BAB 47 Misi

1184 Words
Setelah melihat langsung hutan tempat misi mereka, keempat pemuda itu segera kembali ke penginapan karena hari sudah gelap. Nao segera membaringkan tubuh lelahnya di kasur. Sedangkan Ken segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka untuk membersihkan diri. Di atas ranjang, Nao menatap langit-langit kamar penginapannya. Ia kembali mengat ucapan Ken tadi siang di hutan. “Jika memang pelakunya adalah orang yang sama. Aku harus menemukannya. Dengan begitu Pak Velis bisa tenang menemukan sang pelaku,” batinnya. Tak lama kemudian, Ken pun keluar. Nao segera melirik Ken. “Apa kau yakin jika pelaku dari penghancuran hutan adalah pelaku yang menghancurkan bar milik Pak Velis?” tanya Nao. Ken hanya melirik sejenak. “Aku juga tidak tahu. Itu hanyalah dugaan sementara. Tapi satu hal yang pasti orang itu pasti bukanlah orang sembarang, dia pasti memiliki kekuatan yang hebat.” Setelah percakapan singkat itu, Nao segera membuka pakaiannya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Ia juga harus membesihkan tubuhnya dari keringat yang telah mengeluarkan aroma yang kurang sedap di tubuhnya. Setelah mandi dan berganti pakaian kedua lelaki itu segera tidur karena besok mereka harus kembali menyelidiki kasus hutan tersebut sebelum didahului oleh orang lain. *** Esok harinya, Ken, Nao dan Gin akan sarapan bersama di sebuah tokih yang tak jauh dari penginapan tempat mereka biasa makan. Untungnya, Gin dan Rei mempunya sedikit uang sehingga untuk sementara mereka yang akan membayarkan makanan Nao dan Ken. “Kalian pesanlah duluan. Aku meninggalkan sesuatu di kamarku. Aku akan segera kembali,” ucap Rei tiba-tiba. “Kau melupakan apa?” tanya Gin. Rei tampak kaku dan berusaha tersenyum. “Hanya sesuatu yang aku lupakan.” “Baiklah. Cepatlah kembali.” “Emmm.” Rei pun segera meninggalkan mereka bertiga dan kembali ke penginapan. Setibanya di toko makanan, ketiga pemuda itu segera memesan makanan sambil menunggu Rei. Sambil menunggu pesanan mereka ketiganya mengobrol hangat dan membahas tentang penyelidikan mereka. Tak lama kemudian pesanan mereka pun tiba. Namun Rei yang sedari tadi mereka tunggu, yang kembali ke penginapan masih belum menunjukkan batang hidungnya. “Apa Rei masih lama?” tanya Nao saat Rei sahabat Gin masih belum muncul juga. Padalah Rei berpesan akan segera kembali. Lelaki itu hanya ingin kembali ke kamarnya karena melupakan sesuatu. “Tunggu sebentar lagi. Dia pasti akan datang kok.” Setelah hampir satu jam menunggu Rei pun datang. “Maaf aku terlambat,” ucap lelaki itu ngos-ngosan karena berlarian bolak balik penginapan dan toko. “Kamu lama sekali. Kami sudah selesai makan nih,” desah Gin sambil memperlihatkan piringnya yang sudah kosong. “Iya, iya. Maaf yah.” “Ngomong-ngomong kau ambil apa sih? Kenapa lama sekali?” tanya Gin sekali lagi karena tadi Rei masih belum menceritakannya. “Ah, itu ... aku ambil ...”Rei sedikit mengalihkan tatapannya dari Gin sebelum ia menjawab, “Aku mengambil pedang kecilku yang selalu aku bawa itu.” “Ohhh, kalau begitu cepatlah makan. Kita harus cepat-cepat ke hutan untuk kembali menyelidiki kasus hutan tersebut. “ Rei mengangguk dan segera menghabiskan makanannya ditemani oleh Nao, Ken dan Gin. Setelah menghabiskan makanan mereka, keempat pemuda itu bersiap-siap untuk keluar. Namun, lagi-lagi Nao mendapati pemuda yang selalu ia bantu ada di depan toko menatap ke arah mereka. “Dia lagi?” pekik Ken tanpa sadar saat melihat pemuda yang sampai saat ini belum ia ketahui siapa namanya. “Apa kalian mengenal lelaki itu?” tanya Gin. “Aku tak mengenalnya. Tapi, kami sering menemukannya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Dari perlakuan beberapa warga desa padanya, sepertinya lelaki itu dibenci dan tak ada orang yang ingin menemaninya,” jelas Ken. “Ayo kita segera keluar. Aku ingin menemuinya,” ucap Nao segera. Keempat pemudia itu segera keluar dari toko makanan. Namun, saat mereka keluar, pemuda itu sudah tak ada. “Dia ke mana? Perasaan tadi dia ada di sini?” ucap Nao heran. “Sudahlah, kita pergi saja. Kita masih punya misi yang harus diselesaikan segera,” ucap Rei. Nao dan ketiga sahabatnya segera pergi meninggalkan toko. Beberapa menit setelah mereka pergi, pemuda yang mereka cari tadi pun keluar dari persembunyiannya. Menatap Nao dan teman-temannya dengan tatapan yang tak bisa ungkapkan dengan kata-kata. *** Setibanya di hutan, Nao dan teman-temannya kembali melakukan penyelidikan. Namun, hingga menjelang sore. Ketiga pemuda itu masih tak menemukan tanda-tanda keberadaan si pelaku. Akhirnya mereka pun kembali ke penginapan dengan tangan kosong. Penyelidikan mereka telah berlangsung selama tiga hari berturut-turun. Namun hingga saat ini masih belum menemukan satu pentunjukpun. Beberapa petulang yang ikut kompetisisi itu pun satu persatu mulai menyatakan keluar. Hanya beberapa petualan dan teman-teman Nao yang masih bertahan. “Haruskah penyelidikan ini tetap dilanjutkan? Sepertinya sampai sebulan pun kita tak akan bisa menemukan petunjuk apa-apa. jika terus seperti ini, kita membayar uang sewa penginapan dengan apa,” ucap Ken mulai mengeluh. Saat ini mereka tengan beristirahat di dalam hutan sambil membicarakan masa depan mereka. Nao menghela napas, ia sama prustasinya dengan Ken. “Di desa kita juga tak menemukan pekerjaan. Sangat sulit untuk bertahan di desa ini.” “Apakah sebaiknya kita kembali berekelana di hutan?” ucap Gin mengusulkan. “Tapi, kita masih tak menemukan petunjuk apapun mengenai buku sihir. Kita tidak mungkin berkelana sampai diujung dunia tanpa tahu keberadaan buku sihir itu,” ucap Nao dan mendapatkan anggukan dari Ken. “Bukankah kalian punya peta?” tanya Gin. Mendengar kata peta membuat Rei seketika gugup dan berkeringat dingin. “Petunjuk yang ada di dalam peta tidak memungkinkan kebenaran buku sihir itu. Aku masih tidak yakin dengan peta yang kami miliki. Maka dari itu, kami harus mencari petunjuk lain.” Di saat mereka berempat tengah berdiskusi panjang seseorang sedari tadi tengah mengawasi mereka dari kejauhan. “SIAPA DI SANA!” Pekik Ken saat menyadari seseorang tengah mengawasi mereka berempat. “Ada apa, Ken?” tanya Nao. “Aku merasa ada seseorang yang mengawasi kita,” jawab Ken sambil menatap sebuah pepohonan yang tak jauh dari tempatnya. “Aku ke sana dulu mengeceknya.” Nao mengangguk dan Ken segera berjalan menuju pepohonan tempat lelaki yang sedang mengawasi mereka. Namun, setibanya di pohon tersebut. Ken tak menemukan apapun. “KEN? APA KAU MENEMUKAN SESUATU!” Teriak Nao. “TIDAK ADA APA-APA!” Jawab Ken dengan suara keras lalu berlari pelan kembali ke teman-temannya. Nao dan teman-temannya kembali membahas masalah buku sihir dan peta. Setelah berdiskusi panjang lebar. Mereka pun memutuskan untuk meninggalkan desa Renndolstra dan melanjutkan perjalanan mereka ke desa selanjutnya. Mereka akan mencari informasi mengenai buku sihir di desa selanjutnya. Mengingat mereka tak memiliki banyak uang untuk menyewa penginapan. Maka dari itu, mereka akan melanjukan petualangan mereka dan akan mencari pekerjaan di sana dan petunjuk mengenai buku sihir. Serang lelaki yang sedari tadi mengawasi mereka dari balik pohon mengepalakan tangannya. “Mereka sudah mau pergi.” *** Setelah mengajukan keluarnya mereka dari misi, Nao dan teman-temannya kembali ke penginapan untuk bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju desa selanjutnya. Namun, sesuatu yang mengejukan terjadi. “PETA YANG ADA DI DALAM TASKU HILANG!” Peta yang seharusnya menjadi petunjuk arah jalan mereka hilang di tas Nao. Ken yang juga sedang berbenah pun ikut kaget. “APA! PETANYA HILANG”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD