BAB 31 Larihan Sihir Dimulai

1238 Words
“Fokuskan pikiranmu dan rasakan angin berhembus menerpa wajahmu lalu ucapkan matra yang ada pada buku sihir itu.” Kiana menatap dalam-dalam buku sihir yang ia pegang dengan tangan kananya. Lalu menbaca tinta berwarna emas yang ada pada buku tersebut. “O Cealum Et Terra. O Salutaris Et Salutis Auctor. Sana Quod Volo. (Wahai langit dan bumi, wahai penyembuh dan pemberi kesehatan, sembuhkanlah yang aku hendaki). Sejenak keluar cahaya putih saat wanita itu membaca mantar. Namun, selasai membaca mantra itu cahaya pun redup dan menghilang. “Tidak ada yang terjadi apa-apa,” kata wanita itu pada lelaki yang kini berstatus sebagai gurunya. “Apa kau merasakan ada hawa hangat saat kau membaca mantra?” tanya Drake. Kiana berpikir sejenak lalu menggelengkan kepalanya. "Aku tidak merasakan apa-apa.” “Coba ulangi lagi. Kau harus lebih fokus jangan memikirkan lainnya.” Kiana mengangguk. “Baiklah.” Sekali lagi wanita itu membaca mantra yang ada pada buku sihir itu, tapi tak ada yang terjadi. “Mungkin lebih baik menghapalkan mantra ini. Dengan begitu kau bisa lebih fokus dalam menggunakannya.” Wanita itu pun fokus menghapal mantra yang ada dalam buku sihir itu yang hanya satu baris itu. Sedangkan Drake meninggalkan wanita itu untuk mencari makanan. Karena mereka telah latihan berjam-jam dan keduanya belum makan apa pun sejak bangun. Dua menit wanita itu membaca mantara tersebut berulang-ulang dan tulisan itu mulai ia hapal sepenuhnya. Kiana menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya pelan berusaha untuk menyamankan tubuhnya. Memusatkan pikirannya hanya satu tujuan. Setelah itu menutup kedua matanya dan mengucap mantra sihir penyembuh itu. “O Cealum Et Terra. O Salutaris Et Salutis Auctor. Sana Quod Volo. (Wahai langit dan bumi, wahai penyembuh dan pemberi kesehatan, sembuhkanlah yang aku hendaki). Dan saat itu lah wanita itu merasakan tubuhnya merasakan angin yang berhembus di sekitarnya dan tubuhnya terasa hangat saat cahaya putih mulai menyerlimutinya. Kiana pun membuka kedua matanya dan masih memusatkan pikrannya pada udara di sekitarnya. Saat itu lah ia melihat tubuhnya bercahaya putih. “Aku berhasil,” batinnya. Kiana pun tersenyum senang dan seketika cahaya putih itu menghilang. Sekali lagi wanita itu mengulang latihannya dan wanita itu benar-benar telah menguasai pembelajaran pertama. Tak lama kemdidan Drake kembali dengan membawa buah-buahan yang banyak. Segera wanita itu menghampirinya dengan wajah ceria. “Aku sudah mengusainya! Aku sudah bisa menggunakan mantra sihir penyembuh!” pekik Wnaita itu senang. “Masa sih. Aku tidak percaya,” gumam Drake. Karena, belajar ilmu sihir tidaklah mudah dan itu membutuhkan waktu yang lama. “Kau tidak percaya?” tanya Kiana dan lelaki itu menganggu. Wanita itu pun mengembungkan pipinya kesal karena lelaki yang ada di hadapannya tidak percaya dengan perkataanya. “Kalau begitu aku tunjukkan hasil latihanku selama kau pergi tadi.” Wanita itu pun menutup kedua matanya memusatkan pikirannya pada satu hal lalu mengucapkan mantra sihir penyembuh. Dan seketika tubuh wanita itu pun di terangi cahaya putih yang sangat tebal. Kiana membuka kedua matanya namun masih mempertahankan cahaya putih itu agar tetap menyelimuti tubuhnya. “Benarkan! Aku tidak bohong. Lihat aku sudah bisa.” “Tak heran kekuatan Kiana telah muncul walau belum waktunya. Wanita ini punya bakat sihir yang sangat hebat dan bisa di pastikan lebih hebat dari para penyihir yang ada di dunia ini,” batinnya. “Drake! Bagaimana? Apa kau sudah percaya!” pekik wanita itu pada Drake karena lelaki itu hanya diam menatapnya. “Iya ... iya. Kali ini kau sudah berhasil dan lulus pada pelajaran pertama.” Cahaya putih itu pun menghilang saat wanita itu kembali memekik kesenangan. “Hore! Aku sudah bisa sihir!” Kiana melompat-lompat kegirangan saking bahagianya. “Sudah ... sudah. Pelajaranmu masih panjang. Ini masih awal. Sebaiknya kau makan dulu setelah itu lanjut pembelajaran kedua.” Kiana pun makan sangat lahap di hadapan Drake. Wanita itu sudah tak sabar untuk belajar sihir lagi. Sejenak Drake menegur wanita itu karena makan terlalu terburu-buru. Lelaki itu mengatakan untuk jangat makan dengan cepat nanti tersedak. Lagian mereka punya banyak waktu untuk latihan sihir. Setelah makan bersama, Kiana pun kembali melanjutkan pembelajarannya. “Sekarang kau sudah bisa mengeluarkan kekutanmu. Pembelajan ke dua, kau harus menyembuhkan sesuatu.” “Aku harus menyembuhkan apa?” Lelaki itu berpikri sejenak. Lalu ia menegadah menatap langit. Lelaki itu melihat banyak burung yang terbang di atas besama dengan sekawannya. Kedua mata lelaki itu bercahaya sejenak saat salah satu burung jatuh ke arah mereka. Segera Drake menangkap burung tersebut. “Itu untuk apa?” “Ini untuk latihan keduamu,” kata lelaki itu dan dalam hitungan detik lelaki itu mengiris tubuh burung itu hingga keluar darah. “Apa yang kau lakukan!” pekik Kiana marah. “Sekarang saatnya kau menyembuhkan burung ini.” “Tapi ...” “Jangan ragu. Jika kau ragu, kau tidak akan pernah bisa. Tapi kalau kau yakin apa yang mustahil bisa terwujud.” Lelaki itu menyodorkan burung itu pada Kiana. “Kalau begitu aku pergi tidur yah. Kau hanya perlu fokus untuk menyelamatkan burung ini. Jika kau gagal maka burung ini akan mati dan ini semua salahmu karena tidak bisa menyelamatkannya.” Kiana mengambil burung yang kesulitan bertahan hidup itu dengan perasaan cemas. “Apa kah aku bisa menyelamatkannya? Bagaimana jika burung ini mati,” batin wanita itu. Drake menepuk punggung Kiana dan tersenyum sejenak. “GOOD LUCK.” Setelah itu Drake mencari tempat yang nyaman untuk tidur. Wanita itu meletakkan burung yang sekarat itu di tanah. keringat dingin menghiasinya saat itu juga. perasaanya bercampur aduk. Kiana menutup kedua matanya sambil kedua tangannya mengarah pada burung itu. “O Cealum Et Terra. O Salutaris Et Salutis Auctor. Sana Quod Volo.” Setelah mengucapkan mantra sihir penyembuh itu Kiana membuka mantanya dan ia semakin cemas saat tidak ada cahaya putih yang muncul. Sekali lagi wanita itu mengucapkan mantra berusaha fokus untuk menyembuhkan burung itu. Tapi ia kembali menelan kekecewaan. Ia tidak bisa. “Ayolah ... aku mohon selamatkan burung ini ...” lirih Kiana. Sejenak Drake membuka matanya melirik Kiana yang sedang berusaha menyelamatkan burung yang sekarat itu. Lalu kembali tidur. Hampir dua jam wanita itu berusaha menyelamatkan burung sekarat itu. Tapi hasilnya nihil. Kedua matanya berkaca-kaca dan keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. Tangannya memegang burung tersebut. Jantungnya berdetak kencang kala ia merasaka tubuh burung itu tak bergerak lagi. Tak hanya itu tubuhnya mulai kaku. Dan bisa di pastikan burung itu telah mati dan itu semua salahnya karena tak bisa menyelamatkannya. Butiran-butiran bening itu pun membanjiri wajahnya membentuk aliran sungai kecil. Ia sangat bersalah. “Maafkan Aku ... Maafkan aku. Aku tidak bisa menolongmu ...” lirihnya. Kiana mengambil burung itu mengendongnya. Lalu melangkah mendekati Drake yang masih betah dengan tidur nyenyaknya. “Drake ...” lirihnya. Namun tak ada jawaban. Wanita itu menggoyang-goyangkan tubuh lelaki itu. “Drake ...” Lirih Kianadengan isak tangis setia terdengar dari mulutnya. Akhirnya lelaki itu pun membuka kedua matanya. Lelaki itu sempat kaget melihat wajah Kiana yang begitu dekat dengannya sambil bercucuran air mata. “Sepertinya dia gagal,” batinnya. “Aku tak bisa menyelamatkannya ... dia mati karena aku ...” adu Kiana pada Drake saat lelaki itu membuka kedua matanya. Drake pun mendudukkan tubuhnya. Ia menghela napas, ia tahu tak semudah itu menguasai mantra sihir. Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa ke tingkat yang lebih ahli. Drake pun memeluk Kiana dan salah satu tangannya menepuk-nepuk punggungnya berusaha menenangkannya. “Sudah ... tidak usah menangis lagi. Di mana-mana semua yang bernyawa pasti akan mati. Tak ada yang bisa hidup abadi. Jika sudah waktunya maka mereka akan mati.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD