Delapan bulan berlalu, satu hari sebelum Juan dihampiri Dino di kelasnya. Duduk di dalam ruangan ber-ac terdapat dua orang yang saling berhadapan. Yang satu terduduk menatap halus kepada anak murid laki-lakinya sementara yang satu duduk sambil menundukkan kepalanya. Mata anak itu hanya kosong menatap lantai dingin.
"Juan... Apa belakangan ini ada yang membebanimu?"
Yang barusan berbicara itu adalah Bu Icha, Guru Bimbingan Konseling di kelas Juan. Setelah beberapa bulan berlalu, Juan terus menerus menerima Bullying dari Dino dan teman-temannya. Dan selama delapan bulan juga ia tidak hanya menerima k*******n fisik melainkan k*******n mental yang berat. Mulai dari kehilangan teman-temannya di sekolah, kehilangan kemampuannya berbicara dengan lancar, dan nilai semua mata pelajarannya turun dengan tajam.
Satu-satunya yang masih ia miliki saat ini adalah tekad kuatnya agar tidak mengecewakan orang tuanya yang sudah menaruh harapan besar untuknya. Bagi orang tua Juan, anaknya adalah harapan mereka. Pembawa angin segar yang dapat merubah derajat hidup mereka. Dan semua itu dapat dirasakan pada pundak Juan. Ia tidak boleh menghancurkan harapan mereka. Hanya satu tahun lagi bersama dengan pembawa ketakutannya dan semuanya akan kembali seperti delapan bulan yang lalu. Begitulah pikirnya.
"Kamu dapat menganggap ibu sebagai tempat aman, kamu dapat menceritakan semua masalahmu dan kita akan mencari solusinya bersama."
Bu Icha sangat mengenal Juan karena sebelumnya memilki prestasi yang bagus secara konsisten. Ketika nilai dari anak muridnya turun drastis ditambah perubahan sikap 180° sudah cukup untuknya mengetahui bahwa ada masalah serius pada Juan. Masih menerima jawaban kosong dari Juan, Bu Icha tidak menyerah.
"Kau tahu? Ketika kalian masuk ke masa SMA kalian akan memasuki tahap perkembangan menuju remaja. Namun diantara mereka semua ada yang langsung melewati masa remaja mereka dan menjadi dewasa."
"?" Kali ini Juan mulai mengangkat kepalanya. Wajahnya yang sedari tadi tertunduk menatap kekosongan mulai melihat wajah gurunya yang masih peduli terhadapnya.
"Menjadi dewasa di tubuh sekecil itu pasti melelahkan bukan? Kami orang dewasa biasa membuang beban kami dengan bercerita. Walaupun hanya berkurang sedikit namun, entah mengapa menjadi terasa ringan. Jadi... tidak apa jika kau menceritakan masalahmu padaku."
Juan memutuskan untuk mempercayai gurunya itu, karena dia terdengar serius ingin menolong Juan. Meski terbata-bata Juan mulai menceritakan pengalaman pahitnya. Seperti yang sudah gurunya katakan barusan, meski sedikit namun beban yang terus menumpuk pada dirinya mulai berjatuhan. Dilain sisi, Bu Icha yang masih mendengarkan Juan yang berbicara sangat terkejut setelah mengetahui beberapa hal. Keterkejutannya memuncak saat melihat beberapa luka memar di badan Juan. Tak ada seorang pun yang menyadari bahwa dibalik seragam sekolahnya itu terdapat banyak luka yang mengerikan untuk dimilki seorang pelajar. Dan fakta bahwa orang yang melakukan pekerjaan ini adalah seorang pelajar juga merupakan hal yang lebih menyeramkan lagi.
Walaupun berat, Juan tetap menyelesaikan kalimatnya hingga akhir dengan terbata-bata. Setelah itu, mendengar dan melihat Juan berbicara membuat Bu icha tidak bisa berkata-kata. Membayangkan jika dirinya yang berada diposisi muridnya membuatnya merinding ketakutan sehingga yang bisa dia lakukan adalah memeluk Juan.
***
Berdiri ditengah padang ilalang yang menjulang tinggi. Ditengahnya terdapat Juan dikelilingi empat orang seusianya. Masing-masing dari mereka memasang wajah teramat kesal yang ditujukan kepada satu orang.
"b******k, apa kau senang Juan?"
Tangan Yuda memegang erat kerah Juan. Hampir mencekik sehingga memerahlah wajah Juan.
BUKK
Satu pukulan yang dikeluarkan Bian menghempaskannya jatuh ketanah. Pipi kirinya panas namun sekarang dia bisa mengambil nafasnya lagi.
Menceritakan masalah Juan kepada Bu Icha bagaikan pedang bermata dua. Setelah kemarin ia dan Bu Icha berbicara, Bu Icha bersedia membantunya dari Dino dan teman-temannya. Namun, siapa sangka mereka mengetahuinya secepat ini. Jika rencana Juan dan Bu Icha untuk mengeluarkan Dino dan teman-temannya secepatnya ini maka matilah Juan. Mereka pasti akan benar-benar menghabisinya sore ini.
Belum sempat merapihkan tubuhnya sendiri yang masih tergeletak di tanah, kini Dino menarik kerah Juan hingga kakinya terangkat. Sungguh kekuatan yang mengerikan.
"Jangan kau pikir semuanya akan selesai begitu kau mengeluarkanku! Besok aku akan melakukan hal yang sama padamu, lalu besoknya lagi, kemudian lusa dan seterusnya hingga kau menyesal pernah dilahirkan ke dunia ini, ingat itu."
Wajahnya gelap dan tidak ada keraguan sedikitpun dari kata kata Dino. Semua yang ia katakan benar-benar serius. Ketika tangannya mulai mengepal menumpuk semua kekuatanya, Juan melepaskan tanah yang sedari tadi ia sembunyikan dalam kepalan tangannya.
"Ahk..." Membutakan mata Dino.
Jantungnya terasa ingin meledak. Juan terus berlari kemana kakinya membawa dia. Menjauh dari Dino yang sudah mengejarnya di belakang.
"JUANNNNN"
"Kejar dia!!"
Nafas terakhir Juan membawanya sampai keujung padang ilalang. Didepannya terdapat sebuah pintu yang terbaring empat puluh lima derajat diantara tumpukan barang bekas terpakai. Tanpa pikir panjang ia membuka pintu tersebut agar dapat bersembunyi dari kejaran Dino dan yang lainnya.
Tepat setelah tangannya membuka pintu tersebut pandangannya memutih. Tubuhnya bagai kapas yang tertiup angin. Nafasnya terasa ringan. 'apakah aku sudah mati?' kembali membuka matanya lebar-lebar, kenyataan yang sebenarnya adalah ia sedang berada diatas langit. Terjatuh dari ketinggian tiga puluh ribu kaki. Nafasnya menjadi sesak tidak karuan akibat kekurangan oksigen dan panik karena perubahan situasi yang mendadak.
'mati, mati, mati, mati, mati, mati.'
Badannya melesat lurus dengan tajam ke bawah. Menabrak dedaunan dari batang pohon yang menjulang lebar. Sebelum akhirnya jatuh ke tanah tepat dibawahnya terdapat sebuah kantung air yang menahan Juan dari menabrak dirinya sendiri di tanah.
Siapa yang mengira bahwa Juan akan selamat? Tidak ada yang mengira bahwa akan ada manusia yang selamat setelah terjatuh bebas dari ketinggian diatas tiga puluh ribu kaki. Pikiran Juan masih berusaha memproses semua kejadian yang baru saja terjadi. Belum lama ini ia masih berada di belakang sekolah bersama dengan Dino, Bian, Yuda, dan Linda yang sedang mengejarnya. Lalu tiba-tiba saja dia berada diatas langit dan masih hidup setelah menabrak kantung air.
Yang lebih menarik ialah sebenarnya benda apakah itu? Dimana ia sebenarnya? Apakah ia masih di sekolahnya? Tidak yang itu sudah pasti ia tidak berada disekolah. Apakah ia masih berada di Bumi? 'apakah ini akhirat?'
Tapi, luka-luka yang baru ia dapatkan saat terjatuh dan pakaiannya yang kotor mengisyaratkan hal lain. Hidup. Itulah satu hal yang dapat ia pastikan. Juan masih hidup dan berada di dalam hutan yang berbeda dengan hutan yang ia tahu.
Tumbuhan dan pohon yang berada di sekelilingnya semuanya tidak normal. Pepohonan disini sangat besar dan lebar. Akarnya pun besar dan ada yang merambat naik hingga terlihat. Dan yang menarik perhatian Juan adalah kantung air yang menyelamatkan nyawanya. Jika dilihat dari dekat kantung air itu terdapat benda tipis yang menyelimutinya sehingga ia tidak tumpah. Sangat tipis namun elastis dan kuat sehingga tidak pecah meskipun tertimpa Juan.
'apakah ini bisa diminum?' Beberapa kali tangannya yang bulat menusuk-nusuk kantung air. 'ah ini?!' alangkah terkejut Juan mendapati bahwa yang menyelimuti gumpalan air di depan matanya tidak lain tidak bukan adalah daun.
Melihat lebih luas lagi, terdapat banyak sekali buah-buahan yang belum pernah Juan lihat. Setelah tubuh dan akalnya cukup mencerna berbagai hal kini rasa haus mulai muncul dari kerongkongannya. Perutnya pun turut bergejolak. Juan mencari segala sesuatu yang bisa ia makan untuk mengisi perutnya. Ia menghindari mengambil buah yang memilki warna yang mencolok untuk menghindari apakah beracun atau tidak. Badannya terus maju ke depan. Kaki dan tangannya bergesekkan dengan daun dan batang akar yang menjulang. Beberapa membuat luka baru di tubuh Juan yang terbuka. Setelah lama menyusuri hutan yang luas Juan mendapati satu buah yang dapat ia gapai dengan sedikit usaha.
Buah yang ia dapati berbentuk bulat dengan sedikit benjolan di satu sisinya dan berwarna hijau tua. Mirip seperti alpukat yang ia kenal. Pengetahuan yang dimilikinya akan segala sesuatu di hutan ini bisa dikatakan hanya 0% sehingga ia sangat berhati-hati. Jika ia salah dalam memilih makanan ataupun minuman ia bisa langsung mati saat itu juga. Sehingga memilih buah yang terlihat mirip dengan yang ia kenal adalah pilihan yang paling aman.
Juan mulai dengan mencium bau yang dikeluarkan dari kulit buah ditangannya. Hidungnya mengendus tak mencium bau apapun. Setelah itu tangannya mulai merobek membuka hingga terlihat bagian dalam buahnya. Dagingnya berwarna oranye mirip seperti jeruk namun teksturnya lebih seperti jelly. Aroma harum keluar menyelimuti hidung Juan. Menambah gejolak yang terjadi dalam perutnya. Kemudian sedikit menggigit bagian buah. Rasa manis dan segar memenuhi mulutnya.
"Enak!!"
Sekali lagi tangannya mengambil dan terus mengambil mengisi perutnya. Setelah habis, Juan memetik lagi buah yang banyak tergantung pada batang pohon. Dan kembali memakan habis buahnya sampai perutnya penuh. Tak pernah terpikirkan ia akan mendapati buah seenak ini. Ia berpikir untuk memberikannya kepada keluarganya dirumah. Namun, dia sendiri juga tidak yakin apakah ia akan dapat kembali kerumahnya lagi. Terdampar di tengah-tengah hutan belantara sendirian. Ditambah tanpa pengetahuan sama sekali dengan lingkungan barunya.
***
Matahari masih bersinar jingga seperti di Bumi. Sebentar lagi akan malam. Akan berbahaya jika Juan meneruskan untuk terus berjalan. Lebih baik baginya jika ia mencari tempat peristirahatannya sebelum malam tiba. Saku dan kantungnya penuh dengan buah yang tadi ia makan. Sebagai perbekalan untuknya.
Selama ia tersesat di sini Juan tersadar bahwa tidak hanya tumbuhan dan pepohonannya yang aneh, namun begitu pula dengan hewan hewannya. Beberapa kali ia menemukan serangga-serangga yang tidak ia tahu. Dan alangkah senangnya ia ketika mendapati serangga yang masih ia kenal. Wajahnya terlihat sangat senang ketika ia melihat semut yang berbaris menapaki pohon. Hal kecil seperti itu dapat membuat hati Juan sedikit lebih tenang karena dunia yang ia singgahi sekarang tidak sepenuhnya penuh dengan hal-hal yang tidak ia kenal. Mungkin tidak makan begitu lama hingga ia berhasil menemukan manusia. Ia juga khawatir terkait perbedaan bahasa ataupun adat yang dapat membuat mereka mengira ia sebagai musuh hingga membunuhnya. Namun tersebut dapat dipikirkan seiring berjalannya waktu.
Memikirkan hutan dimana segala macam kehidupan disana berbeda dengan yang selama ini Juan ketahui. Dasarnya tetaplah sama, masih terdapat hukum rimba yang tidak berubah dimanapun kalian berada, dimana yang kuat memangsa yang lemah. Jika di Bumi manusia berada di titik teratas dari rantai makanan. Bagaimana jika di hutan? Situasinya tetap tidak akan berubah jika manusia memilki peralatan dari hasil perkembangan teknologi mereka selama ribuan tahun. Dan Juan yang hanya membawa seragam sekolah dan buah yang mirip seperti alpukat di sakunya tidak lebih dari sekadar konsumen sekunder. Dapat dipastikan ia akan mati jika bertemu dengan predator puncak dari hutan ini.
Dan tepat didepan matanya, terdapat predator dengan ukuran yang sangat besar sedang menatapnya. Hewan itu memilki empat kaki dengan bulu yang berwarna kecoklatan. Ekornya meluntai panjang dengan warna yang lebih hitam. Mengingatkannya pada Harimau.
GRRRRR
Juan menggunakan trik yang sama seperti yang ia lakukan kepada Dino, ia mencoba melempar tanah ke mata Harimau di depannya. Namun tidak seperti manusia, harimau itu jauh lebih tinggi dari Juan sehingga tanah yang ia lempar tak mencapai sesuai harapannya. Harimau yang merasa terprovokasi oleh Juan semakin mengamuk dan mulai berlari mengejar juan yang sudah terlebih dahulu berlari.
Terus berlari atau mati. Dengan perbedaan ukuran yang sangat jauh ia akan mati jika kakinya berhenti bergerak. Bahkan tidak sampai tiga puluh detik harimau tersebut sudah tepat berada di belakang Juan. Bersiap mengayunkan cakar tajamnya kepada Juan. Sementara Juan terus memutar otaknya mencari cara keluar dari jangkauan harimau dia melihat celah di antara batang pohon yang dapat ia masuki. Tepat sebelum cakar harimau mengenai punggungnya.
GGRRRAAAA
Keringat Juan turun dengan deras di dalam celah pohon. Dengan ukuran harimau yang setinggi satu setengah lantai ia tidak akan bisa meraih Juan. Meskipun ia selamat sekarang, hanya masalah waktu sampai harimau itu yang akan pergi atau Juan yang akan membusuk di celah pohon sampai mati. Namun, tidak perlu menunggu lama, ekor harimau yang sebelumnya berwarna hitam mulai berubah menjadi sedikit lebih terang dan semakin terang lagi.
Firasat Juan mengatakan akan ada sesuatu yang lebih buruk lagi akan terjadi. Ketika ia bahkan belum sempat untuk bereaksi ledakan besar terjadi.
JEDARRR