BAB 46 Sebuah Kompetisi

1122 Words
Esok harinya, sambil mencari pekerjaan. Nao dan Ken juga sedang menyelidiki kasus yang menimpa Pak Velis. Beberapa kali kedua lelaki itu menanyai penduduk desa yang tinggal di dekat bar Pak Velis. Namun, tak ada dari mereka yang tahu siapakah pelaku dari pembakaran tersebut. Saat ini, kedua lelaki itu sedang makan siang di sebuah toko yang tak jauh dari tempat bar milik Pak Velis. Setelah seharian menyelidiki kasus tersebut dan mencari pekerjaan keduanya pun berencana untuk beristirahat sejenak dan mengisi tenaga. Untungnya mereka masih punya beberapa sisa uang. “Kira-kira siapa yah, yang membakar bar milik Pak Velis. Orang itu pasti bukan orang sembarangan, menginta ia melakukannya dengan sangat baik hingga tak meninggalkan jejak sama sekali. Aku semakin penasaran siapakah yang melakukan hal itu.” Nao terus bercerita panjang lebar selama ia makan. “Bisakah kau berhenti membicarakan tentang pak Velis? Makananmu sudah dingin dan kita harus mencari pekerjaan lain,” tegur Ken. “Iya. Iya. Aku akan makan cepat.” Di saat keduanya sedang makan tiba-tiba kedua anak pemuda tersebut mendengar beberapa lelaki tua sedang membicarakan sesuatu. “Aku dengar kepala desa tengah mengajukan sebuah kompisi untuk mencari pelaku penghancuran hutan yang terjadi beberapa hari yang lalu.” Nao dan Ken semakin menajamkan pendengaran mereka. “Iya, aku sudah dengar masalah hutan itu. banyak pepohonan yang telah dihancurkan oleh seseorang yang tak bertanggung jawab. Jika terus seperti ini akan merugikan penduduk desa.” “Iya, maka dari itu kepala desa mengadakan kompitisi untuk mencari pelakunya. Dan menurut informasi yang aku dapat hadianya lumayan besar loh. Kalau tidak salah hadiah kompitisi itu sebesar sertus koin emas dan seratus koin perak.” Ken dan Nao saling memberikan tatapan. “Wah, Seratus koin emas dan perak. Kita harus ikut kompetisi itu,” ucap Ken dan mendapatkan anggukan setuju dari Nao. Kedua lelaki itu segera melanjutkan makan mereka dengan cepat karena harus menemui kepala desa. Selang beberapa menit setelah mereka selesai makan. tiba-tiba saja keduanya dikagetkan oleh pekikan keras dari sang pemilik toko. “Kau lagi! Sudah aku bilang jangan kemari. Kau hanya akan membuat tokoku s**l!” “Dia lagi,” batin Nao menatap pemuda yang saat ini sedang memelas. “Bu, aku hanya ingin pesan makanan. Kau pelit sekali sih. Aku kan tidak makan geratis,” ucap pemuda tersebut. “Pokoknya ibu tidak mau, pergi kau dari tokoku!” sang pemilik toko segera mendorong paksa pemuda tersebut agar keluar dari tokohnya. “Apa kau masih punya uang sisa?” tanya Nao pada Ken. “Kau ingin membelikannya makanan? Kau sudah memberinya roti terkahir kita kemarin dan sekarang kau ingin membelikannya makanan!” pekik Ken yang sangat keberatan. “Dia sepertinya dibenci oleh warga desa. Kau tidak lihat tubuh kurus pemuda itu? Sepertinya dia tidak bisa makan dengan baik.” “Kau ingin memberinya makan dan kita makan dengan apa? kita bahkan tak punya pekerjaan saat ini.” “Ayolah, sekali ini saja kita bantu dia. Lagian kan kita sudah punya rencana untuk mengikuti kompetisi itu. Kita bisa mendapatkan uang banyak,” bujuk Nao. Akhirnya mau tidak mau Ken pun setuju dan segera menyeragkan sedikit uangnya untuk membeli makanan sebelum ia keluar dari toko. Di saat kedua pemuda itu keluar, Nao pun melihat pemuda yang ia temui kemari sedang duduk di depan toko sendiri. Nao segera menghampiri pemuda tersebut. “Kita ketemu lagi. Sepertinya kau belum makan, kebetulan aku punya sedikit makanan kau ambillah ini,” ucap Nao ramah sambil menyodorkan makanan yang baru saja ia pesan. Lelaki itu tampak tersenyum pada Nao dan mengambil makanan pemberian Nao. “Terima kasih atas makanannya.” Setelah berterima kasih lelaki itu segera pergi meninggalkan Nao dan Ken. Ken menatap punggung pemuda yang menjauh tersebut dengan kesal. “Dia pergi begitu saja. walau ia sudah berterima kasih kenapa rasanya aku sangat kesal padanya,” rutuk Nao. “Sudah ... sudah jangan marah lagi. Sebaiknya kita ke rumah kepala desa sekarang.” Ken mengangguk dan keduanya segera menuju rumah kepala desa. *** “Wah, ramai sekali!” pekik Nao setibanya di rumah kepala desa yang telah dipenuhi oleh lautan manusia. “Sepertinya mereka adalah petualang yang ingin mendaftarkan diri untuk mengikuti kompitisi itu,” jawab Ken. “Sudahlah, yuk kita masuk kerumunan itu untuk mendapatkan surat pendaftaran.” Nao pun mengangguk dan keduanya segera memasuki kerumunan tersebut. “Permisi, biarkan kami lewat,” ucap Nao sopan. “Nao! Ken!” sebuah pekikan pun mengalihkan keduanya. “Ohh, Gin! Rei! Kalian berdua juga ingin ikut kompetisi ini?” pekik Nao kaget melihat dua sahabatnya. “Iya, nih. Kami tak menemukan pekerjaan dan kebetulan dalam info ini jadi kami berdua memutuskan untuk ikut saja.” “Wah. Kalau gitu kita kerja sama aja. Aku dengan para tim petualang juga beranggotakan beberapa orang. Rei bagaimana? Kita bisa kerja sama kan dengan mereka berdua?” ucap Gin dan bertanya pada sahabatnya. “Aduh, kenapa harus kerja sama dengan mereka sih. Kalau begini Gin dan Nao bisa semakin dekat. Akan sulit untuk memisahkan mereka berdua. Tapi, kalau aku menolak Gin bisa marah. Mau tidak mau sepertinya aku harus menyetujui usulannya,” batin Rei. “Rei, bagaimana kau maukan kerja sama dengan mereka?” tanya Gin sekali lagi. “Tentu saja. Berempat lebih bagus.” Nao dan Gin tersenyum. Keempat pemuda itu segera memasuki kerumunan para petualang untuk mendaftakan diri mengikuti kompetisi. Setelah menulis surat pendaftaran mereka. Nao, Ken, Gin dan Rei segera berjalan menuju hutan yang tak jauh dari desa untuk menyelidiki hutan tersebut. Di hadapan mereka ada sekitar lima puluh orang petualang yang juga akan menyelidiki hutan. Tak lama kemudian, mereka pun tiba di hutan di mana hutan saat ini begitu hancur dengan banyaknya pepohonan yang telah tumbang. Ken mendekati salah satu pohon yang tumbang. Salah satu tangannya segera terulur untuk menyentuh pohon tersebut. “Sepertinya, pohon ini tumbang karena kekuatan sihir. Bukan ulah manusia biasa,” ucap Ken tiba-tiba. Nao segera mendekat dan menyentuh pohon tersebut. “Bagaimana kau tahu?” tanya Nao. “Aku merasakannya dengan kekuatan mana. Bekas patahan pohon ini memancarkan sedikit mana yang tertinggal,” jelas Ken. Nao kembali menyentuh pohon tersebut. “Sepertinya aku tak bisa merasakannya karena aku hanyalah manusia biasa,” batin Nao sedikit kecewa. “Nao, Ken! Bisakah kau kemari sebentar!” pekik Gin tiba-tiba. Kedua pemuda tersebut segera mendekat dan melihat ada pohon yang tumbang namun berbeda dari pohon yang lain. “Pohon ini sepertinya hangus terbakar,” ucap Ken. “Dan lebih banyak pohon yang terbakar ketimbang pohong yang tumbang,” sambut Rei. Nao kembali memerhatikan pohon tumbang yang hangus. “Hangusnya pohon ini mengingatkanku pada bar milik Pak Velis,” ucap Nao pelan namun dapat di dengar oleh Ken. Ken pun menatap Nao. “Mungkinkah pelaku dari penghancuran hutan ini adalah pelaku yang sama yang membakar bar milik Pak Velis?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD