BAB 2 Naga Kecil Bernama Kelvin

1838 Words
Seorang lelaki tampan yang berubah jadi naga kecil terbang mengelilingi hutan. Dengan cakar kakinya ia mengambil buah-buahan yang ia temui. Setelah buah yang ia ambil cukup banyak. Ia kembali ke tempat wanita cantik yang terlihat lusuh dan kurus. Wanita cantik itu tertidur di gundulan makam nenek yang telah merawatnya. Dengan kesal, lelaki yang berubah menjadi naga kecil itu melempar buah-buhan yang ia temui dan menimpa gadis kecil itu membuat sang wanita terbangun. Dengan mata bengkak gadis itu menatap buah-buahan yang ada di sekitarnya. “Darimana datangnya buah ini?” wanita itu menatap buah-buahan dengan tatapan lapar. Dengan tubuh lemahnya wanita cantik itu memakan buah-buahan yang ada di sekitarnya. Naga kecil kembali berubah menjadi lelaki tampan dan duduk di atas pohon memperhati sang wanita cantik yang sampai sekarang belum ia ketahui namanya. “Wajahnya mirip dengannya.” Lelaki itu menghembuskan napas berat. Saat ingin menyandarkan tubuhnya di pohon tak sengaja tubuhnya tergelincir dan jatuh ke tanah. Bunyi keras mengagetkan wanita cantik itu yang menikmati buah-buahan. “Siapa di sana?” wanita itu melangkah mendekati pohon besar yang tak jauh dari tempatnya makan. Saat itu juga matanya berbinar menatap hewan kecil bersayap berwarna hitam berada di balik pohon. “Mungkin dia terjatuh.” Wanita itu memegangi naga kecil yang terjatuh. “Wahh, imutnya.” Wanita itu mengelus-elus naga itu dengan lembut dalam pelukannya. Elusan pada tubuhnya membuat naga kecil yang merupakan jelmaan lelaki tampan semakin keenakan membuat ia tertidur pulas dalam pelukan sang wanita cantik. Wanita itu kembali ke gundukan makan neneknya sambil mengendong naga kecil yang tertidur pulas. “Nek, aku pulang dulu yah! Besok aku akan kesini lagi,” lirih wanita cantik itu dengan mata sembap dan melangkah kembali kerumah kecilnya sambil mengendong naga kecil yang tertidur dalam pelukannya. Sesampainya di rumah wanita itu memegang buku sihir yang diberikan oleh neneknya. Ia membuka lembar demi lembar buku itu namun ia masih belum menemukan tulisan dalam buku hanya ada kertas putih tanpa tinta. Karena lelah dan hari semakin gelap wanita itu melangkah ke kasurnya yang lusuh. Ia tidur dengan memeluk naga kecil yang ia temukan tadi. *** “Aku menyukaimu, tidak bisakah kau memilihku? Aku sangat mencintaimu aku mohon jangan tinggalkan aku. Hanya kau satu-satunya yang aku punya.” Sambil memegang lengan serorang wanita. “Maafkan aku, Drake. Aku tak bisa bersamamu. Aku menyukainya, aku tak ingin meninggalkannya. Dia dalam bahaya, aku harus menyelamatkannya.” Wanita itu melepas tangan lelaki yang bernama Drake dengan kasar dan melangkah pergi. Namun baru tiga langkah, lelaki bernama Dreke kembali memegang tangannya. “Tidak, kau tak boleh kesana. Kau bisa mati. Daisy!” “Maafkan aku, aku harus pergi.” *** Menjelang pagi, seorang lelaki tampan terbangun dari mimpi buruknya. Keringan dingin membasahi tubuhnya yang tak memakai pakaian. Saat lelaki itu ingin mendudukan tubuhnya, sebuah tangan melingkar dalam perutnya. Memeluknya erat tak membiarkannya pergi. “Wanita sialan, apa yang ia lakukan.” Lelaki itu menatap sang wanita kesal. Akhirnya lelaki itu ia urungkan untuk bangun. Ekor panjangnya bergoyang-goyang ke segala arah karena bosan menunggu wanita di sampingnya bangun. Wanita itu juga tak melepas pelukannya. Lelaki itu menatap rumah wanita itu dengan saksama. Ia mulai merasa iba pada wanita di sampingnya yang kini sebatang kara dengan rumah kayu kecil yang lusuh. Perabotan rumah juga sangat sedikit. Lelaki itu mengelengkan kepala. “Apa yang aku pikirkan. Aku tak boleh iba.” Wanita itu mulai menggerakkan tubuhnya namun kedua matanya masih belum ia buka. Saat tangan wanita itu melepas pelukannya, dengan segera lelaki itu mengendap menjauhi wanita itu. Namun langkah terhenti saat tangan wanita itu memegang ekornya. Lelaki itu mengigit lengannya sendiri untuk meredakan teriakan kesakitan akibat wanita itu meremas ekornya kuat. Matanya berkaca-kaca kesakitan. Ia ingin teriak tetapi ia tak bisa. Lagi-lagi lelaki itu menatap sang wanita cantik dengan wajah kesal dan mata berkaca-kaca menahan sakit di ekornya. “Wanita sialan ini.” Tiga puluh menit lelaki itu menahan sakit, akhirnya wanita itu bangun dari tidur panjangnya dan lelaki tampan kembali berubah menjadi naga kecil. “Akhirnya sadar juga,” batin lelaki itu. Wanita itu menyadari pegangannya di ekor naga kecil. “Astaga maafkan aku, aku tak sengaja memegang ekormu.” Wanita itu mengendong naga kecil dalam pelukannya. Mengelus-elusnya lembut. Sesekali menciumnya karena gemas. “Ini orang pake cium-cium segala,” batin sang naga kecil. “Naga kecil, bagaimana kalau aku memberimu nama?” wanita itu bertanya. “Tidak usah, aku punya nama sendiri.” Batin naga kecil dalam pelukan wanita itu. “Bagaimana kalau Kelvin? Bagus tidak?” “Jelek amat.” Naga kecil semakin kesal, ia memberontak dalam pelukan wanita itu ingin kabur. Namun pelukan wanita itu semakin menguat. “Jangan kabur yah! Nama aku Kiana, ingat yah naga kecil. Nama aku Kiana.” Wanita itu masih berceloteh sendiri. Sambil memeluk naga kecil, wanita bernama Kiana itu turun dari rumah kecilnya. Ia mengambil sebuah kandang kecil dan memasukkan naga yang ada dalam pelukannya ke kandang. “Maafkan aku, untuk sementara kau di sini saja yah. Aku tak ingin kamu pergi,” ujar Kiana sambil mengelus sang naga lembut. Kiana kembali naik kerumah kecilnya untuk mandi, sudah beberapa hari ini ia tak mandi. Selesai mandi Kiana kembali turun dari rumahnya untuk bermain dengan hewan-hewan peliharaannya. Kiana mengelus perutnya yang berbunyi ia sangat lapar, sejak tadi pagi ia tak makan. Buah yang ia temui kemarin sudah habis. Jalan satu-satunya adalah dengan menyusuri hutan untuk mencari sesuatu yang bisa di makan. “Saatnya mencari makan,” serunya semangat. Wanita itu membawa perlengkapannya untuk mencari makanan di hutan. Ia membawa pisau tajam dan sebuah karung kecil untuk ditempati bahan makan. Setelah perlengkapannya siap Kiana juga membawa Kelvin ikut bersamanya walau masih dalam kurungan. Kandang naga itu sangat kecil dan sebuah pengait tali ada di tiap sisi sudut kandang, sehingga kandang itu bisa ia bawa dalam gendongan di punggung. Kiana menikmati perjalannya mencari bahan makanan dengan ceria, sesekali ia bersenandung. Wanita itu mengumpulkan bahan makanan yang akan ia bawa pulang. Wanita itu masih melanjutkan perjalanannya mencari bahan makan yang lebih karena yang ia dapat masih sedikit. Saat berada di hutan paling dalam, sebuah keanehan terjadi. Hewan-hewan yang tinggal di hutan berlarian. “Apa yang terjadi?” batinnya namun masih belum menemukan jawaban. Sehingga wanita itu masih acuh dan kembali mencari bahan makanan. Aroma menyengat mulai merasuki hidungnya. Awan-awan yang tadi pagi cerah kini mengelap. “Apa yang terjadi?” wanita itu semakin penasaran akhirnya ia berlari masuk kedalam hutan. Langkahnya terhenti saat sebuah singa berlari kearahnya. Wanita itu mengeluarkan pisau tajamnya. “Tangkapan bagus hari ini,” kata Kiana bersiap-siap menyerang singa. Namun wanita itu terpental saat singa itu menerjangnya kuat membuat kandang naga yang ia bawa terjatuh entah ke mana. Kiana mengambil pisau yang jatuh tak jauh dari posisinya bersiap ingin menerjang singa, namun saat Kiana melangkah dengan pisaunya. Singa itu berlari meninggalkannya. Saat itu juga beberapa singa yang ada di hadapannya berlari melewatinya. “Mengapa semua hewan berlari ketakutan?” Wanita itu kembali berlari memasuki hutan untuk mencari tahu apa yang terjadi, sehingga ia melupakan naga kecil yang ia bawa tadi. Kiana berlari semakin jauh dan semakin dalam ke hutan. Langkah terhenti digantikan oleh ketakutan. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia menatap ngeri di hadapannya. “Kebakaran hutan,” lirihnya. Wanita itu kembali berlari menghindari api besar yang menjalar. Kakinya tersandung membuat ia terjatuh. Saat itu juga ia menyadari Kelvin tak ada di punggungnya. “Kelvin!” Kiana berteriak mencari naga kecilnya. “Kelvin kau di mana?” tak memperdulikan kobaran api, yang ada dalam pikiranya adalah ia harus menemukan Kelvin. Asap kobaran api mulai masuk di paru-parunya. Wanita itu terbatuk-batuk sambil berlari menghindari kobaran api yang menjalar cukup cepat. Lagi-lagi wanita itu tersandung, membuat kakinya berdarah. Dengan sisa tenaganya ia memanggil nama Kelvil naga kecilnya. Kobaran api mengepung Kiana ia tak bisa kemana-mana lagi. “Kelvin ...” Lirihnya dan sebuah naga besar tiba-tiba berada di hadapannya lalu berubah menjadi lelaki tampan dan bertelanjang bulat di hadapan Kiana. “Gadis bodoh.” Dan saat itu juga lelaki itu memeluk tubuh Kiana dan melebarkan sayapnya terbang keudarah. Kebakan hutan menjalar begitu cepat, sehingga dari atas Kiana dapat melihat rumah kayunya terbakar. “Tidak! ... rumahku, turunkan aku. Aku harus mengambil peningalan nenekku.” Kiana memberontak dalam pelukan Drake/Kelvin. “Tidak bisa. Kau bisa terpanggang!” ujar lelaki itu dan membawa Kiana ketempat yang lebih aman. Setelah mereka tiba di sebuah gunung yang jauh dari kebakaran hutan Kiana kembali memberontak, memohon untuk diantar ke rumahnya. “Peninggalan apa yang kau inginkan? Biar aku yang mengambilnya.” “Sebuah buku besar yang ada dalam rumahku tersimpan dalam sebuah kotak kayu.” Setelah itu lelaki itu melebarkan sayapnya dan kembali masuk kedalam hutan menuju rumah Kiana yang sudah terbakar habis. Lelaki itu mencari buku yang dimaksud oleh Kiana dalam puing-puing rumah kayu yang telah terbakar. “Buku sihir.” Lelaki itu menatap buku yang ada dalam genggamannya. Lelaki itu kembali kegunung tempat Kiana. “Nih.” Lelaki itu melempar buku sihir yang ia temui di hadapan Kiana. Wanita itu memeluk buku peninggalan neneknya dengan air mata yang mengalir di wajahnya. “Aku pikir aku sudah menghilangkan buku ini.” “Hanya buku inilah satu-satunya yang aku punya.” Masih dengan linangan air mata dan tampa sadar Kiana melangkah dan memeluk lelaki yang telah menolongnya. “Terima kasih, kau telah menolongku,” ujar Kiana. Saat melepas pelukannya pada lelaki yang telah menolongnya ia pun menyadari bahwa lelaki di hadapannya tak memakai baju ataupun celana. Wajahnya memerah dan urat nadinya terlihat jelas. “Dasar m***m! Lelaki berengsek!” Kiana melayangkan sebuah pukulan telak di wajah lelaki itu sambil memakinya. *** Di lain tempat di sebuah hutan belantara yang jauh dari perkotaan sebuah istana kokoh berdiri di tengah hutan. Lumut-lumut menjalar di tiap dinding bangunan. Obor-obor terpasang di tiap sisi dalam istana tersebut. “Apa kau telah menemukannya?” ujar seorang lelaki tampan yang duduk singgah sananya. Ia menatap dua laki-laki yang berlutut dihadapannya. “Maafkan kami tuan. Beri kami waktu untuk menemu-“ perkataan salah satu lelaki terpotong dan terpental menabrak dinding dan saat itu juga lelaki itu tewas dengan darah segar keluar dari mulutnya. Lelaki yang satunya gemetar ketakutan di hadapan lelaki yang duduk di kursi singgah sananya. “Ampun, Tuanku. Aku akan menemukannya,” Mohon lelaki itu. “Baik akan kuberi kau waktu satu minggu. Jika kau tak dapat menemukannya maka nasibmu juga akan seperti yang ada di sampingmu.” “Baik, Tuan.” Setelah itu, lelaki tersebut undur dari hadapan sang tuan penguasa. “Aku harus menemukannya secepatnya.” *** Selain itu, di tempat yang lain di tengah kota terdapat sebuah bagunan mewah berdiri kokoh dan bersih. Seorang lelaki tampan duduk di sebuah kursi sambil menyesap kopi yang ada di hadapannya. Sesekali ia membali surat kabar yang ada di genggamannya. “Apa kau menemukannya?” “Maaf, Tuan. Aku masih belum menemukannya. Namun ada sebuah rumor yang mengakan bahwa melihat seekor naga hitam saat kebakaran hutan terjadi.” Lelaki itu tersenyum mendengar kabar itu. “Apa kau yakin naga hitam?” “Betul, Tuanku.” Lelaki yang duduk di kursi menyeringai. “Akhirnya aku menemukanmu. Sang keturunan terakhir.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD