BAB 19 Mencari Hadiah Pelulusan Ken

1125 Words
Bu Rika segera menghampiri anaknya yang kini babak belur. Wanita itu memeluk anaknya sedih. Hatinya begitu sakit melihat anaknya kembali dengan babak belur “Apa yang terjadi padamu, Nak? Siapa yang melakukan ini padamu? Katakan? Apa dua anak itu yang memukulimu?” Medengar suara ibunya membuat anak itu ikut sedih. Ia menyesali perkataannya kemarin yang memarahi ibunya. Seharusnya ia tidak marah. Nao terlalu mempercayai dua temannya dan menganggap ibunya salah. Padahal ibunya telah menasehatinya dan mengatakan yang sebenarnya. “Maafkan Nao, Ma ...” lirihnya. Sang ibu semakin mengeratan pelukannya. “Kenapa kau meminta maaf? Kau tidak salah, Nak. Merekalah yang salah. Mereka mempermainkanmu dan menyiksamu seperti ini.” “Aku akan keluar dari Academic ...” lirih Nao dengan air mata di wajahnya. Sungguh berat mengatakan kalimat itu. Tapi, mau bagaimana lagi. Jika ia terus sekolah di Academic itu akan membuat ibunya tiap hari cemas. Ia tidak ingin membuat ibunya sedih. Tak jauh dari ibu dan anak itu. Ken mendengar apa yang dikatakan Nao membuatnya tersenyum senang. “Baguslah kalau begitu,” batinnya. Lalu masuk ke rumahnya. “Kita akan menemui kepala sekolah setelah lukamu sembuh.” Wanita itu segera membawa anaknya masuk ke dalam rumah untuk mengobatinya. *** Dua hari kemudian. Luka yang ada di tubuh Nao mulai pulih. Kini Nao menatap langit pagi yang begitu cerah. Menghirup udara pagi yang segar dan berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri. Hari ini adalah hari di mana Nao dan ibunya akan ke Academic untuk mengurus pengeluarannya dari sekolah. Anak lelaki itu mencoba tersenyum. Keputusannya untuk keluar sudah bulat. Percuma ia tetap sekolah di Academic itu. Selamanya ia tak akan pernah di terima oleh orang lain. Tak ada yang bisa menerima manusia biasa sepertinya. Hanya ibu dan ayahnya yang menerimanya bahkan saudaranya Ken juga tak ingin menerimanya. “Nao ... apa kau sudah siap?” teriak sang ibu dari luar kamarnya. “Iya, Ma!” teriak Nao cepat lalu keluar menemui ibunya. Keduanya pun berangkat ke Academic. Sedangkan Ken dia sudah berangkat dari tadi. *** Setelah beberapa kilo meter berjalan akhirnya Nao dan ibunya tiba di Academic. Saat memasuki gerbang beberapa mata menatapnya dan berbisik-bisik. Info tentang keluarnya Nao dari Academic pasti sudah menyebar di telinga teman-temannya. “Ada apa, Nao?” tanya sang ibu melihat anaknya yang hanya diam . “Tidak ada, Ma.” Keduanya kembali melanjutkan perjalanannya menuju ruang kepalan sekolah. Selama di ruangan itu, Nao hanya diam dan menundukkan kepalanya. Hanya ibunya yang berbicara dengan kepala sekolah. Hingga satu jam kemudian. Sebuah kertas tiba-tiba di sodorkan pada Nao. Meminta Nao untuk menandatangani surat tersebut. Dengan berat hati anak kecil itu menandangani kertas tersebut. Bu Rika dan Nao pun keluar dari ruang kelapa sekolah setelah urusan mereka selesai. “Ma. Tunggu sebentar, Yah. Aku ingin mengelilingi Academic ini sebentar sekaligu Nao ingin berpamitan pada Pak Reonald.” "Baiklah. Aku akan menunggumu di gerbang.” Nao tersenyum dan berlari mengelilingi sekolahnya. Tempat di mana dia pernah menerima pelajaran sekaligus hinaan dari teman-temannya. Walau begitu Nao tidak membenci mereka. Nao tahu diri. Selamanya ia tak akan bisa di terima. Setelah mengelilingi sekolahnya sekaligus berpamitan pada Pak Reonald anak kecil itu segera berlari menuju gerbang sekolah di mana ibunya tengah menunggu dengan sabar. “Ayo kita pulang, Nao.” Bu Rika mengulurkan tangannya pada Nao. Nao tersenyum dan menggapai tangan ibunya. Sekilas Nao berbalik menatap gedung besar nan kokoh mantan sekolahnya. “Selama tinggal. Dan terima kasih telah memberiku pembelajaran yang menyenangkan sekaligus hinaan dan siksaan yang kalian berikan padaku. “ *** Tak terasa sudah enam tahun berlalu setelah keluarnya Nao dari Academic. Saat ini Nao dan Ken berumur enam belas tahun. Sehari-hari Nao hanya membantu ibunya di rumah dan membantu ayahnya saat berburu di hutan. Sedangkan Ken seperti biasa berangkat ke sekolah. Kekuatan Ken semakin kuat. Bahkan Ken telah mendapatkan puluhan penghargaan dari Academic. Dua minggu lagi. Acara pelulusan Ken. Nao sudah tidak sabar hari itu datang. Kini Nao berada di hutan. Ia mencari bunga lily putih yang mulai langka di tempatnya. Konon bunga lily putih melambangkan simpatik, mulia, suci dan persaudaraan. Dan bunga itu hanya bisa di jumpai di dalam hutan yang paling dalam. Nao berharap dengan bunga lily putih hubungannya dengan Ken dapat berjalan dengan baik. Ia berharap Ken bisa menerimanya sebagai saudara. Nao terus berjalan hingga ia sebuah senyuman tercipta di wajahnya saat melihat bunga lily putih kini tumbuh subur di tepi jurang. Sejenak hatinya ragu untuk mengambil bunga lily itu. Salah sedikit saja maka nyawanya yang akan melayang. Tak hanya itu. Di bawah jurang itu juga terdapat banyak monster yang tertidur di sana. Sehingga tak ada yang berani untuk turun. Tapi, bunga lily itu adalah salah satunya hadiah yang cocok ia berikan pada saudaranya. Nao ingin keinginan tulusnya tersampaikan melalui bunga lily putih ini. Nao berjongkok mencoba menggapai bunga putih itu. Tapi, tangannya tidak sampai. Tanganya terlalu pendeka untuk sampai di bunga lily putih itu. Hangin berhembus kencang. Membuat bunga lily putih itu bergerak-gerak seakan melambai padanya. Seakan ingin mengatakan pada Nao untuk segera memetiknya. “Tunggu. Aku akan mengambilmu segera ...” ujar Nao pelan. Nao segera memutar otak bagaimana caranya ia bisa mengambil bunga lily putih itu. “Tak ada salahnya untuk mencoba hal itu,” batinnya saat menemukan sebuah ide. Nao segera mencari sebuah tali. “Mana ada tali di hutan ini,” batinnya lagi mendesah prustasi setelah mengitari hutan dan tak menemukan tali. Tapi, baru saja ia mengeluh bola matanya melihat sulur-sulur tumbuhan yang sangat panjang dan terlihat kokoh. “Sepertinya sulur ini lumayan mirip dengan tali.” Nao segera mengecek kekokohan sulur tersebut dan tersenyum. Nao segera mengikat sulur itu pada pohon besar lalu satu sisinya mengikatnya pada tubuhnya sendiri. “Tunggu aku bunga lily. Aku akan mengambilmu,” batinnya. Nao mulai menuruni terbing dengan bantuan sulur tumbuhan tersebut dengan hati-hati. Angin kembali berhembus kencang kala ia hampir menggapai bunga lily putih itu. Tubuhnya beroyang ke kiri dan ke kanan saat itu juga. Nao mulai kesulitan mempertahankan keseimbangnya. Untungnya ada sulur tersebut yang bisa ia pegang dengan erat-erat sehingga ia tidak jatuh. Nao menatap ngeri bawahnya yang terlihat sangat gelap. “Jangan melihat ke bawah Nao,” batinnya memperingati dirinya sendiri. Sekali lagi Nao melangkah pelan mendekati bunga lily tersebut. Tanpa ia sadari sulur itu mulai terkikis sedikit demi sedikit di atasnya. Dan beberapa menit kemudian, lelaki itu mulai tersenyum saat tangannya berhasil menggapai bunga itu. “Akhirnya aku mendapatkannya,” batinnya senang. Lalu saat Nao mulai merangkak untuk naik ke atas. Saat itulah sulur itu putus hingga terdengar suara teriakan yang sangat keras saat Nao terjun bebas ke dalam jurang dengan kecepatan tinggi. Nao menatap ke atas langit yang semakin gelap. Tangannya terulur ke langit saat bayangan kedua orang tuanya dan Ken terlihat jelas di langit. “Ma ... Pa ... Ken ... selamat tinggal.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD