BAB 34

1200 Words
           Setelah berlatih selama tiga hari dengan giat akhirnya Kiana di nyatakan telah mampu menguasai sihir penyembuh. Dan hari ini lah saatnya Kiana dan Drake keluar dari hutan menuju kota terdekat yang belum penah mereka kunjungi.            Setelah dua hari perjalanan menuju Kota akhirnya keduanya bisa melihat dari kejauhan sebuah kota yang penuh dengan bangunan-banguna mewah yang berdiri kokoh.            Kota itu benama Kraton kota yang lebih besar dari kota Viyesel. Kota Kraton lebih padat penduduknya dan mulai berkembang di bandingkan kota yang lainnya.            Saat mereka tiba di kota itu mereka di sambut oleh sebuah fastival. Fastival ini di lakukan untuk memperigati hari kematian sang dewi yang sempat menjadi legenda. Fastiva ini selalu di adakan satu tahun sekali. Dan kebelun hari ini adalah hari perayaan.            “Wahhh, kerennya!” pekik Kiana kagum sambil berlari memasuki kota.            “Fastival ini untuk apa? “ “Ini untuk merayakan hari kematians sang dewi yang sangat berjasa pada penduduk kota ini.” “Ohhhh. Ternyata kau tahu juga.” “Tentu saja aku tahu. Aku kan sudah hidup beribu-ribu tahun dari mu.” Saat keduanya semakin masuk dalam fastival. Kiana melihat sebuah patung wanita yang di yakini sebagai sang Dewi di angkat oleh beberapa orang di sekeliling patung batu tersebut. “Kenapa wajahnya sangat mirip denganku yah?” bisik Kiana pada lelaki itu. Drake pun memberikan jitakan keras pada wanita itu. “Enak saja di bilang mirip. Dengar, Yah! sang dewi itu sangat cantik dan baik. Tak seperti denganmu.” “Iya ... iya. aku tahu,” kata Kiana kesal lalu berjalan mendahuluinya. Lelaki itu menatap patung itu dengan tatapan sendu. Ia sangat merindukan wanita itu. Kiana berbalik dan mengira jika gurunya mengikutinya di belakan. Tapi, ia salah lelaki itu malah bengong menatap patung sang dewi membuatnya semakin kesal. “Sepertinya patung itu lebih baik dariku,” batinnya lelau melangkah lebih dalam lagi di dalam kerumunan manusia-manusia yang tengah merayakan fastival. Drake masih saja bengong menatap patung sang dewi hinggah seseorang menyenggolnya dan membutanya kembali sadar. lelaki itu pun memperhatikan sekelilingnya mencari Kiana. Namun, ia tak menemukannya. “Gadis ceroboh itu lagi-lagi menghilang ...” geramnya menahan emosi. Entah sudah keberapa kalinya Kiana membuatnya kesal dan saat menemukan wanita itu Kiana pasti tertimpa masalah. Segera lelaki itu berjalan cepat mencari Kiana dalam kerumunan manusia-manusia yang sangat tak ia sukai. Jika mereka tahu dia adalah naga maka lautan manusia ini pasti akan heboh dan memburunya. “Kiana! Kau di mana!!” teriak lelaki itu mengelilingi para manusia itu. “Ahhh. Ketemu,” batinnya saat melat seorang wanita di hadapannya yang memakai baju yang sama dengan muridnya. “Yak!! Kau kemana saja sih!” pekik lelaki itu kasar dan menarik salah satu lengan wanita itu kasar. “Yakkkk!! Dasar lelaki berengsek!” pekik wanita itu tiba-tiba saat melihat Drake yang bertampan preman di hadapannya dan segera melayangkan sebuah tanparan keras. Beberapa pasang mata pun segera melihat mereka lalu berbisik-bisik. Sambil memegangi wajahnya bekas tanparan keras itu. Lelaki itu pun segera pergi. ***** Kiana bejalan di sekitar lorong sepi menjauh dari keramaian dengan wajah kesal. “Apa hebanya sih dengan sang dewi ...” wanita itu merutuk hinggal ia akhirnya saar saat ia terpentok sebuah dinding batu. “Aku di mana?” wanita itu mulai bertanya-tanya  pada dirinya sendiri. Kekesalannya membawanya pada sebuah lorong sepi yang jauh dari kerumunan. Dan saat ia berbali wanita itu melihat banyak preman yang menghalangi jalannya. Para preman itu terlihat lusuh dan pakaiannya pun kotor dan robek di mana-mana. “Mau kemana kau cantik,” kata salah satu preman yang menghalanginya. “Kalian mau apa?” “Serahkan semua barang-barangmu, atau kami akan melukaimu.” “Aku tak punya apa-apa. aku juga lagi membutuhkan uang.” “Aku tak percaya,” lelaki itu pun menatap sebauh tas yang ada pada tubuh Kiana. “Serahkan tas itu.” “Tidak. Ini bukan uang. Ini hanyalah sebuah buku biasa ...” lirih Kiana. Merasa kesal dengan perlawanan Kiana dan merampas paksa tas Kiana. Wanita itu sebisa mungkin untuk memberontak dan melawan. Tapi, salah satu dari mereka memelintir tangannya membuatnya memekik kesakitan. “Arkkhhhh ... sakit tolong lepaskan aku ...” pekik wanita itu. “Aku tak akan melepas tanganmu. Cepat serahkan tas mu itu.” Akhirnya dengan terpaksa wanita itu menyerahkan tasnya. “Begitu dong dari tadi. Jika kau tak melawan kami juga tak akan menyakitimu.” Salah satu preman itu pun membongkar tas Kiana dan menghela napas kecewa. “Sepertinya wanita ini benar-benar tidak punya uang. Di dalam tas ini hanya ada buku usang yang tak berharga ...” lirih preman itu kecewa. Segera lelaki itu  memasukkan buku Kiana ke dalam tas lalu melemparnya ke Kiana. “Nih, aku kembalikan.” Wanita itu menangkap tasnya dengan perasaan senang. “Terima kasih.” “Sudah sana pergi cepat sebelum kami berubah pikiran!” pekik salah satu preman. Wanita itu bejalan pelan meninggalkan para preman itu. tapi, baru beberapa langkah. Wanita itu terhenti saat mendengar suara keras terjatuh di belakannya. Kiana berbalik dan melihat salah satu preman pingasang. Preman yang lainnya berusaha membantunya untuk berdiri. “Bertahanlah, Doni. Kami pasti akan mememukan uang untuk mengobatimu ...” lirih salah satu preman. “Tidak, Jon ... sepertinya aku sudah tidak bisa bertahan lagi ...” lirih salah satu preman yang sekarat itu bernama Doni pada temannya bernama Jon dan tak lama kemudian lelaki itu pun pingsang karena tak kuat lagi menahan sakit pada tubuhnya. Para preman itu pun histeris panik. Mereka tak ingin kehilangan keluarga lagi. Kiana mendekati dan salah satu dari mereka memekik memarahinya. “Apa yang kau tunggu! Cepat pergi sana! Kau tak perlu mengasihani kami. Lagian kau bisa apa. kau juga tak punya uang untuk membantu kami.” Awalnya Kiana ingin pergi saja. Tapi, rasa kasihannya begitu kuat. Ia tak bisa meninggalkan orang yang teluka begitu saja. Lagian dia kan punya kekuatan untuk menyembuhkan. Jadi apa salahnya jiak ia menolong preman ini. “Sepertinya aku bisa menolongnya ...” kata Kiana pelan. “Kau bisa apa? kau hanyalah gadis kecil tanpa uang.” “Kalian lihat saja. Aku yakin aku bisa menyelamatkannya.” Beberapa preman yang semula mengerubuni Doni itu pun memeberikan Kiana ruang untuk mendekat. Segera Kiana mengecek nadi lelaki itu. “Nadinya sangat lemah dan membutuhkan dokter secepatnya.” “Aku tahu dia butuh dokter, tapi, kami tidak punya uang untuk berobat.” “Kalian tenang saja aku bisa menyelamatkannya.” Kiana pun memnutup kedua matanya dan mulai berkosentrasi. Kedua tanganya mengarah pada Doni lalu mengucapkan sebuah mantra sihir penyembuh. “O Cealum Et Terra. O Salutaris Et Salutis Auctor. Sana Quod Volo.” Saat itu lah. Cahaya putih pun menerangi tubuh Kiana lalu turung menjalar ke tubuh Doni. “Dia seorang penyihir,” batin salah satu preman tersebut lalu menyeringai. Satu menit kemudian, cahaya putih itu pun menghilang dan wajah lelaki yang sempat sekarat itu mulai membaik. “Ahhh. Syukurlah. Terima kasih telah menyelamatkannya,” ujar Jon pada Kiana dengan tulus. “Tidak usah berterima kasih. Lagian ini juga sebagai balas budiku setelah melepaskanku tadi. Kalau begitu aku pergi dulu yah.” Wanita itu pun beranjak dari tempatnya dan ingin berdiri. Tapi, tiba-tiba wanita itu merasakan ada pisau tajam berada di lehernya. “Jangan bergerak atau aku akan membunuhmu sekarang juga.” TBC        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD