BAB 61

1063 Words
             “Ahhh. Lelahnya ...” keluh Kiana. Wanita itu menjatuhkan tubuhnya begitu saja di atas ranjang. Seluruh tubuhnya sangat sakit akibat membersihkan kamar hampir tiga jam lamanya. Untungnya dia mempunyai teman baru yang sangat baik yang bersedia membantu. Jika ia memrenovasi kamar seorang diri bisa di pastikan akan membutuhkan sekitar lima jam untuk selesai.              “Ahh. Sudah lebih baik dari yang tadi,” batinnya sambil memperhatikan sekelilingnya. Diding-dinding kamarnya sudah ia lapisi dengan kain berwarna biru. Bahkan langit-langit kamarnya pun juga sudah ia hias sedemikian rupa hingga terlihat cantik dan elegan.              Tak lama kemudian, wanita itu pun bangkit dari tidurnya dan melangkah menuju lemari. Ia mengambil seragam barunya dan memakainya.              “Wahhh. Seragamya sangat cantik ...” wanita itu terus memperhatikan dirinya di depan cermin hingga sebuah suara mengangetkannya.              “Wanita yang tadi itu siapa?”              Kiana menatap lelaki yang kini duduk di ranjangnya dengan wajah mendominasi dan penuh selidik. Bukannya takut Kiana malah terlihat kesal melihat lelaki. Dengan cepat wanita itu mengambil benda yang di sekitarnya dan segera melempar lelaki itu dengan wajah marah.              “Auuuu ...” lelaki itu mengelus kepalanya yang sakit akibat lemparan Kiana.              “Ke_” awalnya Drake ingin protes pada Kiana setelah melemparnya. Namun, seketika nyalinya menciut melihat wajah merah wanita itu yang sangat menyeramkan.              “Kauuuuu!!!” geram Kiana.              Drake meringsuk mundur di ranjang. Menjauh saat Kiana melangkah semakin dekat dengannya. “Ada .. apa?” tanya Drake gugup. Saat ini Kiana terlihat monster yang menyeramkan di matanya. Entah apa yang membuat wanta itu sangat marah dan murka padanya.              “Dia kenapa marah sih,” batin Drake.              Setiap kali lelaki itu bertanya Kiana tak menjawab dan hanya menatap Drake kesal dengan wajah merahnya sambil melangkah mendekat. Kiana pun ikut naik di atas ranjang membuat Drake semakin merasakan firasat yang sangat buruk tentang hal ini.              “Aiiiis .. sialll,” makinya pada diri sendri saat ia tak bisa ke mana –mana lagi. Ia terhalang oleh dinding ranjang. Dan saat Kiana tepat berada di hadapannya. Lelaki itu pun berusaha tersenyum agar Kiana tak marah lagi padanya.              Namun, sayangnya dalam hitungan detik lelaki itu pun di anjiri oleh pukulan yang bertubi-tubi di tubuhnya.              “Hinskkk .... dasar berengseek .... kau menyebalkan ... aku sangat membencimu...” maki Kiana yang masih memukul Drake.              Setelah satu menit mendapatkan pukulan dari Kiana lelaki mulai tidak tahan lagi dan akhirnya lelaki itu pun segera memegang kedua tangan Kiana mencegah wanita itu untuk memukulnya lagi.              “Ada apa sih? Kalau ada masalah cerita! Jangan langsung marah-marah seperti ini. Aku butuh penjelasan darimu,” ujar Drake kesal dengan suara keras dan terdengar seperti bentakan.              Hal itu membuat kedua mata wanita itu muali berkaca-kaca. “Hikskkk ... hiskkk ... kau ...” “Kau berani membentakku ... hiskkk ... hiskkk ... aku benci kamu ... kamu jahat ... kau tega membentakku ... hiskkk ... hiskkk ...” dan tak lama kemudain cairan bening itu pun terjatuh di peluk mata Kiana. Wanita itu menangis layaknya anak bayi yang sedang merengek pada ayahnya. Sesekali tangan Kiana memukul d**a bidang Drake yang ada di hadapnnya.   Tantu saja  hal itu membuat Drake merasa bersalah. Saat ini dirinya serba salah. Jika ia diam Kiana akan memarahinya dan memukul sedangkan kalau dia melawan Kiana malah menangis. Entah apa yang harus ia lakukan dengan keaadaan seperti ini.              Tak ingin melihat air mata Kiana lebih lama lagi. Lelaki itu segera memeluknya dan menepuk-nepuk punggung wanita itu berusaha untuk menenangnya. “Sudah ... sudah ... aku minta maaf, yah. Aku tak bermaksud untuk memarahimu. Aku tak marah kok. Sungguhhh ... jangan marah lagi yah ...”              Namun yang ditanya tak menjawab. Wanita itu tetap menangis dalam pelukan Drake menumpahkan segala kesedihan yang seharian ini ia alami.              “Sebenarnya ada apa sih? Aku perlu penjelasan darimu,” tanya Drake dengan suara selembut mungkin agar Kiana tak marah lagi.              “Hinkkk ... kenapa kau tidak pernah bilang jika kekuatanku ... melemah? Hinskkk ... hiskkk di mana kekuatanku yang dulu ... hiskk ... kenapa aku menjadi sangat lemah ... hiskkk?” tanya Kiana masih dengan isak tangis.              “Ahhh, ternyata masalah itu, sudah aku duga dia pasti akan marah padaku,” batin Drake.              “Seandainya kau memberitahuku dari dulu aku tidak akan semalu ini...  hiskkk ...hiskkk .. semua siswa menertawakanku ... sudah cukup kau mengubah wajahku menjadi jeleek kekuatanku malah melemah seperti ini ... hiskkk ... hiskk ...”              “Sudah ... sudah ... aku lupa memberitahukanmu tentang masalah ini. Aku minta maaf, yah.  jangan marah lagi yahh. Kau semakin jeleek jika marah dan menangis ...” bujuk Drake.              Hampir satu jam Drake berusaha membujuk Kiana untuk tenang dan berhenti menangis. Saat ini keduanya duduk di atas ranjang saling berseblahan. Kedua mata Kiana bengkak dan sesekali wanita itu masih tersedu-sedu.              “Fiuuu ... akhirnya dia sudah tenang,” batin Drake lega.  Sesekali ia memperhatikan Kiana dari ujung matanya. Ia ingin bicara tapi sedikit ragu jika wanita itu kembali marah padanya. Jadi ia memutuskan untuk tetap diam menunggu Kiana untuk memulai pembicaraan.              Drake terus menunggu Kiana untuk bicara namun wanita tak kunjung bersuara dan tak lama kemudian sebuah kepala bersandar di bahunya. Lelaki itu tersenyum menyadari Kiana kini telah tertidur pulas di pundaknya.              “Maaf membuatmu sangat marah dan malu tadi,” ujar Drake pelas sambil mengelus kepala Kiana lembut.              “Dia sangat lucu saat tertidur,” batin lelaki itu yang merasa gemas melihat Kiana tidur. Pada akhirnya lelaki itu pun membiarkan kiana untuk tetap tidur di bahunya.              Sepuluh menit telah berlalu lelaki itu masih baik-baik saja dan masih senang Kiana tidur di bahunya.              Tiga puluh menit kemudian, tubuh Drake mulai merasakan yang namanya keram. Ia mulai merasa pegal-pegal dan merasa tidak nyaman. Walau begitu ia tetap diam dan sabar menunggu Kiana bangun.              Empat puluh menit. Wajah senang lelaki itu mulai berubah tergantikan dengan wajah kesal dan murung. “Dia tidur nyenyak sekali. Kapan dia bangun, yahh ...”             lirihnya. Seluruh tubuhnya sangat sakit. Tapi ia takut untuk bergerak sedikit pun. Ia tak ingin membangunkan Kiana dan membuat wanita itu kembali marah padanya.              Tak terasa satu jam telah berlalu dan wanita itu masih betah dengan tidur nyenyaknya. “Rasaya bahuku basah. Apa karena keringat yah,” batin Drake yang merasakan basah pada bahunya.              Hingga ia merasakan bahunya basah semakin deras. Perasaanya mulai tidak nyaman. “Ini bukan keringat. Jangan-jangan ...” lelaki itu pun berbalik menatap Kiana dengan wajah horror. Berharap apa yang ia pikirkan sekarang salah. TBC                                                                                                                                                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD