BAB 58

1090 Words
           Selama perjalanan pulang Drake mendiami Kianaa membuat wanita itu kesal. Padahal ia sudah minta maaf telah mengabaikan perkataan Drake yang memintanya untuk menunggu hingga membuat lelaki itu lelah mencarinya.            Namun, lelaki itu masih saja marah dan tak ingin berbicara padanya. “Yak! Bisakah kau berhenti mendiamiku? Aku kan sudah minta maaf. Kau itu pemarah sekali sih. Tak ada bedanya dengan anak kecil!” maki Kiana membuat Drake yang sedari tadi diam juga semakin kesal.            “Apa kau masih ingat apa yang aku katakan padamu tadi pagi? Aku sudah bilangkan jangan pernah dekat-dekat dengan lelaki manapun dan hari ini kau jalan berduaan dengannya. Bagaimana aku tidak kesal? kau mengabaikan peringatanku, bahkan baru tadi pagi aku memperingatimu. Dan ... dan  aku melakukan ini semua demi kebaikanmu sendiri.”            Sekarang Kiana tahu mengapa lelaki itu sangat marah padanya. Bukan karena meninggalkannya tapi kerena Drake tidak ingin ia dekat dengan lelaki lain. Dia telah mengabaikan peringatan lelaki itu.            “Tapikan dia bukan orang asing. Dia telah menyelamatkanku beberapa hari yang lalu,” kata Kiana pelan berusaha membela diri.            “Aku tahu dia telah menyelamatkamu. Tapi, ingat jangan pernah dekat atau pun percaya padanya. Kita tak tahu bagaimana masa depanmu nanti. Aku hanya takut sesuatu yang buruk terjadi padamu.”            “Iya ... iya ... iya ... aku mengerti aku tidak akan dekat dengannya lagi. Aku tidak akan menemuinya lagi. Lagiankan saya akan sekolah di academic. Mana mungkin kita bertemu lagi, kita sering bertemu mungkin karena dia adalah petualang sama seperti kita.”            Saat itulah Drake baru bisa tenang dengan penjelasan Kiana. “Syukurlah kalau begitu. Semoga saja keduanya tak akan pernah bertemu kembali,” batin Drake.            Kiana segera memegang salah satu lengan Drake manja. “Sudah ... jangan marah lagi yah ...” bujuk Kiana lengkap dengan wajah memelasnya dan terkesan imut.            Lelaki itu menghela napas, melihat wajah memelas Kiana membuat hatinya juga tak tega. “Baiklah. Kali ini aku maafkan ... dan untuk hukumanmu setelah mengabaikan peringatanku aku ingin kau yang memasak malam ini.”            “Okeyy ... dengan senang hati,” ujar Kiana girang dan tersenyum senang pada Drake. ****            Ke esokan harinya, pagi-pagi sekali Drake mulas dan tak bisa meninggalkan kamar mandi. Selama di kamar mandi lelaki itu tak henti-hentinya merutuk pada Kiana yang telah memberinya makan beracun semalam.            “Ha ha ha ... bagaimana? Apa kau masih ingin marah-marah padaku?” tanya Kiana dari luar kamar mandi sambil tertawa terbahak-bahak.            “Yakkk! Tunggu saja pembalasanku. Aku tak akan penah melepasmu ... Aku akan membunuhmu.”            “Bunuh saja aku ... beeee ...” ejek Kiana. Mendengar ejekan Kiana membuat lelaki itu semakain marah dan kesal.            Setelah mengeluarkan segala isi perutnya. lelaki itu pun keluar dengan wajah merah padam. Menatap Kiana dengan aura membunuh.            “Kianaaaa ...” geram lelaki itu menatap wanita yang masih asyik menertawainya. Merasakan hawa membunuh dari tubuh Drake membuat wanita itu sedikit takut.            “Kaburrrrr ...” Kiana pun keluar dari kamar.            Tak ingin tinggal diam lelaki itu ikut mengejarnya. Namun, baru beberapa langkah perutnya kembali berbunyi-bunyi minta di keluarkan.            “Aiiiisss ... siallll ...” dengan terpaksa lelaki itu kembali ke kamar mandi. Tak lama kemudian wanita itu kembali lagi. Lagi-lagi ia mengeluarkan kata-kata ejekan pada Drake membuat lelaki yang sedang berjuang antara hidup dan mati nya itu semakin geram dan marah.            “KIANAAAAA ....”            Kiana tak bisa menahan tawanya. Ia sangat puas mengerjai Drake. Kemarin ia sangat kesal pada lelaki itu karena selalu saja memarahinya. Jadi untuk pembalasan dendamnya saat makan malam tiba Kiana memasak dan memberikan obat pelancar pencernaaan di makanan Drake.  Alhasil pagi-pagi lelaki itu mulas-mulas.            “Ha ha ha ... syukurinnnn ... inilah akibatnya jika berani memarahiku ... he he he ...” ****            Di sebuah ruangan yang sangat luas dan mengah. Terlihat seorang lelaki tampan dengan bola mata yang berbeda. Bola mata kananya berwarna biru dan yang satunya lagi berwarna merah. Lelaki itu kini memeriksa berkas-berkas yang ada di hadapannya dan tak lama kemudian terlihat seorang wanita berjalan masuk ke ruangannya.            “Ada apa? apa kau telah menemukan petunjuk di mana Keturunan terakhir itu?” tanya lelaki itu dengan gaya yang penuh berwibawa. Matanya tetap menatap berkas-berkas yang ada di mejanya tak memperdulikan pelayannya.            “Maaf, Tuan. Kami belum menemukannnya.”            Seketika raut wajah lelaki itu terlihat marah. Lelaki itu menatap pelayan wanitanya dan tanpa ada rasa kemanusiaan lelaki itu melemparkan balok kayu tepat di wajah sang pelayan.            “Sudah aku katakan. Jangan pernah menemuiku sebelum kau menemukan di mana wanita itu berada!” bentak lelaki itu yang tak lain adalah Zion sang pemimpin manusia serigala.            “Maafkan saya, Tuan.” Wanita yang merupakan pelayan lelaki itu terlihat sangat ketakutan sambil memegangi kepalanya yang sedikit mengeluarkan darah akibat lemparan tuannya. “Tapi, saya hanya ingin menyampaikan sesuatu yang mungkin berhubungan dengan Keturunan terakhir ...” sambung sang pelayang yang sedikit takut pada tuannya.            “Katakan,” kata Zion dengan nada dingin dan singkat. Lelaki itu pun kembali membaca berkas-berkas di hadapannya.            “Saya menerima informasi dari salah satu bawahan saya. Katanya beberapa petualang di kota Karion telah melihat monster yang mirip dengan naga. Bukankah sang keturunan terakhir selalu bersama dengan seorang lelaki bernama Drake yang merupakan naga hitam?”            “Jadi karena itu saya berpendapat bawah wanita itu berada di Kota Karion saat ini.” Mendengar Kata Kota Karion membuat lelaki itu sedikit bergeming.            “Baiklah. Kau boleh pergi dari sini.”            “Baik, Tuan.” Wanita itu pun meninggalkan Zion di ruangnnya sendiri.            Lelaki itu pun meletakkan kembali berkas-berkasnya dan salah satu tangannya memainkan polen yang ada di tangan kanannya sambil berpikir dan mencerna apa yang telah dikatakan pelayannya tadi.            “Karion ...”            “ Apa benar keduanya ada di sana, yah ...” “Lalu untuk apa mereka ke sana?” hampir tiga puluh menit lelaki itu berpikir namun tak menemukan jawaban sama sekali. Zion pun berdiri dan berjalan menuju jendela ruangannya. Menatap langit yang terlihat sangat indah di tambah dengan cahaya matahari yang begitu terang. Dan saat itulah ia mengingat sesuatu. “Bukankah dua bulan lagi akan diadakan penerimaan siswa baru di Karion Acedemic of Magic. Apa jangan-jangan kekuatan wanita itu sudah muncul dan ingin berlatih di sana, yah.?”            Lelaki itu tersenyum menyeringai lalu kembali ke meja kerjanya. Salah satu tangannya membuka sebuah laci kecil lalu mengambil sebuah kertas dan gambar jadul yang ada di dalam laci.            “Bukankah ini saatnya aku bertemu dengannya?” batinnya dan sekali lagi lelaki itu tersenyum menyeringai dan tak lama kemudian kertas yang ia pegang pun terbakar seketika dan hanya menyisahkan sebuah gambar jadul yang ia ia pengang. TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD