“Lo tuh ya, Le—” Dira masih membuka mulutnya, namun tidak ada kata lanjutan yang keluar dari sana untuk beberapa detik, hingga pria itu akhirnya menghembuskan napas jengah seraya kembali bersuara. “Hah, nggak ngerti lagi gue sama lo. Sumpah.” Pria itu menggeleng heran, melempar tubuhnya ke sofa dan memilih bersandar di sana. “Apa? Menurut lo gue salah? Karena manfaatin Sena buat tujuan yang gue mau?” “Manfaatin? Well, apa itu bisa dibilang manfaatin kalau nyatanya kalian sama-sama saling memanfaatkan?” Nadya yang bersandar di buffet ruangannya dengan gelas kopi di tangan akhirnya bersuara, setelah sejak tadi mendengarkan apa yang keluar dari mulut Alle. “Nad, bukan itu intinya! Lo nggak ada kata-kata lain buat sadarin temen lo yang gila ini? Kalimat lo tadi justru seolah nggak mempersal

