BAB 80

1079 Words
Tiga hari kemudian, Kiana kembali latihan di belakan Academic seperti biasa. Dan hingga saat ini wanita itu masih belum tahu siapa yang memletakkan cemilan di kusi tempat ia menaruh tasnya tiap kali ia selesai latihan. Kejadian beberapa hari yang tentang Icarus hampir membunuhnya mulai ia lupakan dan tak perduli lagi. Lagian lelaki itu jarang ke masuk sejak kejadian itu. Awalanya Kiana merasa bersalah merasa jika Icarus bolos karena masih memikirkan kejadian waktu itu. Tapi dua hari berlalu dan ia mulai mulai melupakan kejadian tersebut. Hari mulai terlihat gelap saat Kiana selesai latihan. “Ahhh. Sedikit lagi ...”lirihnya. Segera wanita itu beranjak dari tempatnya menuju kursi tempat ia menaruh tas. Selama berjalan menuju kursi itu Kiana terus menerka-nerka tentang cemilan apa yang akan dapat hari ini. Namun, hal aneh tiba-tiba terjadi dan tak seperti biasanya. “Kenapa hari ini tidak ada cemilan?” batinnya penuh tanda tanya. Padahal ia sudah mengharapkan cemilan enak seperti biasanya. “Ya sudahlah. Aku kembali saja ...” Desah Kiana sedikit kecewa. Wanita itu pun berjalan kembali ke asrama sambil sesekali bernyanyi. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara musik yang sangat enak di dengar. Karena penasaran wanita itu pun berjalan mencari asal suara. Kiana bersembunyi di balik sebuah pohon besar. Menatap seorang lelaki yang kini duduk diam sambil memainkan alat musik yang bernama seruling. “Wahhh. Dia hebat sekali bermain musik,” batin Kiana kagum. Kiana berencana untuk berjalan pergi dengan mengambil arah yang lain. Tapi ia lagi-lagi menginjak ranting kayu dan membuat lelaki itu menyadari kehadirannya. “Siapa di sana!” pekik lelaki itu yang tak lain adalah Icarus.  “Aisssss. Mati aku ...” Kiana segera berjalan mendekati Icarus dengan perasaan canggung. “Ternyata kamu lagi ...” ujar lelaki itu dingin. Kiana memaklumi cara bicara Icarus yang terkesan dingin. Mungkin cara bicara lelaki itu memang dingin seperti biasanya. “Maafkan aku ... aku tak bermaksud menganggumu. Aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu ...” “Oh .. kalau begit cepatlah pergi kau menganggu konsentrasiku.” “Baik ... baik aku akan pergi ...” Kiana pun berjalan melewati Icarus. Namun, saat langkah ke lima ia berbalik dan kembali mendekati Icarus. “Mengenai masalah kemarin aku minta maaf. Dan aku mohon jangan bolos hanya karena marah padaku.” “Siapa juga yang bolos karenamu,” jawab Icarus cepat. Dan menatap Kiana dengan wajah aneh. “Kau terlalu kegeeran dan narsis,” lanjutnya. Mendengar perkataan Icarus membuat semburuan merah di dua pipi Kiana.  “Lalu kenapa kau tak pernah masuk kelas lagi?” “Itu karena ...” lelaki itu terlihat ragu untuk mengatakan isi hatinya. “Karena apa?” tanya Kiana. “Itu ...” “Iya ... itu apa?” “Aku takut....” “Ha? Seorang Icarus takut? Ha ha ha ... kau lucu sekali ...” kata Kiana sambil tertawa terbahak-bahak. Wajah Icarus pun berubah seketika. Menatap Kiana marah. Saat itu juga nyali Kiana menciut dan  menghentikan tawanya. “Kau takut sama siapa?” “Sama ... Krein.” “Apa! kau takut sama Krein? Ha ha ha ... memangnya kenapa kau takut? Krein itu baik sekali loh. Dia tidak jahat. Untuk apa kau takut padanya.” Kiana segera duduk di samping Icarus. Wanita itu mulai merasa nyaman dan tak takut lagi. “Aku takut ia membenciku ...” lirih Icarus dan menundukkan kepalanya. “Kau tenang saja. Krein itu orang baik tak suka membenci orang ...” “Apa jangan-jangan selama ini kau melirik Krein bukan aku?” tanya Kiana saat menyadari sesuatu. Lelaki itu segera mengangguk. “Wahhh. Aku sedikit sakit hari menyadarinya ...” ujar Kiana sambil menampingkan wajah kesal. Keduanya sejenak saling diam-diaman hingga sebuah pertanyaan membuat Icarus kaget. “Apa kau menyukainya?” tanya Kiana tiba-tiba. Icaurus terdiam membuat Kiana semakin yakin dengan pertanyaan. “Wahh. Sepertinya memang benar kau menyukainya.” “Kau jangan katakan padanya. Kalau membocorkan hal ini aku akan membunuhmu,” ancam Icarus. “Iya .. iya aku tidak akan bilang pada siapa pun. Tapi, ngomong-ngomong sejak kapan kau suka padanya?” berbagai macam pertanyaan Kiana lontarkan pada Icarus. Tanpa sadar keduanya mulai terlihat akrab saat mengobrol. Icarus juga mulai tersenyum saat Kiana menceritakan sedikit tentang Krein. “Ternyata dia lumayan asyik di temani mengobrol,” batin Icarus sanang. Tak terasa langit semakin gelap. Saking asyiknya mengobrol hingga mereka lupa waktu. Untungnya Icarus bersedia mengantar Kiana pulang. Drake yang terus mengawasi Kiana dari kejauhan mulai sedikit cemburu. Hal yang sangat ia hindari terjadi. Kiana terlanjur dekat dengan Icarus sang pemimping vampire. ****            Esok harinya, selama perjalanan menuju Academic Kiana tak henti-hentinya tersenyum-senyum dan cengar-cengir membaut Krein mengerutkan dahinya bingung. Walau begitu ia tetap menahan diri untuk tidak bertanya.            Setibanya di kelas mereka. Kiana segera berjalan menuju tempat Icarus yang saat ini sedang membaca buku.            Masih dengan wajah gembira wanita itu menyapa sang lelaki dingin dan kejam. “Selamat pagi.” Beberapa teman sekelasnya pun spontan menatap ke arah mereka berdua.            “Dia cari gara-gara lagi sama Icarus,” bisik salah satu siswa. Menyadari Kiana dalam bahaya. Krein segera mendekat ingin membawa Kiana pergi. Tapi, hal tak terduga terjadi. “Selamat pagi juga,” ujar Icarus membuat semua seisi ruangan melongo tak percaya.            Kiana tersenyum sebelum kembali ke tempatnya bersama Krein. “Apa yang kau lakukan? Kau ingin cari gara-gara lagi sama dia?” tanya Krein yang sedikit menegur sahabatnya.            Kiana tersenyum dan meletakkan dua tangannya di bahu Krein. “Aku dan Icarus mulai hari ini adalah sahabat.”            “APA!” Pekik para siswa serentak saat itu juga. Beberapa dari mereka memekik tak percaya. Dan saat Icarus di tanya mengenai hal tersebut lelaki itu pun mengiyakan.            Kabar persahabatan Kiana dan Icarus pun semakin meluas. Baik dari kelas satu hingga kelas tiga. Dalam hitungan detik kabar persahatan Kiana dan Icarus pun sampai di telinga seorang lelaki yang kini tengah duduk diam di kursinya sambil menyesap kopi. Menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya.            Lelaki itu beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju jendela yang menampilkan suasana Academic dari atas. Ruangan lelaki itu berada di lantai atas sehingga ia bisa melihat jelas pemandangan Academic.            Salah salah satu bola mata lelaki itu berwana biru dan satunya lagi berwana merah darah namun terlihat rupawan dan sangat tampan. “Tak kusangka sang pemimpin vampir ingin berteman dengan manusia rendahan. Sehebat apa sih manusia rendahan itu sehingga sang pemimpin vampire bersedia berteman dengannya.” Sejenak lelaki itu menatap langit biru.  “Sepertinya, aku harus bertemu dengan manusia rendahan itu ...” ujar lelaki itu sambil menyeringai. TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD