BAB 4 Aku Selalu Di Sini

1158 Words
Kiana terbangun dengan cepat saat hidungnya sakit. Saat membuka mata, ia tak menemukan apa pun. Sakit di hidungnya seakan ada seseorang yang mencubitnya dengan cukup keras, akan tetapi tak ada satu orang pun di sampingnya. Wanita itu mengelus-elus hidungnya yang memerah, sedangkan Drake yang sedari tadi memperhatikan Kiana di atas pohon tersenyum-senyum menatap wajah polos Kiana. Bunyi perutnya menyadarkan wanita itu bahwa ia harus bergegas mencari makan untuk bertahan hidup di hutan. Akhirnya wanita itu turun ke sungai untuk menangkap ikan. Kiana dapat menangkap ikan dengan mudah, mengingat ia telah hidup di hutan cukup lama bersama neneknya dulu, jadi ia sudah terbiasa menangkap ikan. Pakaiannya yang wanita itu pakai basah, sehingga memperlihatkan lekukan tubuhnya. Drake yang memperhatikannya sejak tadi, seketika memalingkan wajahnya yang memerah. “Gadis itu tak tahu malu,” batin Drake sambil menyilangkan kedua tangannya di d**a dengan wajah cemberut sebal. Setelah menangkap ikan cukup banyak, Kiana kembali ketempatnya. Ia menyalakan api unggun yang beberapa jam yang lalu mati karena kehabisan kayu. Wanita itu mengigil kedinginan. Ia tak punya pakaian. Satu-satunya yang punya hanyalah pakaian yang ia pakai sekarang. “Menyusahkan saja,” kata Drake kesal saat menyadari wanita itu mengigil kedinginan. Akhirnya ia kembali ke wujud naga kecilnya terbang meninggalkan Kiana untuk mencarikan wanita itu pakaian. Drake kembali ke rumah kecil Kiana untuk mencari pakaian, berharap beberapa pakaian wanita itu masih bisa diselamatkan. Namun, ia harus menelan kekecewaanya saat tak menemukan pakaian yang layak dipakai. Rumah, pakaian dan perabotan telah hangus terbakar tak bisa lagi di selamatkan. “Aku cari pakaian di mana?” Drake terbang mengelilingi hutan untuk mencari pakaian, namun sampai sekarang ia tak menemukannya. Drake bingung untuk mencari ke mana. Ia juga tak bisa ke kota. Karena, jika seseorang melihatnya akan terjadi kericuhan. Selama dua jam lelaki itu mengelilingi hutan hingga sebuah suara menarik perhatiannya. “TOLONG!” Seorang wanita dengan pakaian mewah sedang mengendong seorang bayi dan seorang lelaki yang berpakaian layaknya seorang pelayan tengah berlari dengan tertatih. Beberapa orang tengah mengejarnya dengan membawa pedang. Drake hanya memperhatikan mereka di atas pohon tampa ingin membantu. “Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya sang pelayang saat wanita yang berpakaian mewah itu tersandung kayu, hingga membuatnya terjatuh. Ia semakin ketakutan saat beberapa orang yang mengejarnya kini berada tepat di belakannya sambil tertawa meremehkan. “Nona, cepatlah lari, biar saya yang mengahadangnya,” kata sang pelayan sambil mengeluarkan pedang dan mengambil posisi siap bertarung. “Sebaiknya kalian menyerah saja dan serahkan semua barang-barang yang kalian bawa termasuk bayi yang kau gendong itu,” kata salah satu pengejar yang merupakan ketua perampok. “Cepat pergi, Nona!” bentak pelayan itu. Wanita itu akhirnya berdiri dan melangkah meninggalkan pelayannya. Namun baru beberapa langkah, erangan kesakitan menghentikan langkahnya. Wanita itu berbalik dan bola matanya membulat menatap pelayan setianya telah di tebas dengan cukup mudah oleh para perampok. Wanita itu semakin ketakutan, kedua kakinya lemas tak bertenaga hingga akhirnya ia terjatuh dengan air mata yang mengaliri wajahnya. “Kumohon jangan bunuh aku dan anakku.” Mendengar wanita itu memohon membuat para perampok itu tertawa terbahak-bahak. Ketua perampok preman itu melangkah maju dan menampar wanita itu. Setelah itu memberi isyarat pada teman-temannya untuk mengambil bayi yang ada dalam gendongan wanita itu.Wanita itu meronta histeris saat perampok itu berusaha mengambil anaknya. “Dengan adanya anakmu ini kami bisa membeli apa pun yang kami inginkan,” kata ketua perampok melangkah meninggalkan wanita itu. Namun baru tiga langkah sebuah tangan mencegah kakinya. Wanita itu menarik kaki ketua perampok itu cukup kencang dan hampir membuatnya terjatuh. Ketua perampok itu menatap wanita itu kesal. Ia menyeringai sebelum menendang kepala wanita itu cukup keras hingga membuat pelepisnya mengeluarkan darah. Drake yang sedari tadi menyaksikan kejadian itu dari atas pohon akhirnya ia mengubah wujudnya menjadi laki-laki dan tak lupa pula ia memakai celananya terlebih dahulu sebelum keluar dari persembunyiannya. Ia melangkah mendekati wanita itu dan para perampok dengan wajah dingin. “Kalian para perampok berengsek sebaiknya cepat pergi dari sini sebelum menyesal,” kata Drake dingin. Namun para perampok itu hanya tertawa mendengar perkataan Drake. “Aku peringatkan sekali lagi. Cepat pergi dari sini atau kalian ingin mati di tanganku!” bentak Drake, akan tetapi, para perampok itu masih tertawa-terbahak mengejeknya. Drake mengepalkan kedua tangannya, darahnya seakan mendidih mendengar ejekan para perampok di hadapannya. “Kau piki-“ belum sempat ketua perampok itu menyelesaikan ucapannya. Drake dengan kecepatan kilat membunuh para perampok itu dengan keji tanpa ampun hingga darah mengenai wajahnya yang terlihat dingin sekaligus tampan. Menyaksikan p*********n tragis di hadapannya membuat wanita itu gemetar ketakutan. Drake mengambil bayi yang ada di genggaman ketua perampok yang kini telah menjadi mayat dengan dingin. Ia melangkah mendekati wanita itu. Ia ulurkan bayi itu di hadapan wanita yang ada di hadapannya. Dengan tangan gemetar wanita itu mengambil bayinya. Drake melangkahkan kakinya meninggalkan wanita itu. “Terima kasih,” kata wanita itu menghentikan langkah Drake. Lelaki itu menoleh menatap wanita itu. “Apa kau bisa pulang sendiri?” tanya Drake dan wanita itu hanya menggelengkan kepala pelan. “Bisakah kau mengantarku pulang?” tanya wanita itu. “Baiklah,” kata Drake. Akhirnya lelaki itu mengantar wanita itu pulang kerumahnya yang ada di sebuah desa kecil yang ada di luar hutan. Drake kembali ke hutan dengan gembira. Tak di sangka wanita yang ia selamatkan adalah anak kepala desa dan demi membalas budi. Wanita itu memberinya uang, pakaian dan makanan. Lelaki itu menegok kesegala arah untuk memastikan bahwa tak ada orang. Setelah itu ia berubah menjadi naga dan kembali ketempat Kiana. Saat tiba di tempat Kiana. Lelaki itu tersenyum menyeringai sebelum melempar semua hadiah pemberian anak kepala desa di wajah Kiana yang tengah tidur siang yang beralaskan daun. Kiana terbangun sejenak sebelum kembali tertidur. Tiga puluh menit telah berlalu. Tapi, wanita itu tak kunjung bangun. Drake menatap Kiana cemas dari atas pohon. Wajah Kiana terlihat pucat dan kedingianan. Akhirnya lelaki itu turun dan memeriksa keadaan Kiana. Drake mengecek suhu badan wanita itu dengan tangannya dan wajahnya menyiratkan kekhwatiran yang mendalam saat tubuh Kiana sangat panas. Lelaki itu membongkar semua pemberian dari anak kepala desan, mencari sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh Kiana. Tangannya menggapai beberapa baju dan menaruhnya di atas tubuh Kiana. “Semoga ini bisa menghangatkanmu,” kata Drake pelan. “Nek ... jangan pergi ...” lirih Kiana dalam tidurnya. Wanita itu meneteskan air mata tanpa ia sadari. Drake mengenggam tangan Kiana dengan tangan kanannya untuk memberikan kehangatan. “Aku tidak akan pergi,” kata Drake lembut sambil tangan kirinya mengelus kepala Kiana. Kedua mata wanita itu terbuka, ia menatap Drake dalam. Namun yang di lihat Kiana adalah wajah neneknya yang telah meninggal. “Aku merindukanmu, Nek ...” lirih wanita itu menatap Drake. “Aku tak ke mana-mana, aku selalu ada di sini,” kata Drake menengkan Kiana. “Bisakah nenek memelukku? Aku sangat kedinginan,” lirih Kiana menatap Drake. Lelaki itu tersenyum sebelum memperbaiki posisnya, menjadikan tangannya sebagai batal untuk Kiana. Ia peluk tubuh wanita itu untuk memberikan kehangatan. Tak lama kemudian Kiana tertidur pulas dalam pelukan Drake.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD