3. Masalah yang Datang

1283 Words
Sena masih bergeming, tidak juga menunjukan reaksinya meski Alle sudah berusaha meyakinkannya dengan pernyataan sepanjang itu. “Hei, lo denger, kan? Gue bilang gue akan pura-pura nggak lihat apa yang lo sama partner lo tadi lakuin! Jadi lepasin gue sebelum orang lain lihat ini dan malah makin buat rumit semuanya!” Gertak Alle tak sabar, menunjukan rauh marah dan sedikit mendorong tubuh Sena agar menjauh darinya. Tapi pada akhirnya Sena melangkah mundur, melepaskan cengraman tangannya di pergelangan tangan Alle, hal itu jelas sekaligus menciptakan jarak yang wajar di antara mereka. “Lo janji—” “Ya, ya. Gue janji, oke? Bisa minggir lebih jauh? Dengan begitu gue janji kalau nggak akan bocorin apapun dan nggak akan bicarain apapun soal ini sama siapapun. Kalau memang sampai bocor, gue akan ikut tanggung jawab. Puas? Itu kan yang lo mau? Apa itu cukup?” Sena memang tidak terlihat puas, tapi setidaknya itu lumaya cukup untuk membuat hatinya sedikit merasa terjamin. “Oke, gue pegang janji lo.” Sena lantas memberikan ruang lebih lebar untuk Alle agar wanita itu bisa leluasa melangkah. “Silakan. Tapi seperti yang lo bilang. Kalau sampai hal ini bocor, keluar, terendus media atau apapun itu. Lo akan ikut bertanggungjawab dengan apapun konsekuensinya.” Ada apa dengan pria ini? Kenapa tidak bisa percaya sekali pada Alle sih? Dan kenapa pula jadi Alle yang harus diancam di sini? Padahal jelas-jelas dia yang salah, kan? Alle memutar matanya malas. Yah, toh dia sama sekali tidak berniat dan tidak berminat untuk membicarakan masalah ini pada siapapun. Untuk apa pula? Alle bukan orang yang suka bergosip atau menyebar gossip. Jadi tidak mungkin hal ini akan menyebar kalau itu dari mulutnya. Pada akhirnya Alle hanya mengangguk pasti untuk meyakinkan pria itu, dan tanpa bicara, hanya dengan isyarat tangan, tubuh dan mata Alle benar-benar izin pergi dengan cara paling sarkas yang ia bisa. Rasanya kata-kata tidak lagi cukup untuk menunjukan betapa kesal dirinya saat ini, hingga dengan cara seperti itulah Alle bisa pergi dengan “kesan” yang lebih tenang. “Hah! Nyebelin banget sih tuh orang! Kenapa pula gue setuju dia yang bintangin film tulisan gue. Tahu kalau orangnya penuh sensasi, masih aja—padahal jelas masih banyak aktor berbakat lain yang pasti juga cocok buat jadi sosok peran itu.” Gerutu Alle setelah mencapai mobilnya. Wanita itu melemparkan kepalanya ke sandaran kursi mobilnya kesal, dipikir seperti apapun Alle tidak mengerti kenapa seolah dirinya yang justru salah di sini? Padahal apa yang Alle katakan tadi semuanya benar, kan? Jangan melakukannya di tempat umum kalau memang tidak ingin orang lain melihatnya dan menjadikan hal ini berita empuk untuk dikonsumsi publik! Benar-benar tidak bisa dipercaya. Bukan hanya sembrono, dalam situasi itu saja pria itu masih bisa-bisanya memperingatkannya dan membuat Alle mengeluarkan janji omong kosong itu?! “Ck, kenapa pula tadi lo jadi janji macem itu sih, Al?! Nyebalin, orang itu bener-bener nyebalin! Kenapa mereka yang buat salah jadi gue yang harus nanggung konsekuensinya?!” Ketika memikirkannya lagi, Alle baru sadar bahwa dirinya membuat kesalahan dalam hal ini, kesalahan yang seharusnya tidak dirinya lakukan. Kesalahan yang tidak perlu. “Huh… Well nggak akan ada yang terjadi juga selama gue tutup mulut, kan? Jadi gue nggak perlu berurusan sama orang satu itu lagi. Jangan khawatir, Al. Lo nggak perlu khawatir.” Gumam Alle, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Wanita itu kemudian sadar bahwa dirinya belum mengabari Raisa. Itu kenapa Alle langsung merogoh tasnya dan mengambil ponselnya dari dalam sana. “Aku pulang duluan, Sa.” Ketik Alle pada pesan singkat yang langsung ia kirimkan ke asistennya itu. Setelahnya Alle melemparkan ponselnya sembarang, wanita itu menyalakan mesin mobilnya. Bergegas pergi dari sana sebelum ia mengalami kesialan yang lain. *** “Allll!!! Alleeee...! Allesia cepet bangun! Bangun, Ibu bilang, Alle! Bangun atau Ibu siram kamu pakai air! ALLESIA!” Pintu kamar Alle digedor sejak lima menit yang lalu, tapi bukannya bangun, penghuni kamar itu justru malah semakin bergelung dibalik selimutnya. Alle melenguh, merasa terganggu, tapi sama sekali tidak menunjukan itikad baiknya untuk mengurangi rasa terganggunya itu. Dengan tenang, Alle malah menutup kedua telinganya dengan bantal—tidak, bahkan bukan hanya kedua telinganya, melainkan seluruh wajahnya Alle tutupi dengan bantal untuk meredam suara-suara yang datang dari luar sana. “Alle! Allesia! Kamu nggak dengar Ibu?!”  “Tan... Tante. Sabar, Tan. Ini semua pasti bisa dijelasin dengan baik sama Kak Alle, tapi karena Kak Alle belakangan ini memang lagi kerja keras banget dan kurang tidur, jadi tolong biarin Kak Alle istirahat dulu karena kalau Kak Alle keganggu atau kurang istirahatnya nanti Raisa yang—” “Minggir, Raisa. Jangan halangi Tante! Ini harus dibicarain sekarang, anak itu... Gimana bisa dia nggak bilang apa-apa sama Tante? Dia pikir dia lahir gitu aja? Dari pohon? Nggak ada sopan-sopannya sama orang tua sendiri sampe Tante harus  denger dari acara gosip itu!” Raisa yang berada di samping wanita paruh baya itu meringis. Dirinya tahu bahwa ini situasi yang sulit dan genting, tapi kalau situasinya seperti ini, bukan hanya Alle yang kena semprot ibunya, tapi Raisa juga akan kena semprot Alle karena alasan yang disebutkannya tadi. “Iya, Tante... Itu kenapa Raisa minta Tante tenang dulu, hm? Kita tunggu aja Kak Alle sampai bangun, ya? Please, Tante... Raisa mohon...” Pinta gadis itu memelas. Berada di posisi Raisa memang serba salah. Di satu sisi Raisa juga ingin tahu dan memang harus tahu serta mengkonfirmasi mengenai berita yang kini beredar di seluruh penjuru negeri, tapi di sisi lain gadis itu harus menjaga agar atasannya istirahat dengan tenang hingga dirinya aman dan tidak kena amukkan dari orang yang kekurangan istirahat. Maka dari itu, posisinya sulit, memang sulit. Hampir saja Nami—Ibu Alle terbujuk dengan bujuk rayu Raisa dan mulai merasa tenang, namun tepat ketika itu, bel rumahnya justru berbunyi, membuat perhatian mereka yang ada di sana teralihkan dan kini tertuju pada suara itu. “Sepertinya wartawan sudah berkumpul di luar, Bu.” Zeno, adik laki-laki Alle yang berusia 22 tahun melaporkan setelah mengintip dari jendela di ruang depan. Dan laporan itu otomatis membuat sang Ibu semakin dibuat gerang karenanya. “Ya Tuhan, ya Tuhan. Mau apa mereka ke sini? Dari mana mereka bisa tahu rumah ini? Dan apa yang mereka mau? Aku aja belum tahu dan dapat jawaban apa-apa dari anak itu, gimana bisa kasih jawaban untuk mereka?!” Nami menggerutu, bergumam pada dirinya sendiri sambil melangkah ke arah di mana Zeno berada. Raisa mengikuti di belakang masih sambil meringis, atau tambah meringis dibuatnya. Belum juga masalah satu terselesaikan, kini ia akan dihadapakan pada situasi yang lebih sulit lagi. “Lihat, lihat! Apa yang udah diperbuat anak perempuanku ya Tuhan… Sampai bikin orang-orang itu berkumpul di sini. Bukannya bawa calon suaminya dulu ke sini, kenalin sama orang tua satu-satunya yang masih ada, dia malah ngundang wartawan sebanyak ini yang entah gunanya untuk apa.” “T-tante...” Raisa menggaruk lehernya, yang sebenarnya tidak benar-benar gatal. Raisa hanya merasakan firasat buruk yang akan terjadi sebentar lagi, dan tidak seperti tadi yang masih bisa Raisa tangani, saat ini gadis itu tidak yakin bahwa dapat melakukan pencegahan lagi. “Maafkan Tante, Raisa. Tante nggak bisa nunggu lagi, Tante harus bangunin anak satu itu yang udah buat kekacauan ini.” Ucap Nami, menyingkirkan Raisa yang berusaha menghalangi langkahnya dan kembali ke kamar putrinya—kali ini dengan gedoran yang lebih kencang. “Alle! ALLESIA BANGUAN, NGGAK?! Atau Ibu minta Zeno untuk dombrak pintu kamar kamu ini! Alle bangun!” Teriak Nami murka, nampaknya wanita paruh baya itu bahkan sudah tidak peduli jika wartawan di luar sana bahkan mendengar teriakannya, biar saja mereka tahu bahwa seseorang yang sedang berusaha ingin mereka mintai keterangan saat ini masih tertidur pulas di kasurnya tanpa tahu keributan apa yang sudah diperbuatnya di luar sana. “ALLESIA MANANGAN!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD