BAB 36 Guru Baru Rei

1141 Words
Kini kedua lelaki itu sedang duduk bedampingan. Di hadapan mereka berdua terdapat api yang dibuat oleh lelaki misterius yang hingga saat ini Rei belum tahu namanya. Rei menatap ngeri daging yang lelaki itu panggang. Daging tersebut berasal dari monster yang baru saja ditaklukkan oleh lelaki itu. “Jangan-jangan daging yang kau berikan padaku semalam adalah daging monster?” tanya Rei ragu. “Tentu saja,” jawab lelaki itu. Sontak membuat Rei mual mendengarnya. Seketika lelaki itu mengeluarkan semua isi perutnya dan dibantu oleh lelaki itu. “Kenapa kau tidak mengatakannya jika daging itu dari tubuh monster?” tanya Rei dengan nada lemah. Lelaki itu tersenyum. “Karena aku tahu bagaimana tanggapanmu saat mengetahuinya.” Tak terasa hasil panggangan lelaki itu matang. Kedua lelaki yang beda beberapa tahun itu segera menyantap makanan masing-masing. Lelaki itu menyantap hasil tangkapannya sedangkan memakan cemilan yang ia bawa dari rumahnya. Sesekali keduanya mengombrol dan akhirnya Rei mengetahui siapa lelaki itu. Dia adalah seorang pemburu monster yang berkelana ke desa-desa. Lelaki itu bernama Regard. Dulu Regard tidak sendirian berkenala hanya saja satu persatu teman-temannya meninggal saat berburu monster dan akhirnya hanya dia seorang diri yang selamat hingga saat ini. “Aku mohon jadilah guruku selama kau masih ada di sini?” mohon Rei sekali lagi. Regard pun mengehela napas. Menolak pun percuma Rei tidak akan pernah berhenti memohon hingga Regard benar-benar menjadi gurunya. “Baiklah ... selama aku masih ada di sini aku akan mengajarimu beberapa ilmu sihir.” "Terima kasih, Guru.” Rei bersorak gembra dan membungkuk memeberikan pernghormatan pada guru barunya. *** Sejak saat itu, hubungan Rei dan Regard semakin dekat. Rei telah menganggap Regard sebagai kakak baginya. Tiap hari keduanya berlatih di tempat biasa. Kadang Rei membantu Regard berburu monster. Dan tak terasa kekuatan Rei semakin berkembang. Tak hanya ilmu sihir yang diajarkan Regard pada Rei tapi juga mengajarkan kecepatan kelincahan serta taktik melumpuhkan musuh. Kini di hadapan Rei terdapat beberapa monster. “Gunakan panah es dan api secara bergantian,” ujar Regard yang tak jauh dari tempatnya. Rei mengangguk mengerti. “Ice Arrow.” Sebuah panah es pun meluncur dengan kecepatan tinggi ke arah monster itu. “Fire arrow.” Lalu di susul oleh panah api. Senyum merah di wajah Rei saat itu juga melihat salah satu monster ambruk. Sekarang sisa satu lagi. “Gunakan panah es lalu ledakkan tepat saat panah itu akan mengenai monster terakhir.” Sekali lagi Rei mengangguk mengerti. “Ice arrow.” Panah es itu pun melaju cukup kencang. “Block of ice and explode.” Panah es itu itu secara tiba-tiba berubah menjadi beberapa blok es dan dalah hitungan detik blok es itu pun meledak di tiap-tiap sisi monster itu hingga monster itu tak berdaya dan akhirnya mati. “Tepat sasaran,” gumam Rei senang. Setelah membunuh kedua monster itu. Keduanya pun beristirahat sambil memakan hasil buruan mereka. Sejak Rei menjadi murid Regar lelaki itu mulai memakan daging monster walau awalnya Rei muntah-muntah namun semakin lama lelaki itu mulai terbiasa. *** Tak terasa satu tahun telah berlalu. Saat ini umur Rei delapan belas tahun. Dan di umur delapan belas tahun ini Regard berpamitan pada Rei karena akan kembali memulai pejalannya menuju desa yang lainnya. “Hati-hati di jalan Guru ... semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi ...” lirih Rei. "Kita pasti akan bertemu lagi ...” ujar Regard sambil melambaikan tanganya. “Dan saat itu tiba. Kau akan menyesal telah mengenalku ...” batin Regard sambil tersenyum menyeringai. *** Tak terasa dua bulan telah berlalu. Kini Rei dan Gin saling memberikan tatapan serius. Kali ini Rei tidak akan kalah lagi. Skor mereka 99 banding 0. Hari ini adalah penentu yang keduanya tunggu-tunggu apakah pada akhirnya keduanya bisa berteman atau tidak. Beberapa teman sebaya mereka pun ikut menonton pertunjukan yang tak lama lagi dimulai. “Rei kau kau harus menang kali ini.” “Gin kau tidak boleh kalah ...” “Ice sword.” “Fire sword.” Rei dan Gin pun mulai bersiap-siap. Rei mengeluarkan pedang es sedangkan Gin mengeluarkan pedang api. “Aku tidak akan kalah kali ini. Setelah berlatih bersama dengan Regard aku pasti bisa mengalahkannya,” batin Rei penuh percaya diri. Dan dalam hitungan detik kedaunya pun memulai pertarungan. Para penontong pun bersorak-sorak mendukung Gin. Hanya dua orang yang mendukung Rei kali ini. Karena setiap pertarungan Rei tidak pernah menang melawan Gin sehingga semua teman sebaya mereka menganggap Rei tak akan pernah menang. “Kecepatan langkahnya semakin cepat,” batin Gin kaget. “Kenapa? Kau kaget dengan kemajuanku,” ujar Rei menyadari kekagetan Gin. “Tapi itu tidak masalah. Sampai kapan pun kau tidak akan pernah menang melawan ku.” Gin menambah kecepatannya. Keduanya sama-sama kuat. Kekuatan keduanya terliat sebanding. Sudah satu jam berlalu. Keduanya masih bertarung. Tak seperti biasanya, pertarungannya akan berlangsung sangat cepat. Tapi, kali ini sangat lama yang menandakan kekautan keduanya mulai setara. “s**l ... Rei mulai berkembang sangat pesat,” batin Gin yang mulai kewalahan. “Kenapa? Apa kau sudah lelah bertarung? Atau kau ingin mengalah untuk kali ini saja?” tanya Rei meremehkan. “Gin apa yang kau lakukan? Cepat kalahkan dia. Kau tidak boleh kalah dengannya,” ujar salah satu penontong. Saat itu juga, semangat Gin kembali. Keduanya kembali bertarung dengan semangat. Keduanya mulai terlihat kelelahan. Terbukti dengan banyaknya keringat yang membanjik tubuh keduanya. “s**l ... kakiku mulai lemas,” batin Gin. Namun Gin tetap memasakan dirinya bertarung dengan Rei. Hingga tak sengaja salah satu kaki Gin terkena batu hingga membuatnya terjatuh tersungkar di tanah. “Ini saatnya,” batin Rei. “Ice arror.” Rei mulai membidik panah es ke arah Gin yang terjatuh. “MONSTER! MONSTER! ADA MONSTER DI DESA!” Sebuah teriakan ketakutan membuat konsenteri Rei buyar. Tanpa mengucapkan sepatah kata lelaki itu meninggalkan pertarungannya dan berlari menuju desa tempat ia dibesar sejak kecil. Gin masih mematung di tempatnya. Ia tidak menyangka kali ini ia kalah dari Rei. *** Setibanya di desa. Bola mata Rei membulat sempurna. Kini banyak bangunan di desanya hancur akibat beberapa monster yang mereng. “Ini ...” lelaki itu tak bisa berkata-kata. “Ice arrrow.” “Block of ice.” Para warga desa mulai melayangkan serangan-serangan untuk melumpuhkan pada mosnter itu. Tapi sayangnya, tak satu pun serangan yang berhasil melukai monster itu. “Serang mereka semua. Jangan biarkan ada yang tersisa.” Seorang lelaki misterius bertopeng sedang menunggangi salah satu monster yang paling besar dari monster yang lainnya. Para monster itu seakan mengerti dengan perintah yang birikan oleh lelaki itu. “Tidak .... rumahku ....” batinnya saat melihat salah satu monster kini berjalan ke arah rumahnya. Kedua orang tuanya terlihat berlarian keluar dari rumah ke tempat yang aman. “Ma! Pa!” teriak Rei saat itu juga. Monster itu menyadaria ada manusia yang tengah berlarian di sekitarnya. Dan saat itu juga lah. Monster itu mulai menyerang. “Tidak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD