Lepaskan aku sekarang juga!” darah wanita itu menetes saat ujung pisaunya mengiris sedikit darahnya. Dan aroma darah wanita itu mengguar dan menyebar terbawa angin. “Buka pintunya,” perintah lelaki itu. Kiana pun tersenyum saat pintu itu dibuka oleh kedua penjaga tersebut. Dengan perasaan senang wanita itu keluar dari ruangan itu dan menuruni tangga. Tapi, saat ia tiba di lantai satu. Tanpa ia sadari seorang lelaki berseragam tengah mengincarnya dengan sebuah pistol bius. Tepat saat wanita itu akan membuka pintu utama, terdengar suara tembakan keras saat itu juga dan peluru itu mengenai bahu Kiana dan pada akhirnya wanita itu pun terjatuh di lantai yang dingin. Di sisa-sisa kesadarannya. Kiana menggumamkan sebuah nama begitu lirih. “Drake ...” setelah itu kegelapan pun menyambut wanita itu. **** “Drake ...” suara lirih itu pun terdengar jelas di telinga seorang lelaki yang kini terbelenggu oleh rantai-rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya. Lelaki itu adalah Drake yang beberapa hari yang lalu tertangkap oleh seorang penyihir. “Kiana ...” FLASHBACK (SATU MINGGU YANG LALU SAAT DI FASTIVAL)            Setelah tak sengaja berpisah dengan Kiana. Lelaki itu mondar mandir mencarinya hingga berjam-jam lamanya. “Dia ke mana sih!” lelaki itu mulai kesal karena tak menemukan Kiana di kerumunan orang-orang yang merayakan fastival.            Setelah berdiam diri beberapa menit di pinggir jalan. Akhirnya Drake memutuskan untuk bertanya pada orang-orang yang lewat. Bisa jadi seseorang sempat melihatnya.            Lelaki itu pun mendekati seorang wanita paruh baya berpakaian sangat cantik dan salah satu tangannya menganddeng seorang anak kecil yang di perkirakan sekitar tujuh tahun lebih.            “Maaf menganggu, Bu. Bolehkah saya bertanya?”            Pertnyaan lelaki itu menghentikan wanita paruh baya itu. Sekilas ibu itu kaget melihat Drake yang bertampang galak dan agak menyeramkan seperti preman. “Te ... tentu saja,” kata wanita paruh baya itu gugup dan menghentikan langkahnya. Ibu itu menunggu Drake mengutarakan pertanyaannya. Perasaanya sedikit was-was. Ia takut jika lelaki yang di hadapannya ingin melakukan hal jahat seperti merampok dan sebagainya.            “Apa ibu pernah melihat seorang gadis cantik yang setinggi 154 cm dan memakai pakaian berwarna biru. dan bajunya agak lusuh sedikit.” Drake memperagakan kira-kira tinggi Kiana pada wanita di hadapannya.            Ibu itu pun menghembuskan napas lega. Lalu tersenyum dan merutuki dirinya sendiri karena telah berpikiran negatif pada lelaki yang ada di hapannya.            “Emmmm. Sepertinya aku tak pernah lihat.”            “OH. Kalau begitu terima kasih.” Drake pun melangkah pergi dan kembali bertanya pada orang-orang yang melewatinya. Entah sudah keberapa kalinya lelaki itu bertanya. Tapi, tak ada satu pun manusia yang pernah melihat Kiana. “Dia ke mana sih,” keluhnya. Ia sudah lelah dan agak kesal dengan beberapa orang yang telah mengikutinya sejak ia kehilangan Kiana. Drake menyadarinya mereka sedari tadi. Hanya saja ia malas untuk meladeni mereka. Tapi, tidak ditemunya Kiana membuat Drake kesal. Lelaki itu pun tersenyum menyeringai tiba-tiba. “Apa salahnya meladeni mereka untuk mengeleuarkan kekesalanku. Lelaki itu pun berjalan ke tempat yang sangat terpencil yang jarang dilewati oleh manusia. Setelah menemukan tempat yang aman lelaki itu pun berbalik arah dan melipat kedua tangannya di d**a bertingkah seperti bos. “Kalian mau keluar sendiri atau aku yang mengeluarkan kalian dengan paksa,” ancamnya. Drake kembali berdecak kesal karena para lelaki yang mengawasinya belum keluar. Jadi lelaki itu mengancamnya lagi dan menghitung satu hingga tiga. Jika dalam hitungan ke tiga dan tidak ada yang keluar maka lelaki itu akan mengeluarkan mereka dengan paksa. Awalnya, masih tak ada yang ingin keluar. Hingga pada hitungan ke tiga. Barulah para pengikut itu pun keluar. Drake kembali berdecak kesal saat melihat pakaian lelaki itu. di tiap-tiap baju mereka terdapat sebuah pin yang sangat ia hapal di luar kepala. Melihat pin itu saja, Drake sudah tahu siapa yang menjadi dalang dari orang-orang yang mengikutinya. “Reikart ...” TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD