BAB 17 Ramuan Khas Kiana

1100 Words
Setelah mengantar Riki ke panti asuhan Kiana dan Drake memutuskan untuk tinggal di sebuah penginapan menggunakan sisa uanganya yang ada di kota itu sebelum memulai perjalanannya yang tidak tentu arah. Hingga sekarang Kiana tidak tahu apa yang akan ia lakukan setelah Drake pergi. Memikirkan Drake membuatnya ingat sesuatu. Ia mengeluarkan tumbuhan hijau yang sempat ia petik saat di perjalanan tadi. Ia belum memberiakan obat pada Drake. Wanita itu pun keluar dari kamarnya menuju ruangan Drake yang ada di sebelah kamarnya. Secara diam-diam wanita itu membuka pintu kayu yang kokoh itu. Ia takut membangunkan lelaki yang kini sedang tertidur di kamar itu. Kiana berjinjit saat jalan mendekati ranjang dan bernapas lega. Drake sedang tertidur pulas, inilah saatnya ia melancarkan aksinya. Sama halnya dengan apa yang ia lakukan sebelumnya. Kiana mengunyah tumbuhan hijau itu dalam mulutnya cukup lama. Membiarkan tumbuhan itu menjadi hancur dan setelah itu. “Hoek.” *** Drake kembali ke alam mimpinya. Ia mencium aroma yang sangat harum. Aroma bunga mawar seakan-akan ia berada di sebuah taman bunga. Lelaki itu membuka kedua matanya secara perlahan. Ia melihat seorang wnaita yang ada di dekatnya. “Manusia ..” lirhnya kaget. Seketika lelaki itu mencoba menjauh. Tapi, ia kembali meringis. Ia menatap punggungnya yang terdapat anak panah yang telah bercampur dengan racun. “Jangan bergerak dulu. Rasanya akan sangat sakit kalau kau bergerak dan lukamu semakin melebar.” Wanita itu kembali mendekatinya lagi. “Pergi kau manusia sialan. Kalau tidak akan aku bunuh kamu!” pekik Drake marah. Wanita itu hanya tersenyum padanya. “Kau tenang saja. aku akan pergi setelah mengobati lukamu. Luka sudah sangat parah dan membutuhan pertolongan secepatnya.” Akhirnya lelaki itu diam dan membiarkan wanita itu merawat lukanya. “Argh!” Lelaki itu memekik kesakitan saat tiba-tiba wanita itu menarik anak panah yang mencap di tubuhnya. Darah segarnya pun keluar cukup deras. Segera wanita itu meletakkan sebuah kain di lukannya untuk mencegah darahnya mengalir keluar. “Apa yang kau la ... kukan,” kata Drake lemah. Luka di punggunganya sangat menyakitkan membuatnya kesulitan untuk berbicara. “Maafkan aku. aku harus melepas panah ini untuk memberimu obat.” Lelaki itu pun diam saja dan berusaha menahan sakit di punggungnya. Dari ujung matanya Drake memperhatikan apa yang di lakukan wanita itu. wanita itu mengambil beberapa tanaman hijau yang ada di sekitar mereka dan memasukkannya kedalam mulutnya. “Sepertinya wanita itu sangat kelaparan hingga rumput saja ia makan,” batin Drake tapi ia tidak perduli ia hanya memperhatikan wanita itu tengan makan tumbuhan hijau. Lama wanita itu mengunyah tumbuhan hijau itu. lalu tiba-tiba saja . “Hoek.” Wanita itu memuntahkan apa yang ia makan tadi di luka Drake sehingga mengundang pekikan keras dari lelaki tersebut. “Apa yang kau lakukan? Sangat menjijikkan ...”Rasanya Drake akan ikut muntah saat merasahan dingin pada punggungnya. Tumbuhan hijau itu bercampur dengan air liru wanita itu sungguh menjijikkan. “Tenang saja. ini adalah obat ...” kata wanita itu dan di selingin ketawa hingga memperlihatkan giginya. “Kau bilang ini obat? Itu adalah muntahanmu bukan obat dasar wanita menjijikkan ...”ujar lelaki itu memakinya. “Cepat singkirkan ramuan menjijikkanmu ini.” Merasa kesal dengan makian Drake. Seketika wanita itu menindih dan menepuk-nepuk luka di tubuh Drake sehingga tercipta erangan kesakitan pada lelaki itu dan memohon ampun. “Aku mohon ampuni aku ...” lirihnya. Wanita itu pun tersenyum dan melepasnya. Setelah megobati Drake. Wanita itu pun berbaring di samping Drake. Obat yang di berikan wanita itu mulai beraksi terbukti dengan kedua mata Drake mulai berat. Pandangannya mulai kabur dan akhirnya lelaki itu pun tertidur pulas. Setelah beberapa jam tertidur. Akhirnya lelaki itu pun bangun. Saat itu juga ia mendapati wanita yang menolongnya itu tengah tertidur pulas di sampingnya. Lelaki itu mencoba menggerpakkan tubuhnya. “Ramuannya betul-betul ampuh,” batin Drake. Gerakan lelaki itu membuat wanita itu terusik dan akhirnya bangun. Ia menatap Drake. “Bagaimana dengan lukamu? Apa sudah baikan?” tanyanya sambil mengucek kedua matanya. “Terima kasih telah menolongku,” kata lelaki itu. Keduanya kembali terdiam. drake menatap wajah wanita itu dan sejenak ia terpesona dengan kecantikannya. Tapi ia menepis pikiran itu jauh-jauh. Ia tidak boleh jatuh cinta dengan manusia. Manusia adalah musuhnya. “Ngomong-ngomong siapa namamu? “Perkenalkan Namaku Daisy.” Wanita itu mengulurkan tangannya di hadapan Drake. lelaki itu pun tersenyum dan menjabat tangan wanita itu. “Namaku Drake.” *** Drake membuka kedua matanya dan mendudukkan dirinya. Akhir-akhirn ini ia selalu memimpikan Daisy sejak ia bertemu dengan Kiana. Lelaki itu akan mengacak rambutnya saat ia merasakan hawa dingin dan berlendir di pergelangan tangannya. Perasaannya mulai tidak enak dan secar perlahan menatap tangannya dan....”Kiana” suara lelaki itu pun menggema di sekitar penginapan tempat mereka menginap sementara. **** Esok harinya, Drake ngambek dan tidak ingin berbicara dengan Kiana. Lelaki itu sangat marah saat lagi-lagi wanita itu memuntahkan tumbuhan hijau itu di tubuhnya tanpa sepengetahuannya. “Bisakah kau berhenti marah?” tanya Kiana. “Kau pikir aku tidak akan marah setelah apa yang lakukan padaku?” “Itu karena aku ingin mengobatimu.” “Kau hanya memuntahkan isi perutmu di tubuhnku.” Merasa kesal dengan jawaban Drake. Wanita itu pun balik marah dan ngambek. Wanita itu meninggalkan lelaki itu dan mempercepat langkahnya. “Tunggu aku!” teriak Drake. Saat wanita itu berjalan cepat dan meninggalkannya. Tapi wanita itu masih tidak perduli dan masih berjalan cepat. Drake menghela napas. “Sepertinya dia marah,” batinnya. *** Di sebuah ruangan yang luas. Seorang lelaki tanpan kini duduk di singgah sananya dengan salah satu tangannya memegang gelas yang berisi darah segar. Tiba-tiba saja seorang lelaki masuk secara terburu-buru dan berlutu di hadapnnya. “Ada apa, Tuan?” “Di mana Renald?” tanya lelaki itu mengintimidasi. “Itu ...” lelaki itu tak mampu menjawab pertanyaan tuannya. “Itu apa cepat katakan? Bukankah dari kemarin kalian berdua ku perintahkan untuk mengawasi seseorang? Dan kenapa aku tak pernah melihat Renald? “ “Ampun, Tuan. Itu ... “ “Renald sudah meninggal Tuan ...” ujar lelaki itu takut. “Apa!” Lelaki tanpan itu pun melempar gelas kaca yang berisi darah itu ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Saat itulah lelaki yang ada di hadapannya semakin takut dan gemetar. “Ampun, Tuan...” lirihnya. “Kenapa dia bisa mati dan kau masih hidup?” “Saat itu Renald bersikeras ingin membawa anak keturunan terakir itu tanpa perduli Drake si manusia naga itu bersama wanita itu. Sehingga aku hanya membiarkannya saja dan pada akhirnya dia ketahuan dan akhirnya di bunuh oleh Drake.” jelas lelaki itu panjang lebar. “Drake ...” lelaki itu pun mengepalkan kedua tangannya. Lagi-lagi Drake menghalangi rencananya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD