BAB 66

1140 Words
           “Berisik.” Saat itu juga tubuh wanita itu membeku mendengar suara yang begitu sangat berat di hadapannya. Kiana bangkit dari posisinya dan berbalik tak berani menatap Drake.            “Apa dia mendengar semuanya? Aisss ... memalukan sekali ...” batin Kiana. Tapi,  ia harus bertanya kenapa lelaki itu lakukan ini semua untuknya. Jika tidak ia tidak akan pernah tahu mengapa lelaki itu begitu baik padanya.            Kiana berbalik. “Kau ... kau sudah bangun? Apa kau mendengar semuanya?” tanya Kiana pelan dan gugup.            “Emmm.” lelaki itu mengangguk membuat Kiana semakin cemas.            “Mulai dari awal kau memaki dan menangis di sampingku aku mendengar semuanya.” Seketika wajah Kiana memerah bak tomat matang. Ia sangat malu berharap ia menghilang saja.            Melihat Kiana yang terlihat sangat gugup membuat Drake tersenyum. Sebuah tangan menarik Kiana hingga wanita itu terduduk di ranjang samping Drake. Walau Kiana sudah duduk di samping Drake wanita itu tetap tidak berani menatapnya.            “Maaf ... maafkan aku yang tak pernah jujur.”            “Aku hanya tidak ingin kau kecewa dengan masakanmu. Padahal kau sudah berusaha keras memasak.”            Kiana meremas sedikit ujung bajunya. Bukan itu yang ingin ia dengar dari Drake. Ia hanya ingin tahu mengapa lelaki itu bergitu baik padanya bukan tentang masakannya.            “Bukan itu ...” lirih Kiana.            “Bukan itu yang ingin aku dengar ...” lanjut Kiana lagi. Kiana menatap dalam manik mata Drake. keduanya saling bertatapan cukup lama. Hingga akhinya Kiana memutuskan kontak mata itu sepihak cepat.            “Kenapa kau begitu baik padaku?”            “Itu ...” Drake terdiam. Ia juga tidak tahu mengapa. Ia hanya melakukan apa yang hatinya ingin lakukan. Hanya mengikuti alur.            “Apa itu penting?”            “Tentu saja itu penting bagiku. Aku harus tahu mengapa kau begitu baik padaku. Sehingga di masa depan aku tidak akan salah paham lagi padamu,” kata Kiana namun lelaki itu masih saja diam.            “Apa karena wanita bernama Daisy? Apa karena aku adalah keturunan terakhinya jadi kau begitu baik padaku?”            “Emm.” Drake mengangguk pelan. Hatinya begitu sakit saat itu juga dan perasaannya kini bercampur aduk. Ia ingin marah dan ia juga ingin menangis di waktu yang bersamaan.            “Ha ha ha ... aku sudah tahu, kok.” Kiana segera bangkit dari duduknya  menuju ruang makan. Ia belum mencuci piring dan membereskan kekacauan yang ia lakukan saat memasak tadi.            Drake melihat Kiana. “Kenapa dia terlihat sangat sedih? apa aku melakukan kesalahan lagi,” batin Drake yang menyadari raut wajah Kiana yang memancarkan kesedihan walau wanita itu tadi tertawa.            “Apa aku mengatakan sesuatu yang membuatmu sedih?” tanya Drake dan mendekat ke arah Kiana.            Kiana menghentiakan kegiatannya. “Enggak ada kok.”            “Tapi kenapa kau terlihat sadih?”            “Ah?  He he he.... aku tertawa dan kau katakan aku sedih? ha ha ha kau lucu sekali. Untuk apa aku sedih.” wanita itu terus mengelak dan tertawa di hadapan Drake ia tidak ingin lelaki itu melihat kesedihannya.            “Emmm. Baguslah ... aku kira tadi kau sedih ...”            “Aku keluar dulu. Aku ada janji dengan Krein,” ujar Kiana saat selesai membersihkan ruang makan.            “Kau tetap di sini. Kau jaga kamar.”            Kiana segera keluar dan menutup pintu. Saat itu juga air matanya runtuh. Tak ingin isak tangisnya terdengar Kiana segera berlari sejauh mungkin agar Drake tak melihatnya sedih. ****            Terlihat seorang lelaki sedang berjalan bersama dengan teman-temannya sambil mengobrol. “Eh? Tunggu. Wanita jelek itu sangat familiar. Sepertinya kita pernah bertemu dengannya,” ujar salah satu lelaki saat melihat seorang wanita yang sedang duduk seorang diri di taman Academic.            “Kau lupa, yah. Dia kan wanita yang kemarin diselamatkan Daniel saat ia diserang monster mirip naga hitam.”            Seorang lelaki yang bernama Daniel segera melihat wanita yang teman-temannya bicarakan. “Ternyata dia murid baru di Academic ini,” batinnya dan tersenyum.            “Apa yang kalian lakukan. Ayo cepat jalan. Kita harus harus latihan.” Salah satu temannya menarik tangan Daniel untuk segera jalan menuju tempat latihan.            Sisa beberapa langakah lagi Daniel dan teman-temannya akan tiba di tempat latihan. Daniel terdiam. “Dia terlihat sangat sedih,” batinnya.            “Maafkan aku. Sepertinya hari ini aku tidak bisa latihan bersama dengan kalian,” ujar Daniel cepat dan segera berlari meninggalkan teman-temannya. ****            Kiana kini terduduk dengan wajah sedih di sebuah kursi yang ada di taman Academic jauh dari kamarnya. “Padahal aku sudah tahu. Tapi kenapa ... kenapa hatiku sangat sakit. Padahal aku tidak menyukainya. Aku hanya merasa nyaman dengannya karena dia sangat baik padaku. Aku tidak menyukainya  .... hiskkk ... hiskkk.”            Kiana terus menguatkan hatinya dan terus menyakinkan dirinya bahwa dia tidak menyukai Drake. tapi semakin ia mengelak hatinya semakin sakit. Ada apa dengannya? Ada apa dengan hatinya? Padahal saat ini ia tidak haid. Bukankah karena haid ia memiliki perasaan suka pada Drake? Tapi kenapa rasa sukanya tak kunjung menghilang.            Berbagai macam pertanyaan yang tak bisa ia jawab. Pertanyaan-tertanyaan yang sangat sulit. Sungguh ia sangat bingung dengan apa yang ia rasakan saat ini. Jika ia benar-benar suka pada lelaki itu ia akan semakin sakit. Lelaki itu menyukai wanita lain.            “Kenapa aku harus terlahir sebagai keturunan terakhir wanita itu? kenapa ... padahal jika aku bukan keturunanya aku tidak akan pernah bertemu dengannya dan tak akan merasakan sakit. Hiskkk ... hiskkk ...”            Air mata wanita itu semakin deras mengalir di wajahnya. Dalam waktu yang bersamaan rintik-rintik hujan pun ikut jatuh di tanah. Membawa jejek-jejak air mata itu dan melebur bersama dengan air hujan hingga tak ada yang menyadari ia sedang sedih saat ini.            Wanita itu tetap membiarkan tubuhnya diguyur air hujan. Tak perduli seluruh tubuhnya saat ini sudah basah dan kotor. Saat ini ia tak ingin pulang. Ia tetap ingin di sini menyendiri.            Hingga sebuah jubah menutup wajah Kiana yang menunduk. Wanita itu mengangkat wajahnya perlahan dan mendapati Daniel berdiri di hadapannya sambil tersenyum.            “Tak kusangkau benar-benar kau ... aku kira aku salah orang ...”            “Hiskkk ... hiskkk ....” Kiana segera memeluk tubuh kekar Daniel dan meluapkan segala kesedihanya pada pelukan Daniel.            Daniel kaget saat tiba-tiba Kiana memeluknya. Awalnya ia ingin melepas pelukan Kiana tapi, saat mendengar suara isakan wanita itu Daniel pun diam. membalas pelukan Kiana dan menepuk-nepuk punggung Kiana mencoba untuk menenangkannya.            Tanpa Kiana sadari, Drake melihatnya memeluk lelaki lain. Lelaki itu mengepalkan kedua tangannya berjalan semakin dekat dengan mereka berdua.            “KIANAA!” pekik Drake dengan suara tinggi. Saat ini lelaki itu tersulut emosi melihat Kiana berpelukan dengan lelaki lain. Padahal ia sudah memperinati Kiana untuk menjauhi lelaki lain.            Petir menyambar saat mendengar suara pekikan yang sangat ia kenal. Kiana melepas pelukannya dan menatap asal suara dan sesuai dugaan. Suara yang ia dengar adalah lelaki yang sangat ia kenal.            “Drake ...” lirihnya. Ia kaget melihat Drake.           Drake melirik tangan Kiana yang masih mengenggam erat tangan Daniel. “Aku kecewa padamu ...” TBC               
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD