BAB 21 Pengakuan Ken dan Nao

1597 Words
Ken menatap ibunya dengan wajah sedih. “Kenapa kau membuang hadiah pemberian Nao? Nao telah berusaha keras untuk mendapatkan bunga itu. Bahkan Nao hampir kehilangan nyawanya di tebing saat itu!” bentaknya. Bentakan ibunya membuat Ken semakin marah. Anak remaja itu menatap ibunya benci. “Nao! Nao! Nao! Setiap hari yang ada di pikrianmu hanya ada Nao. Kau tidak pernah memikirkan perasaanku. Bukankah aku anakmu juga?” Ken menatap ibunya sedih. “Aku juga butuh kasih sayang darimu ...” Lirihnya lalu anak lelaki yang mulai beranjak dewasa itu berlari keluar dari rumahnya dengan hati terluka. Selalu saja seperti ini. Karena Nao ibunya tega menamparnya. “Ma ... apa yang kau lakukan?” tanya Nao sedih. Bu Rika juga terlihat kaget. Entah kenapa tangannya spontan memukul Ken tadi. “Apa yang telah aku lakukan,” batinnya. Tak menjawab pertanyaan Nao. Wanita itu segera duduk di sebuah kursi. Ia menyesali perbuatannya tadi. Wanita itu khilaf dan tak sengaja. Mungkin setelah ini Ken pasti membencinya. “Ma ...” Sang ayah segera menghampiri Nao. “Biar ayah yang bicara dengan ibumu. Kau pergilah mencari Ken. Dia pasti sangat syok dan sedih.” “Baiklah aku pergi dulu ...” Nao segera keluar dari rumahnya mencari Ken. *** Ken berlari keluar rumah menuju danau dekat rumahnya. Seperti biasa anak remaja itu melempar batu di danau untuk menghilangkan kekesalannya pada sang ibu. “Lagi-lagi karena Nao. Padahal aku tidak salah. Nao yang salah bisa-bisanya Nao memberiku bunga lily putih. Apa dia ingin aku segera mati.” Ken mengadu keluh kesahnya di pinggir danau. Memeikirkan apa yang akan terjadi ke depennya. Entah bagaimana ia harus bersikap pada ibunya nanti setelah ia kembali ke rumah. Apakah ia tidak usah kembali .... Ken mengeram marah dan mengacak rambutnya kasar. Padahal hari ini adalah hari kelulusannya. Hari di mana seharusnya Ia bahagia bersama dengan kedua orang tuanya. Tapi malah berakhir seperti ini. “Ken ...” tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat. Ken berbalik dan menatap benci pada lelaki yang kini berjalan ke arahnya. “Kenapa kau di sini?” tanya Ken ketus dan kembali berbalik menatap danau tak ingin menatap Nao. “Maafkan aku Ken. Gara-gara aku ibu menamparmu.” “Maaf? Kau pikir aku bisa memafkanmu setelah apa yang terjadi!” pekik Ken marah dan meninggikan suara hingga membuat Nao kaget. “Aku tidak ...” “Kau sengajakan memberikanku bunga lily putih untuk membuatku marah sehingga ibu memukulku.” Nao bingung dengan apa yang di katakan Ken yang menuduhnya. “Apa maksudmu Ken. Aku memang sengaja memberimu bunga lily putih. Karena bunga lily putih melambangkan kemuliaan dan persaudaraan. Aku hanya ingin persaudaraan kita bisa menjadi lebih baik lagi.” “Apa persaudaraan? Kau pikir aku bodoh. Bunga lily itu melambangkan kematian dan kesialan berengsekk ... kau ingin aku segera mati sehingga kau bisa menikmati hidup bersama ibu dan ayah tanpa diriku kan ...” Kedua mata Nao mulai berkaca-kaca. Ia tak menyangka Ken berpikiran seperti itu. Padahal ia memiliki maksud yang baik. Ia tidak tahu jika bunga lily putih yang is carikan Khusus untuk Ken melambangkan kematian. Yang ia tahu bunga itu melambangkan persaudaraan. Nao melangkah mendekat sedangkan Ken semakin memundurkan tubuhnya tiap kali Nao melankah maju. “Bukan begitu ... aku tidak bermaksud seperti itu ... aku ...” Kaki Ken kini berada di ujung danau. Melihat saudaranya dalam bahaya segera Nao mendekat menangkap tubuh Ken. Tapi, saat itu Ken menyeringai lalu tiba-tiba saja Ken memutar arah tubuhnya dan berbalik mendorong Nao ke danau. Tubuh kurus Nao terjun bebas ke air danau yang dingin. “Rasakan itu berengsk ....” Ken pun tertawa terbahak-bahak melihat Nao yang basah kuyup. Nao berdiri dan menatap Ken kesal. Untungnya danau ini tidak dalam hanya sampai sebatas dadanya saja. Merasa kesal dengan saudaranya yang telah membuatnya jatuh ke danau, sebuah ide cemerlang tiba-tiba terlintas di pikirannya. Nao pun memercitkan air pada tubuh Ken. Tapi, baru saja air itu akan mengenai tubuh Ken sebuah penghalang yang terbuat dari es melindungi Ken. “Kau tak bisa mengenaiku bereng _” kalimat mengejek Ken pun tergantikan oleh teriakan panik saat tiba-tiba saja kedua kakinya di tarik oleh Nao masuk ke danau. Kini keduanya sama-sama basah kuyup. Ken manatap Nao kesal sedangkan Nao menatap Ken dengan wajah senangnya. “Kau! Sini kau,” geram Ken. Baru saja Ken melangkah mendekati Nao untuk memukulnya tiba-tiba saja anak lelaki itu memercitkannya air di wajahnya. “Rasakan pembalasanku ...” Nao tertawa senang sambil memercitkan air pada saudaranya. Tak ingin tinggal diam Ken segera melakukan hal yang sama sehingga keduanya terjadi perang air di danau. Tanpa keduanya sadari. Sedari tadi orang tua angkat mereka telah memperhatikannya dari kejauhan. “Syukurlah. Sepertinya Ken tidak sedih lagi ...” lirih sang ibu pada suaminya. Lelaki paruh baya itu tersenyum lalu menuntun istrinya untuk kembali ke rumah mereka, setelah melihat dua anak mereka tampak baik-baik saja. *** Nao dan Ken kini berbaring di tanah dengan pakaian yang basah. Perang air tadi berlangsung cukup lama. Hari mulai gelap dan keduanya tak ingin meninggalkan tempat mereka. “Maafkan aku. Karena ketidak tahuanku. Mama memakulmu. Sungguh aku tidak tahu jika bunga pemberianku memliki simbol kematian. Aku hanya ingin hubunganku denganmu membaik.” Ken tak membalas ucapan Nao. “Aku ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Dulu saat kita berumur tiga tahun kita selalu bermain bersama. Mandi di danau ini layaknya saudara. Aku ingin kembali di masa itu.” Nao menatap langit yang mulai gelap. Ia kembali mengingat-ingat masa kecilnya bersama Ken. Kedanya memang saling menyukai bahkan selalu bermain bersama. Tapi, setelah umur empat tahun kekuatan Nao tidak muncul membuat Ken mulai menjauh. Ia tidak menyukai Nao karena dia hanyalah manusia biasa. “Bisakah kau mengatakan yang sejujurnya? Apakah kau membenciku karena aku hanyalah manusia biasa atau ada sesuatu hal lain yang membuatmu membenciku?” tanya Nao dan menatap Ken. “Aku mohon jawab pertanyaanku. Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku tidak ingin terus-terusan seperti ini.” “Ken ayo jawab ...” Nao memelas. Berharap saudaranya menjawab pertanyaannya. Tapi. Ken tetap diam membuat Nao kesal. Tangan kanan Nao diam-diam mendekati Ken dan tiba-tiba saja mencubit lembut pipi Ken membuat Ken mengeluh marah. “Apa yang kau lakukan!” “Aku hanya ingin kau menjawab pertanyaanku. Kenapa kau membenciku? Apa karena aku manusia biasa. Apa_” “Karena aku cemburu padamu!” teriak Ken tiba-tiba dan memotong perkataan Nao. “Cemburu? Apa aku salah dengar?” tanya Nao. Ken cembur padanya? Itu tidak mungkin. yang seharunya cemburu itu dia bukan Ken. “Kenapa kau cemburu padaku?” tanya Nao. Wajah Ken pun memerah. Ia keceplosan untuk mengatakan yang sebenarnya. Ken membalikkan tubuhnya. Ia malu menatap Nao yang kini menunggu penjelasannya. “Kennn ayo jawab. Kenapa kau cemburu?” “Itu karena ibu dan ayah lebih sayang padamu ...” lirih Ken. Kedua matanya mulai berkaca-kaca bersiap untuk menumpahkan cairan beningnya. “Setiap hari mereka hanya memikirkanmu. Tak pernah memikirkanku ... Padahal kau hanyalah manusia biasa ... tapi .... kenapa mereka lebih sayang padamu ketimbang diriku ...” air mata lelaki itu pun jatuh di wajahnya, saat ia mulai mengutarakan kecemburuannya pada Nao. Meluapkan segala keluh kesahnya yang selama Ini is pendam sendiri. Nao melepas bajunya lalu meletakkan bajunya itu di kepala Ken yang mulai menangis. Ia tahu Ken pasti malu dilihat seperti ini. “Apa yang _” Ken tak melanjutkan ucapannya dan menerima baju Nao yang sebenarnya basah. Nao kembali berbaring di tanah. Membiarkan kedua tangannya menjadi menyanggah kepalanya. “Seharusnya aku yang cemburu ...” ujar Nao tiba-tiba. Ken segera menajamkan pendengarannya. “Kau mempunyai kekuatan yang sangat hebat dan kau juga anak yang cerdas. Semua orang mengangumimu bahkan ibu dan ayah bangga padamu. Kau mempunya teman yang banyak. Berbanding terbalik denganku. Aku lemah dan tidak pintar. Aku juga tidak punya teman. Akulah yang seharusnya cemburu bukan kamu.” “Tapi ... aku berusaha untuk menghilangkan kecemburuanku padamu. Karena rasa cemburu hanyalah pembawa kepahitan. Aku tak ingin terlena dengan rasa cemburuku. Jika aku cembur dan kau pun cemburu kita tidak akan pernah bisa bersatu. Kita akan selalu saling membenci dan aku tidak ingin itu tejadi. Jadi aku berusaha untuk tidak cemburu.” Ken terdiam mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Nao. Apa yang di katana Nao memang benar. Seharunya ia tidak cemburu pada Nao. Nao lebih tersiksa di bandingkan dia. “Ak_" Baru saja Nao kembali bercerita. Tiba-tiba saja hidungnya tergelitik oleh angin malam. Angin berhembus kencang membawa hawa dingin yang membekukan tubuh Nao yang t*******g d**a. Nao segera mendudukkan tubuhnya dan memeluk badannya. “Dinginnya ...” lirihnya. Ken segera menghapus air matanya kasar. Lalu mengambil baju pemberian Noa di kepalanya. “Ambil bajumu kembali,” ujar Ken ketus sambil melempar baju Nao dan bejalan pergi. “Tunggu aku!” teriak Nao cepat dan segera memakai bajunya lalu menyusul Ken kembali ke rumahnya. Tak lama kemudian keduanya pun tiba di rumah. Di depan rumah kedua orang tau angkatnya telah menunggu dengan handuk di tangan mereka. Sang ayah menghampiri Nao sedangkan sang ibu menghampiri Ken. keduanya segera membungkus tubuh anak mereka yang mulai dewasa itu dengan handuk yang hangat. Membantu keduanya untuk mengeringkan tubuh mereka. “Ken maafkan ibu. Ibu tidak sengaja menamparmu tadi,” Kata Bu Rika pelan sambil mengusap rambut anaknya lembut. “Ken juga minta maaf ... Maafkan Ken yang berkata kasar tadi,” air mata Ken pun mengenang di pelupuk matanya. Segera sang ibu memeluk anaknya haru. Nao dan ayahnya yang sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya ikut tersenyum dan bahagia. “Semoga saja kejadian ini berlangsung cukup lama. Aku ingin Ken tidak berubah, terbuka padaku dan menerimaku sebagai sadaranya,” Batin Nao.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD