BAB 81

2217 Words
           Seperti biasa selesai jam pelajaran. Kiana dan Krein pun berjalan menuju kantin. Setibanya di kantin. Wanita itu terus menatap ke kanan dan ke kiri mencari Daniel. “Eh. Itu dia ..!” pekik Kiana cepat lalu menunjung arah lelaki yang sedang melambaikan tangan.            Kiana dan Krein pun mendekat. “Maaf kami lama,” ujar Kiana dan Krein bersamaan.            “Tidak apa,” jawab Daniel.            Selesai memesan makanan tiga sabahabat itu pun mengobrol hingga padanga Kiana beralih pada seorang lelaki yang duduk di pojokan.            “Kau mau ke mana?” tanya Daniel saat melihat Kiana berdiri. Kiana hanya tersenyum dan memberi isyrat pada Krein bahwa dia akan menemui Icarus sebentar. Krein pun mengangguk mengerti.            Kiana pun duduk di hadapan Icarus. “Apa yang kau lakukan?” tanya Icarus bingung.            “Apa kau selalu menyediri? Tidak bisakah kau mengubah kebiasaanmu ini? setidaknya cobalah untuk berbaur dan mencari teman.”            “Aku tidak butuh teman. Kan sudah ada kau yang jadi temanku.”            “Satu teman itu tak cukup. Kau harus berbaur dengan teman-teman yang lain.”            “Tapi ...” Icarus melirik Krein sejenak dan saat itu Icarus juga menatap ke arahnya. Keduanya saling bertatapan dalam hitungan detik sebelum Icarus mengalihkan padangannya menatap Kiana.            “Apa kau tak ingin Krein menyukaimu? Krein itu anaknya baik dan suka berbaur. Dia tak suka dengan lelaki dingin sepertimu ...”            “Benarkah dia tidak suka lelaki dingin?”            “Tentu saja ... bukan kah kau ingin dibantu untuk mendekatinya. Kalau kau ingin dekat dengannya kau harus berbaur dan cobalah untuk tersenyum. Wajahmu yang seperti ini malah membuatnya takut padamu dan tak suka padamu.”            “Begini saja. kau makanlah bersama kami.”            Icarus terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Kiana pun menarik tangan Icarus menuntun lelaki itu untuk duduk bersama mereka. Aura mencekam yang di pancarkan Icarus membuat Krein sedikit takut.            “Bisakah aku duduk di sini?” tanya Icarus hati-hati dan mencoba untuk tersenyum. Namun, senyuman lelaki itu malah seperti lelaki yang sedang menyeringai.            Melihat Icaurs masih saja berdiri menunggu Krein mempersilahkannya. Tapi wanita itu tak mengatakan apa pun saking takutnya. Kiana segera melihat wajah Icarus dan merutuki kebodohannya yang menyuruh Icarus tersenyum .            “Sudah ... sudah jangan tersenyum lagi. senyumanmu itu malah seperti iblis yang menyeringai,” bisik Kiana. Dengan cepat Icarus mengubah raut wajahnya.            “Duduklah.” Kiana pun menyuruh Icarus untuk duduk tepat di depan Krein sedangkan Kiana duduk di depan Daniel.            Suasa seketika hening. Tak ada yang ingin mengucapakan sepatah katapun. “Kenapa kalian diam? ayo makan bersama ...” ujar Kiana.            Saat Kiana ingin menyuapkan makana di mulutnya Daniel tiba-tiba menariknya menjauh dan meninggalkan Icarus berdua dengan Krein. “Kita bicara sebentar.”            Keduanya berjalan menuju tempat yang sepi. “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menyuruh lelaki itu makan bersama kita?”            “Itu karena aku kasihan dia makan sendiri. Lagian Icarus tak sekejam apa yang kau pikirkan. Dia juga memiliki sisi yang baik dan lembut.”            “Tapi kan tetap saja dia adalah seorang vampire. Dan apa kau lupa tentang apa yang ia lakukan padamu beberapa hari yang lalu? Dia hampir membunuhmu.”            “Aku tahu. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi itu adalah kesalahanku. Aku yang membuatnya marah saat itu.”            “Ayolah ... percayalah padaku. Icarus itu bukanlah orang jahat. Dia anak yang baik kok,” bujuk Kiana.            “Baiklah kali ini aku menuruti apa kemauanmu.”            “Terama kasih.” Keduanya pun kembali ke kantin. ****             Icarus dan Krein saling diam-diaman. Tak ada yang ingin memulai pembicaran. Suasana yang sangat canggung ini membuat Icarus sedikit frustasi. Ia berharap Kiana cepat kembali dan mencarikan suasana.            “Enkmmm ...” Icarus mencoba berdehem agar Krein bisa santai. Tapi hal itu malah membuat Krein hampir jatuh dari kursi saking kagetnya.            “Maafkan aku ... aku tak bermaksud menakutimu ...”            “Tidak apa-apa.” setelah percakapan singkat itu keduanya kembali terdiam.            “Kiana lama sekali ...”  desah Icarus dalam hati.            “Apa kau suka makan udang? Kebetulan aku mengambil udang banyak tadi,” kata Icarus mecoba mencairkan suasana.  Tanpa menunggu jawaban Krein lelaki itu tiba-tiba saja meletakkan beberapa udang  di mangkuk Krein.            Krein tetap diam menatap mangkuknya. “Ayo dimakan. Mumpung masih hangat.” Tangan Krein gemetar saat wanita itu mangambil udang yang di letakkan Icarus tadi.            Melihat tangan gemetar itu membuat Icarus sedih. “Ada apa denganya? Apakah setakut itu padaku hingga tangannya gemetar?” lirih Icarus sedih.            Krein terus memakan udang pemberian Icarus. Hingga sisa dua lagi yang masih tersisa di mangkukunya.            “Wah ... sepertinya kalian sudah akrab,” ujar Kiana yang baru saja tiba bersama Daniel. Keempat sekawang itu pun makna bersama. Tanpa ada yang menyadari saat ini bintik-bintik merah mulai menjalar di tubuh Krein.            Lima menit kemudian, Kiana, Icarus dan Daniel selesai makan. sisa Krein saja  yang belum. “Yahh ... tumben kau lama sekali maknanya? Biasanya kau yang paling cepat makan,” ujar Kiana. Namun yang di tanya hanya diam tak menjawab.            “Ada apa, Krein?” tanya Kiana yang muali menyadari keanehan pada sahabatnya.            Krein masih tak menjawab. Wanita itu semakin mengeratkan pegangannya pada sendok. Wanita terlihat sangat kesulitan mengambil pasokan udara.  Membuat Kiana mulai ceriga. Kiana mendekat dan memegang tangan Krein yang mengepal. Tangan itu sangat panas dan gemetar.            Daniel yang juga menyadari ke anehan Krein juga mulai cemas. “Ada apa, Krein? Apa kau sakit?” tanya Daniel cemas.            Di sisi lain Icarus juga cemas dan panik. “Aku ... tidak apa ... apa ...” jawab Krein susah payah. Wanita itu ingin beranjak dari tempatnya untuk kembali ke kelas. Tapi sayangnya tubuhnya saat ini sangat lemas dan alhasil wanita itu hampir saja terjatuh untungnya Icarus cepat tanggap dan menangkap tubu lemah Krein. “Ada apa denganmu? Apa kau tidak apa-apa?”            Bukannya menjawab Krein malah menatap Icarus benci tak hanya itu Krein juga memberontak pada pelukan lelaki itu. “Lepaskan ...”            Kiana pun mendekat dan menyingkap lengan baju Krein. Saat itulah ia melihat banyak bintik-bintik merah di tubuh Krin.            “Sepertinya dia alergi pada sesuatu. kita bawa dia ke ruang kesehatan.”            Icarus menganggu dan akan membawa Krein. Tapi, lagi-lagi Krein memberontak tak ingin Icarus mengendongnya. Karena perlawanan Krein hampir saja membuat keduanya terjatuh.            “Biar aku yang mengendongnya,” ujar Daniel tiba-tiba. Dengan terpaksa Icarus pun menyerahkan tubuh Krein pada Daniel.            Daniel dan Kiana pun melangkah pergi. Sedangkan Icarus menatap bayangan mereka dengan tatapan terluka.  “Sebenci itukah kau padaku?” ****            Setibanya di ruang kesehatan. Untung sudah ada seorang wanita yang memang bertugas untuk mengatasi siswa yang sakit atau terluka.            “Ada apa dengannya?” tanya wanita paruh baya itu kaget melihat kedatangan Kiana dan Daniel.            “Sepertinya dia alergi,” jawab Kiana.            Wanita paruh baya itu pun mendekat dan memeriksa keadaan Krein lalu mengangguk setelah memeriksa nadi dan tubuh Krein. “Sepertinya dia memang alergi. “            “Kalau boleh tahu dia alergi apa?”            “Sepertinya dia alerigi sama udang.”            “Oh. Benar ... aku lihat hari ini Krein makan udang.” Kiana in mengingat-ingat kembali makanan apa yang selalu Krein ambil. Wanita itu tak pernah ia lihat mengambil udang dan baru hari ini ia mendapati Krein makan udang.            “Ada dia lupa jika alergi udang?” batin Kiana.            “Aku akan meresepkan ramuan obat untuknya.” Wanita paru baya itu berjalan menuju tempat beberapa ramuan yang ada di ruangan itu. Mencari ramuan yang cocok untuk Krein.            “Wahhh. Sepertinya ramuannya sudah habis.”            “Jadi bagaimana ini?” tanya Kiana cemas.            “Hari ini pekerja yang dimintai untuk mencari bahan obat-obatan di perbatasan kota libur. Sepertinya harus menunggu dua hari untuk mendapatkna ramuannya.”            “Lalu apa yang harus kita lakukan? Dia terlihat sangat kesulitan bernapas,” ujar Daniel.            Kiana pun duduk di samping Krein dan memegang salah satu telapak tangan wanita itu. “Seadainya saja aku bisa menggunakan kekuatanku. Aku pasti bisa menyembuhkannya,” batin Kiana sedih.            “Begini saja. Mungkin ada baiknya jika kalian yang pergi mencarinya. Nanti saya berikan buku tentang tanaman yang apa yang di butuhkan.”            “Emmm. Kami akan pergi mencari ramuannya.”            Wanita paruh baya itu pun berjalan ke mejanya dan mengambil sebuah buku ramuan obat. “Aku sudah menandai tanaman apa yang saja yang perlu kalian dapatkan. Cepatlah pergi ...”            “Emm. Baiklah kami akan segera kembali,” ujar Daniel.            Kiana dan Daniel pun keluar. Di luar mereka melihat Icarus yang sedang menunggu mereka. “Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?” tanya Icarus dengan wajah cemas dan panik.            “Apa kau yang memberinya udang?” tanay Daniel dengan penuh penekanan.            Icarus mengangguk walau sedikit ragu. “Jadi benar-benar ini ulahmu ... bukkk ...” Daniel segera melayangkan sebuah tinju di wajah Icarus.            “Apa yang kau lakukan!” pekik Icarus marah. Tanpa aba-aba Daniel kembal memukul Icarus. Lelaki itu hanya diam dan membiarkan Daniel memukulnya. Kiana yang sedari tadi diam tak percaya Icarus yang membuat Krein sakit segera melerai keduanya.            “Sudah cukup! Hentikan perkelahian kalian. Sebaiknya kita pergi mencari ramuannya.”            “Sebenarnya ada apa?” tanya Icarus yang masih bingung.            “Krein alergi dengan udang.”            “APA!” Pekik lelaki itu kaget. Seketika ia merasa bersalah.            Daniel pun melepas cengkramannya pada baju Icarus. “Jika bukan karena Kiana. Aku tidak akan melepasmu,” kata Daniel dengan suara dingin.            “Sebenarnya ada apa?” tanya Icarus yang masih bingung.            “Krein alergi dengan udang.”            “APA!” Pekik lelaki itu kaget. Seketika ia merasa bersalah. Icarus menatap pintu ruang kesehatan dengan wajah sedih. “Maafkan aku ... aku tidak tahu jika kau alergi pada udang.”            “Ayo kita pergi,” ujar Daniel dan menarik tangan Kiana. Icarus melirik keduanya.            “Aku ikut!” pekik Icarus cepat. Daniel berbalik menatap Icarus dengan tatapan membunuh dan penuh kebencian.            “Sudah ... sudah ... jangan berantam lagi.” Kiana kembali menenangkan Daniel. “Lagian kan ada baiknya jika dia ikut. Dia bisa membantu kita,” lanjut Kiana.            Dengan wajah kesal Daniel pun melangkah pergi di susul oleh Kiana dan Icarus yang berjalan bedampingan di belakan Daniel. “Terima kasih telah membantuku,” bisik Icarus.Kiana hanya mengangguk dan tersenyum. *****            Sepanjang perjalan menuju pinggir kota. Icarus dan Daniel tak hentinya-hentinya membuat ulah. Membuat Kiana pun tak henti-hentinya menghela napas berat. Setelah beberapa jam perjalan ketiganya pun tiba di hutan tempat di mana biasanya para menyihir mencari tanaman obat herbal.            “Lihat! Sepertinya tanaman itu mirip dengan apa yang ada di gambar!” pekik Icarus tiba-tiba sambil menunjuk sebuah tanaman hijau yang memiliki bunga berwana merah. Daniel segera memebrikan pukulan telak di kepala lelaki itu.            “Yak apa yang kau lakukan!” bentak Icarus marah sambil memegangi kepalanya yang sakit.            “Kau tidak lihat bentuk bunganya sangat berbeda dengan apa yang ada yang ada di gambar. Hanya warna bunganya saja yang sama.”            Setelah pertengkaran itu keduanya kembali fokus mencari tumbuhan lagi. “Wahh. Aku mnemukannya!” pekik Daniel tiba-tiba setelah beberapa menit mencari.            Kiana dan Icarus mendekat dan kali ini Icarus yang memberian pukulan telak pada Daniel. “Kau tidak lihat bentuk daunnya berbeda? warna bunga juga beberda. Kalau yang ini ada sedikit warna ungunnya sedangkan yang di buku hanya berwana merah.”            Kiana hanya bisa menggelengkan kepala melihat dua sahabatnya yang tak bisa akur. Ketiganya kembali melanjutkan pencarin mereka. Tak terasa lima jam telah berlalu sisa satu tanaman lagi yang belum ia dapatkan.            Rntik hujan tiba-tiba turun. Kiana dan dua sahabatnya segera berteduh pada sebuah pohon besar. “Padahal sisa satu tanaman lagi ...” desah Kiana sedih. Ia tak bisa terlalu lama mencari. Ia harus cepat-cepat menyelamatkan Krein yang kini tengah berjuang.            Tak jauh dari tempat Kiana dan teman-temannya berteduh terdapat sebuah jurang yang sangat dalam.  “Aku tak bisa tinggal diam saja. aku harus mencari walau di bawah hujan,” batin Kiana.            “Aku kesana dulu untuk mengecek.” Kiana menunjuk jurang yang tak jauh dari tempat mereka.            “Hati-hati,” ujar Daniel. Kiana mengangguk sebelum mulai berlarian di tengah-tengah hujan untuk melihat keadaan sekitar jurang.            “Ahh. Sudah kuduga. Tanaman yangterakhir berada di pinggir jurang,” batin Kiana senang. Kiana pun mengulurkan tangannya untuk mencapai tanaman bunga tersebut. Namun sayangnya tangannya tidak sampai.            Kiana melirik Daniel dan Icarus. Lalu ia kembali mendesah berat melihat kedua lelaki itu tengah adu mulut. Alhasil Kiana mencoba untuk mengambil tanaman itu sendiri.  Hujan yang begitu deras membuat tanah-tanah di sekitar jurang semakin lembek.            Semakin Kiana bergerak tanah yang ia pijak semakin runtuh. “Sedikit lagi ...” desah Kiana saat ujung jarinya hampir saja menyentuh tanaman herbal tersebut.            Sejenak Kiana melirik ke arah bawah jurang. Ia sedikit ngeri saat membayangkan ia akan jatuh di jurang yang dalam itu. “Jangan melihat ke bawah Kiana ...” Lirih Kiana.            Wanita  itu kembali mencoba menggapai tanaman herbal terakhir. Dan saat wajah itu menampilkan sebuah senyuman akibat jari-jarinya telah mendapatkan bunga itu, tanah yang ia pijak pun runtuh. Membuat tubuh wanita itu terjun bebas ke bawah bersama dengan tanah-tanah yang runtuh.            “AAAAAA,” Kiana berteriak nyaring. Menutup kedua matanya saking takutnya. Ini adalah kesekian kalinya ia terjatuh dan tiap kali ia jatuh dia selalu di selamatkan oleh lelaki itu. Ia berharap lelaki yang selalu melindunginya tiba-tiba muncul dan menyelamatkannya.            Tapi ingatan perpisahan mereka seketika terlintas membuatnya sangat sedih. Lelaki itu tak mungkin menyelamatkannya. Lelaki itu sudah pergi meninggalkannya dan melupakan janji-janji yang telah ia buat padanya.            “Drake ...” TBC          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD