BAB 35

1224 Words
             Tubuh wanita itu bergetar ketakutan saat itu juga apa lagi lelaki yang ada di belakannya mengancamnya akan membunuhnya. “Roni! Apa yang kau lakukan!” pekik Jon tak terima pada temannya. “Dia telah menyelamatkan Doni. Jadi lepaskan dia, Roni!” lanjut Jon kesal. “Aku tahu dia telah menyelamatkan teman kita dan aku sangat bersyukur dan berterima kasih. Tapi, kita tak bisa melepaskannya. Masih banyak teman kita yang membutuhkan pertolongan jadi alangkah baiknya jika kita membawanya ke markas untuk menyelamatkan teman-teman dan keluarga kita yang sedang sekarat.” Jon terdiam, perkataan Roni ada benarnya. Teman dan keluarganya membutuhkan seorang penyihir seperti Kiana untuk menolong mereka. Lelaki itu pun menatap Kiana dengan wajah menyesal. “Maafkan aku. Tapi, sepertinya kami tak bisa melepasmu. Kami harus membawamu ke markas kami untuk menyelamatkan yang lainnya.” “Ta_” perkataan protes wanita itu terhenti saat tiba-tiba lelaki yang ada di belakan Kiana memukul tengkuknya keras dan kegelapan pun mengampirinya saat itu juga. “Ayo kita bawa dia.” Salah satu preman itu pun mengendong Kiana. Dan yang lainnya berusaha mengangkat Doni yang masih belum sadarkan diri itu. Para preman itu pun membawa Kiana menuju markas mereka yang ada di trowongan bawah tanah. Sedangkan di sisi lain. Drake mencari Kiana dengan perasaan panik. Saat ini ia tak bisa menemukan wanita itu karena aroma darah wanita itu bercampur dengan air pembuangan yang ada di terowongan bawah tanah sehingga memudarkan aromanya. Walau begitu lelaki itu juga terancam bahaya. Beberapa orang tengah mengawasinya sedari tadi dan menunggu kesempatan untuk menyerang Drake. ****              Saat malam tiba, Kiana pun bangun di tempat yang asing. Wanita itu mengucek kedua matanya dan memperhatikan sekelilingnya. “Ini di mana?”              Kreautttt ... Wanita itu pun memegangi perutnya yang keroncongan. Ia butuh makanan, ia sangat lapar. “Kau sudah sadar?” ujar salah seorang lelaki yang ia ketahui bernama Jon dan ada dua orang lagi yang tidak ia ketahui namanya berada di belakan Jon. “Kau!!” wanita itu pun mendekati Jon. “Apa yang kau lakukan padaku! cepat lepaskan aku sekarang juga!” pekiknya marah. “Aku tahu kau marah setelah apa yang kami lakukan. Tapi, kami sangat membutuhkanmu.” “Aku tidak mau.” “Kau tak punya pilihan lain. Jika kau menolak maka kami akan memintamu secara paksa.” Jon pun memberikan sebuah kode pada kedua temannya. lalu kedua lelaki itu pun segera menyeret paksa Kiana untuk mengikuti mereka. “Kalian mau membawaku kemana!! Cepat lepaskan aku!” pekik wanita itu memberontak.  Wanita itu terus memberontak hingga akhirnya Kiana tiba di sebuah ruangan kecil yang sangat kumuh. Wanita itu terdiam menatap sekelilingnya. Di hadapannya, ada banyak anak-anak, orang tua yang sangat rentan dan banyak dari mereka yang kini terbaring tak berdaya. “Ini ...” kedua matanya mulai berkaca-kaca. Ia merasa sangat kasihan dan iba pada orang-orang yang ada di ruangan ini. “Maafkan kelancangan kami. Tapi, kami sangat membutuhkan bantuanmu. Hanya kau satu-satunya yang bisa membantu kami,” ujar Jon. “Aku janji. Aku akan melepasmu jika kau bisa menyelamatkan semuanya. Aku mohon bantulah kami ...” Lirih Jon. Namun, Kiana masih saja diam. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Salah satu anak wanita yang terlihat berumur tujuh tahun mendekatinya. “Kakkk ... colong kakaku ...” lirih anak kecil itu dengan wajah polos. Wajah anak kecil itu mengingatkannya pada saat ia di buang oleh orang tuanya sendiri. Saat itu ai terlunta-lunta di hutan seorang diri. Untungnya ada neneknya yang melihat dan akhirnya merawatnya. Kiana tersenyum lalu berjonkok mensejajarkan tubuhnya dengan anak kecil itu. “Nama mu siapa?” tanya Kiana. “Namaku Jeni, kak.” Kiana tersenyum lalau mengelus rambut anak kecil itu. “Jeni, kakaku yang mana?” “Ciniii ... aku tujukannn ...” Jeni pun memegang tangan Kiana dan menariknya menuju tempat kakaknya yang terbaring tak berdaya. Di hadapannya kini terbaring seorang anak laki-laki yang berumur sepuluh tahun. “Kakak tolong sembuhnkan kakaku yah ...” Wanita itu tersenyu, “Emmm. Jeni tenang saja aku pasti akan menyelamatkannya.” “Horeeee. Kakak ku akan di sembuhkannnn !!” pekik Jeni senang. Wanita itu pun menutup kedua matanya dan kembali menucapkan sebuah mantra penyembuh. Dan dalam hitungan detik anak lelaki itu pun membuka kedua matanya. “Kakakkkk!” pekik Jeni saat itu juga. Kedua saudara itu pun berpelukan senang. Beberapa orang yang ada di ruangan itu yang melihat Kiana menyembuhkan anak lelaki itu seketika mengerubuninya. “Aku mohon selamatkan istirku juga ...” “Aku juga tolong sembuhkan anakku ...” “Suamiku juga butuh pertolongan!!” Kiana tersenyum. Tidak apa ia tak diberi uang sebagai imbalan. Setidaknya, ia bisa menyelamatakan mereka semua sudah cukup. “Kalian tenang saja. Aku aku akan menyembuhkan kalian!” pekik Kiana. Wanita itu pun menyembuhkan satu persatu dari merak yang sakit. Kiana telah menyembuhkan lebih dari sepuluh orang masih ada sekitar tiga puluh lima orang lagi yang harus ia selamatkan. Tapi, saat di pasian ke lima belas. Pandangannya mulai kabur. Tenagannya telah terkuras habis di tambah ia sangat kelaparan. “Apa kau tidak apa-apa?” tanya Jon ceman yang sedari tadi menemani wanita itu mengobati teman-temannya. “Aku tidak apa-apa ...” lirih wanita itu lemah. Kiana masih memaksakan diri untuk mengobati pasiennya dan saat pasien ke tujuh belas pandangannya pun kabur dan pada akhirnya Kiana pun tak sadarkan diri. **** Menjelang pagi, wanita itu bangun dari tidurnya. Wajahnya sangat pucat dan tak bertenanga. Kekuatannya terkuras habis kemarin dan masih ada beberapa pasien yang harus ia selamatkan. Kiana berusaha untuk mendudukkan tubuhnya. “Istirahatlah dulu ...” ujar seorang lelaki yang berjalan mendekatinya. “Tapi, masih banyak yang harus aku selamatkan ...” Jon tersenyum. “Aku tahu. Tapi, Kesehatanmu lebih utama. Jika kau sakit siapa yang akan menyelamatkan mereka. Jadi tunggulah hingga kau sembuh dulu baru menyelamatakannya.” Kiana mengangguk sejenak. “Emmm, baiklah.” “Ahhh. Aku hampir lupa. Sepertnya kemarin kau sangat kelapan, kami tidak sempat untuk memberimu makan semalam. Maafkan kami.” “Ahhh. Tidak apa-apa.” “Ini ada sedikit roti. Aku harap kamu suka.” Kiana memandangi roti yang di sodorkan untuknya. Sebuah roti yang sudah di potong-potong. “Terima kasih.” Kiana pun mengambil sepotong roti itu lalu memakannya. “Kenapa rasanya sangat aneh,” batinnya. Raut wajah wanita itu sedikit mengernyit merasakan roti di mulutnya. “Ahhh. Maafkan kami. Rasanya mungkin tak seenak yang kau bayangkan... hehhe. Kami hanya bisa memberimu roti ini yang kami dapat satu minggu yang lalu,” kata Jon merasa tidak enak memberi Kiana makan yang sudah lama dan hampir basi. Saat itu juga Kiana ingin muntah tapi ia berusaha untuk tetap tahan dan menelannya dengan habis. Beberapa anak tengah memperhatikannya secara diam-diam dari balik pintu ruangannya. “Kalian mau makan roti?” tanya Kiana menyadari tatapan anak-anak itu. Beberapa anak itu pun keluar dari persembunyiannya dan mengangguk senang. “Kalian boleh kok mengambil semuanya ...” Beberapa anak itu pun bersorak gembira dan mengambil roti-roti itu dan membanginya pada yang lain. “Maaf, yah. Makananmu diambil mereka.” “Tidak apa-apa. Lagian aku senang kok untuk berbagi.” “Kalau begitu aku pergi dulu, yah. Kau istirahatlah dulu,” kata Jon lalu pergi meninggalkan Kiana. Wanita itu pun tersenyum dan mengangguk. Saat lelaki itu sudah menghilang dari pandangannya wanita itu pun kembali membaringkan tubuhnya untuk beristirahat. Dan tanpa wanita itu sadari seorang lelaki kini tengah menatapnya sambil tersenyum menyeringai. TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD