BAB 20 Jatuh Ke Jurang

1062 Words
Seorang remaja berumur enam belas tahun kini terbangun di tempat yang sangat gelap dan sepi. “Di mana aku,” batinnya menatap sekelilingnnya. Hanya ada dia di sana. “Nao ...” sebuah suara yang lirih terdengar. “Siapa di sana!” teriak Nao. Mengikuti arah suara tersebut. Tapi, ia tak melihat apa pun. Nao terus berjalan. Tapi, seberapa jauh ia berjalan ia tetap ada di tempatnya seakan ia berjalan di tempat. “Nao ...” sekali lagi ia mendengar suara yang memanggilnya. “Siapa?” Tiba-tiba terlihat sebuah cahaya yang sangat terang. Membuat Nao memekik sakit akibat cahaya tersebut. Nao berusaha menyesuaikan pandangannya dan sesekali mengucek kedua matanya. “Apa itu ...” beberapa langkah di hadapannya terlihat sebuah pintu yang terbuka. Secara perlahan Nao mendekati pintu tersebut. Setibanya ia di dalam. Ia melihat sebuah buku yang tertutup rapat. Langkah Nao semakin dekat dengan buku tersebut. “Nao ...”tidak salah lagi. Suara itu berasal dari buku itu. Nao semakin dekat dengan buku tersebut dan saat tangan kanannya menyentuh buku itu. Sebuah cahaya yang sangat terang menggu pengelihatnnya hingga dengan terpaksa Nao menutup matanya rapat. “Nao?” Nao membuka matanya tiba-tiba. Wajah yang ia lihat pertama kali yaitu seseorang yang beberapa tahun tak pernah ia jumpai. “Pak Reonald!” pekiknya senang dan dengan spontan memeluk gurunya dengan penuh haru. Satu bulan setelah Nao berhenti dari Academic guru kesayanganya tiba-tiba di berikan misi untuk memusnahkan beberapa monster yang mengancam desanya. Namun, setelah itu gurunya tak ada kabar lagi dan tak ada yang tahu keberadaan Reonald. Dan hari ini, ia tidak menyangka gurunya kini berada di pelukannya. Nao segera melepas pelukannya. “Guru ... kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Nao. “Bukankah seharunya guru yang bertanya. Kenapa kau bisa ada di sini?” “Emmm. Soal itu. Tadi aku memetik bunga lily putih yang ada di tebing. Dan tak sengaja aku terjatuh ke jurang ini ...” lirih Nao. “Ehh? Tunggu ... bukankah aku jatuh di jurang? Bukankah seharunya aku sudah mati?” Nao mulai bertanya-tanya dalam hatinya. Dan jika ia sudah mati apakah sekarang ini ia berada di surga? Sehingga ia bisa melihat gurunya yang selama ini ia rindukan. “Bukankah seharunya aku sudah mati ...” lirih Nao tanpa sadar. Suaranya itu terdengar di telinga gurunya. Membuat lelaki paruh baya itu tersenyum dan mengacak rambut Nao sama seperti yang selalu ia lakukan saat bersama Nao beberapa tahun yang lalu. “Kau belum mati, Nao ..” ujar Reonald menghentikan pemikiran negatif Nao. “Tapi ... bukankah aku jatuh ke jurang? Bukankah jurang ini sangat dalam? aku pasti sedang bermimpi,” ujar Nao yang masih tidak percaya dan dengan cepat Nao mencubit pipinya sendiri untuk memeriksa apakah ia sedang bermimpi atau tidak. Yang ia dapat hanyalah erangan kesakitan. Itu artinya ini bukan mimpi. Nao benar-benar belum mati. Anak lelaki itu masih tidak percaya. Nao menatap gurunya menuntut penjelasan. “Kau benar. Jurang ini sangat dalam. Jika manusia biasa sepertimu jatuh ke jurang ini maka bisa di pastikan kau akan mati seketika. Tapi, kau tidak mati bahkan kau tidak terluka sama sekali.” Nao segera memperhatikan tubuhnya. Dan benar apa yang dikatakan gurunya. Ia tak terluka bahkan tergores sedikt saja juga tidak. “Benar juga ...” ujar Nao pelan. “Itu artinya kau bukanlah manusia biasa. Kau memliki kekuatan yang luar biasa yang tidak kau ketahui,” icap Pak Reonald percaya diri dan yakin Nao bukan orang sembarangan. “Itu tidak mungkin. Guru jangan mengada-ada. Aku mana mungkin punya kekuatan. Aku hanyalah manusia biasa,” ujar Nao. “Tapi_” “Aku sangat lapar. Apa guru punya makanan?” tanya Nao yang memotong perkataan gurunya. Akhirnya lelaki itu dengan terpaksa tidak melanjutkan penjelasannya. Bisa jadi apa yang dikatakan Nao benar. Jika Nao punya kekuatan maka sejak umur tiga tahun seharunya kekuatannya muncul. Tapi, Nao sekarang berumur enam belas tahun dan kekuatannya tak muncul. “Kebetulan aku punya daging panggang. Hasil buruanku tadi.” “Benarkah. Kebetulan sekali aku sangat lapar guru ...” ujar Nao senang. Sang guru segera memberikan sisa daging panggannya pada Nao. Lelaki itu tersenyum senang melihat Nao yang makan dengan lahapnya. Setelah mengisi perutnya. Keduanya kini duduk berdampingan sambil menatap api unggun yang ada di hadapan mereka. Keduanya mengobrol dan bernostalgia hingga Nao lelah dan akhirnya dia pun tertidur pulas di samping gurunya. Sang guru menatap wajah damai Nao yang tertidur pulas. Ia kembali mengigat kejadian beberapa jam yang lalu saat ia menemukan Nao. Saat ia sedang berburu ia melihat sebuah cahaya yang sangat terang yang jatuh ke jurang. Akhirnya karena penasaran lelaki paruh baya itu segera mengecek situasi dan betapa kagetnya lelaki itu melihat Nao yang kini tak sadarkan diri tergeletak di tanah. Tempat di mana cahaya itu terjatuh. “Sepertinya Nao bukanlah anak manusia biasa,” batinnya. Esok harinya, Reoanld mengantar Nao naik ke atas jurang. Kebetulan lelaki itu menguasai sihir Air Element. Jadi dengan mudahnya ia membawa Nao ke atas. Tak hanya itu pak Reonald juga membantu Nao untuk memetik bunga lily putih yang Nao inginkan. Setelah mengantar Nao, Reonald pun kembali ke jurang melanjutkan misinya yang sempat tertunda. Dengan wajah cerah Nao pun kembali ke rumahnya. Setibanya di rumah ia dimarahi ibunya habis-habisan karena menghilang seharian tanpa kabar sama sekali. *** Tak terasa dua minggu telah berlalu. Hari yang di tunggu-tunggu Nao, Ken dan kedua orang tuanya. Hari kelulusan Ken telah tiba. Kini mereka berada di ruang tamu. Di depan mereka terdapat sebuah kue yang telah di buat oleh ibunya pagi-pagi sekali sebagai perayaan kelulusan anaknya. Setelah berfoto-foto. Ibu dan ayahnya secara bergantian memberikan kado sepesial untuk Ken. Ibunya memberi Ken sebuah jubah berwarna hitam yang di padukan warna merah maroon dan ayahnya memberikan Ken tongkat sihir yang harganya terbilang sangat mahal. Ken sangat bahagia mendapatkan hadiah dari orang tuanya. Selajutnya giliran Nao. Nao mendekat. “Selamat atas kelulusanmu, Ken.” Sambil mengulurkan sebuah kotak kaca yang di dalamnya terdapat bunga lily putih. “Ini ...” Ken menatap pemberian Nao tidak suka. Lalu tanpa di sangka-sangka. Ken menepis kado pemberian Nao hingga hacur berkeping-keping. Melihat tingkah laku Ken yang tak berperasaan itu membuat sang ibu marah. Wanita paruh baya itu segera mendekati Ken lalu menampar Ken cukup keras hingga setetes darah keluar di ujung bibir Ken. Ken menatap ibunya dengan wajah sedih dan terluka. Ia tak pernah menyangka bahwa ibunya akan menamparnya. “Ma ...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD