BAB 32 Latihan Penyembuh Yang Terakhir

1119 Words
Tak terasa malam pun tiba, Kiana masih saja bengong setelah insident tadi siang saat ia tak bisa menyelamatkan burung dengan kekuatannya. Wanita itu tak menangis lagi, tapi ia masih setia memikirkan burung tersebut. Drake hanya memperhatikannya, ia sudah tahu jika Kiana pasti tak akan bisa menyelamatkan burung itu. Dia hanya ingin menunjukkan pada Kiana bahwa semua makhluk hidup pasti akan mati. Karena di masa depan wanita itu akan melihat hal yang lebih mengerikan dari ini. Walau begitu Drake tetap berharap jika tragedy itu tak akan terjadi. Lelaki itu pun membaringkan tubuhnya membelakangi Kiana yang masih bengong menatap api unggun di hadapannya. “Sepertinya kejadian ini akan membuat wanita itu jera dan tak ingin menggunakan sihir lagi,” batin Drake sebelum akhirnya ia tertidur pulas. *** Esok harinya, pemikiran lelaki itu terbantahkan saat Kiana bangun pagi-pagi berolahraga bersiap-siap untuk belajar sihir penyembuh. Ternyata dugaannya salah. Kejadian kemarim malah membuat Kiana semakin bersemangat untuk belajar lebih giat. Dan di sinilah mereka berdua behadapan langsung. “Apa kau yakin masih ingin belajar ilmu sihir?” tanya lelaki itu memastikan. Kiana mengangguk. “Aku tahu, aku masih lemah dan masih belum bisa menyelamatkan burung itu. Tapi, aku tak bisa menyerah begitu saja. Jika aku menyerah maka selamanya aku tak akan bisa menyelamatkan siapa pun di masa depan ....” “Aku yakin jika aku belajar lebih keras lagi, maka aku pasti bisa melakukannya.” Drake tersenyum mendengar jawaban dari Kiana. Tangan kanannya terulur mengelus rambut wanita itu lembut. “Aku suka jawabanmu.” Wanita itu pun membalasnya dengan senyuman. Sekali lagi, Drake manangkap seekor burung dan melukainya dengan sengaja sebagai bahan untuk pembelajaran Kiana. Setelah itu lelaki itu meninggalkan Kiana untuk mencari makan seperti biasa sedangkan wanita itu berusaha keras untuk menyelamatkan burung itu. Hampir dua jam lamanya Drake pergi dan akhirnya lelaki itu kembali dengan bahan makanan yang banyak. Tapi, wanita itu masih belum bisa menyelamatkan burung itu. “Ayo makan dulu. Nanti setelah makan baru lanjut latihan,” kata Drake menasehati. Ia tak ingin Kiana sakit karena terlalu fokus belajar dan mengabaikan kesehatannya. “Nanti saja. Aku harus menyelamatkannya segera. Aku tak ingin membuang waktu,” Kata Kiana pelan tanpa melihat Drake sedikit pun. Lelaki itu pun menyandarkan tubuhnya di pohon memperhatikan Kiana yang sibuk merapal mantra. Hingga akhirnya, sebuah pekikan keras tercipta di bibir wanita itu saat burung yang terluka itu sudah bergerak menandakan ia berhasil. “Lihat! Aku berhasil!” Kiana mendekati Drake dan memperlihatkan burung yang telah ia sembuhkan di tangannya. “Kerja bagus. Untuk latihan ini kau di nyatakan lolos.” “Hore!” pekik Kiana senang sambil melompat-lompat. Keduanya pun makan bersama. “Setelah ini kita turun ke kota yuk? Dengan kekuatanku ini aku bisa menyelamatkan banyak orang lalu kita meminta imbalan untuk memenuhi kebutuhan kita. Jadi kita tak perlu lagi terlunta-lunta di hutan.” Kata wanita itu masih dengan mengunyah buah-buahan yang Drake petik. “Maafkan aku. Tapi, sepertinya kau masih belum bisa turun ke kota. Kau masih harus belajar banyak lagi.” “Tapi kan aku sudah menyelamatkan burung itu. Itu artinya manusia pun aku pasti bisa.” “Jangan terlalu percaya diri sekali. Besok kau masih harus latihan.” Kiana pun menghela napas kecewa ia kira mereka bisa ke kota dengan cepat. Tapi ternyata ia salah ia masih harus banyak belajar lagi. “Baiklah,” jawab wanita pasrah. *** Esok harinya Kiana bangun pagi seperti biasa dan saat wanita itu membuka mata ia tak menemukan Drake di sekitaranya. “Guru! Kau di mana!” pekik wanita itu dengan suara keras mencari Drake yang kini berstatus sebagai gurunya. “Dia ke mana sih ...” lirih wanita itu sambil bersandar pada pohon setelah beberapa menit mengelilingi sekitarnya mencari Drake. Tapi, ia tak menemukan lelaki itu. Kiana masih setia menunggu Drake hingga matahari semakin tinggi dan panasnya semakin menyengat. Saat itulah Drake telah kembali entah ia dari mana. “Kau dari mana saja? Dari tadi aku mencarimu,” ketus Kiana saat Drake menghampirinya. “Maaf. Tadi aku mencari sesuatu.” “Kau mencari apa?” “Aku mencari ini,” kata lelaki itu sambil memperlihatkan tumbuhan hijau di hadapan Kiana. “Ini kan racun mematikan. Untuk apa kau mencari racun!” pekik Kiana kaget. Lelaki itu sekilas tersenyum lalu memakan racun itu secara tiba-tiba. “Apa yang kau lakukan? Kau ingin mati!” pekik wanita itu panik. “Ini adalah latihanmu selanjutnya. Kau harus menyalamatkanku. Jika tidak maka aku akan meninggal selama ... arkhh,” perkataan Drake terhenti saat tiba-tiba ia mulai merasakan racun itu menjalar di tubuhnya. Tubuh lelaki itu semakin melemah, ia hampir saja jatuh tapi untungnya ada Kiana dengan singgap membantunya untuk berbaring. Kedua mata wanita itu mulai berkaca-kaca saking takutnya. Drake adalah lelaki yang selalu membantunya, menemaninya dan menjaganya. Tapi, sekarang lelaki itu terbaring lemah karena memkana racun mematikan hanya untuk latihannya. “Kenapa kau lakukan ini padaku ...” lelaki itu berusaha tersenyum walau tubuhnya terasa sangat panas dan sakit. “Ini demi kebaikanmu. Aku yakin kau ... pasti bisa ...” dan saat itu lah pandangan lelaki itu semakin mengelap dan akhirnya tak sadarkan diri. “Guru!” pekik Kiana seketika. Tubuhnya gemetar seketika. Dengan bercucuran air mata wanita itu mengucap mantra sihir penyembuh. Tapi ia mendapakan hasil yang nihil. Ia bahkan tak bisa mengeluarkan cahaya putih yang selalu mengelilingi tubuhnya saat mengucap mantra. “Aku mohon ... sembuhlah ...” lirih Kiana. Hari mulai sore dan wanita itu masih setia mengucap mantra penyemmbuh itu berulang-ulang. Tapi, hasilnya tetap sama. Ia masih belum bisa. Kiana semakin panik saat tubuh lelaki itu mulai mengitam saat racun yang ia makan tadi mulai menjalar di dalam tubuh lelaki itu. Tak hanya itu keringat dingin menghiasi tubuhnya dan suhu tubuhnya sangat dingin layaknya sebongkah es. “Guru ... aku mohon bangunlah .... maafkan aku ... aku tak tahu kenapa sihirku tak beraksi ...” Pikiran negatif mulai mengerubuni pikirannya. Ia takut lelaki yang selalu berada di sisinya dan yang selalu menolongnnya meninggal karena kesalahannya. Hingga malam tiba, Kiana masih belum bisa menyelamatkan Drake. Tiba-tiba lelaki itu memuntahkan darah segar membuat Kiana semakin panik. Wanita itu meletakkan kepalanya di d**a Drake untuk mengecek detak jantungnya lalu beralih memegangi tangan kanan lelaki itu untuk memeriksa nadinya. Saat itu lah jantungnya mendadak berdetak kencang saking takutnya kehilangan. Ia telah kehilangan neneknya dan sekarang satu-satunya lelaki yang selama ini ada di sininya kini sekarat. “Jantungnya melemah dan nadinya juga semakin lemah ... apa yang harus aku lakukan ...” “Nenek bantu aku ... jangan ambil dia ... aku tak ingin sendiri ...” Sekali lagi wanita itu mengucap mantra berulang ulang. Hingga menjelang pagi. Wanita itu masih belum bisa menyelamatkan Drake hingga akhirnya detak jantung lelaki itu pun seketika berhenti saat matahari mulai menampakkan cahayanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD