BAB 11 Usaha Tak Akan Menghianati Hasil

1530 Words
Hari pertama mengikuti pembelajaran di Academic tak membuat Nao patah hatih atau pun merasa kesal. Ia menjalani seharian di Academic dengan wajah ceria walau ia tak mempunyai sahabat walau hanya satu pun. Tak ada yang ingin berteman dengannya, Karena semua siswa di Academic itu tahu jika Nao hanyalah manusia biasa. Walaupun begitu, ia tak pernah mengeluh. Walau ia selalu mendapatkan cacian ataupun hinaan. Karena dia hanyalah manusia biasa. Tapi, ia tak peduli. Sama halnya yang terjadi saat jam pelajaran kedua. Pelajaran kedua adalah pelarajan tentang teori mana yang ada dalam tubuh manusia. Nao duduk di sebuah kursi yang paling belakan dan paling pojok karena tak ada yang ingin berdekatan dengannya. Semua siswa di Academic menghindari Nao karena Nao telah tekenal sebagai anak biasa tanpa kekuatan di seluruh Academic. Kadang-kadang Nao mendengar beberapa orang membicarakannya. Tapi, ia tak perduli dan berusaha untuk menulikan pendengarannya. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita paruh baya yang kini berceramah panjang lebar tentang mana dan bagaimana mana terbentuk dalam diri seseorang. Di hadapan para siswa terdapat papan tulis dan terdapat gambar manusia. Sesekali wanita paruh baya itu menjelaskan bagain-bagian tubuh yang dapat menghasilkan mana. “Setelah menjelaskan bagian ini. Sebaiknya kita peraktekkan tentang pengeluaran mana. Mungkin di kelas ini sudah ada yang bisa mengeluarkan mana dengan normal dan ada juga yang belum. Jadi tujuan untuk mengetahui teori mana yaitu untuk memaksimalkan pengetahuan kalian tentang mana. Sehingga kalian bisa menestabilkan pengeluaran mana pada tubuh kalian.” “Sekarang saya minta kalian semua untuk berdiri dan tutup mata kalian dan cobalah mengeluarkan mana kalian senormal mungkin tanpa ada cacat sama sekali.” Para siswa pun menurut tak terkecuali Nao yang sangat bersemangat mendengarkan penjelasan. Semua siswa pun menutup kedua mata mereka dan berusaha mengeluarkan mana dan menestabilkannya. Wanita paruh baya yang diketahui sebagai seorang guru itu pun memperhatikan satu persatu siswanya. Kadang ia tersenyum melihat anak-anak yang sangat paham dengan penjelasanya. Namun, ada juga siswa yang belum paham dan kesulitan mengeluarkan mana dalam tubuh mereka. “Ingat baik-baik. Fokoslah dan jangan pikirkan hal yang lain dan rasakan udara di sekitar kalian lambat laun menjadi hangat.” Ken yang sejak dari dulu pintar dan kuat tersenyum senang saat ia bisa merasakan udara di sekitarnya menjadi hangat. Itu artinya ia telah berhasil. Sang guru mendekati Ken dan menepuk pundak anak lelaki itu. “Kerja bagus Ken,” ujar wanita paruh baya tersebut. Ken tersenyum dan duduk kembali ke tempatnya lalu memperhatikan teman sekelasnya yang masih berjuang. Satu persatu siswa duduk di tempatnya saat ia berhasil menstabilkan mana mereka. Sisa Nao yang belum duduk karena anak lelaki itu masih belum bisa mengeluarkan mana. Walau begitu, Nao tetap menutup kedua matanya dan berusaha merasakan udara di sekitarnya menjadi hangat. Tapi, lima menit telah berlalu dan anak lelaki itu masih belum bisa merasakan udara hangat sekitarnya. Beberapa siswa yang ada di kelas tersebut tertawa melihat usaha Nao yang sia-sia. Tak hanya siswa, guru yang mengajar pun ikut tertawa. Merasa seseorang tertawa di sekitarnya. Nao pun membuka kedua matanya. Wajah Nao seketika memerah saking malunya saat menyadari hanya dia seorang yang belum duduk. Semua temannya telah berhasil menstabilkan mana mereka. Sedangkan dia ... mengeluarkan mana saja ia tak bisa apa lagi harus menstabilkannya dan menyempurnakannya. Guru yang mengajar pun mengehentikan tawanya dan menghampiri Nao. “Usaha yang bagus hari ini,” kata wanita paruh baya itu yang seakan mengejeknya. Seketika kelas tersebut menjadi ribut karena para siswa tertawa terbahak-bahak. Nao mengepalkan kedua tangannya tanpa ada yang melihat karena kedua tangannya terkepal di bawah meja. “Kenapa ... kenapa mereka mengejek dan menertawaiku? Padahal aku sudah berusaha sangat keras ...” batin Nao yang menyiratkan sakit hati yang sangat mendalam. Walau hatinya sakit dan terluka Nao tetap tersenyum getir dan berpura-pura jika dia baik-baik saja. Ia tak ingin terlihat lemah di mata teman sekelasnya. Biarlah mereka menertawakannya dan menghinanya. Setidaknya ia telah berusaha keras. Nao menggaruk belakan kepalanya yang tidak gatal. “Maaf, Bu. Aku masih tak bisa mengeluarkan mana,” ujar Nao pelan dan meminta maaf . “Tidak apa-apa,” kata wanita paruh baya itu dingin lalu kembali ke tempatnya semula. Wanita paruh baya itu menaruh dan merapikan buku-bukunya yang di atas meja dan memasukkanya ke dalam tas. “Cukup sekian untuk hari ini.” Setelah itu wanita itu pun keluar kelas membawa tasnya. Para siswa pun keluar dari kelas dan bermain bersama dengan teman-teman mereka. Meninggalkan Nao dan dua anak lagi yang masih sibuk menulis di bangkunya. Nao tersenyum kecut melihat teman sekelasnya yang keluar satu persatu tanpa ada yang ingin mengajaknya bermain. Salah satu dari mereka membereskan bukunya dan menatap teman sebangkunya. "Ayo ke kantin." "Iya. Ayo." Nao hanya mendengarkan percakapan dua teman sekelasnya yang tak jauh darinya.Tak lama kemudian dua anak itu pun pergi. Kini Nao hanya seorang diri di ruangan itu. Reonald yang kebetulan lewat di kelas Nao pun menghentikan langkahnya saat melihat Nao yang kini duduk termenung seorang diri di dalam kelas. “Sepertinya tak ada yang ingin mengajaknya bermain,” batinnya. Ia sudah menduga hal ini pasti akan terjadi pada Nao. Awalnya ia ingin mematahkan semangat Nao untuk sekolah di Academic ini dengan menggagalkan Nao pada tes penerimaan. Hanya saja, semangat membara yang diperlihatkan Nao padanya membuat Reonald tak rela. Jadi saat tes berlangsung, ia sengaja meminta salah satu temannya yang kebetulan seorang penitia waktu itu untuk meloloskan Nao. Ia ingin memberikan Nao kesempatan untuk membuktikan pada yang lainnya bahwa ia tak lemah. Reonald berjalan mendekati Nao. “Kenapa melamun sendirian?” Saat itu lah Nao sadar dari lamunanya. Anak lelaki itu berusaha tersenyum melihat gurunya. “Guru ...” gumamnya pelan. “Kenapa kau tak ke kantin? Sebentar lagi jam pelajaran selalnjutnya akan dimulai. Nanti kau kelaparan lohhh ...” “Aku tidak lapar, guru ...” Reonald berpikir sejenak. “Bagaimana kalau aku mengajakmu untuk berjalan-jalan di sekitar Academic?” "Tentu aku sangat senang, guru!” pekik Nao senang. Kebetulan sejak hari tes penerimaan ia tak pernah mengelilingin bangunan sekolahnya. Lelaki paruh baya itu pun mengandeng tangan Nao untuk keluar. Membawanya untuk mengelilingin Academic yang tak pernah Nao lihat sebelumnya. Setelah satu jam Nao dan gurunya berkeliling Academic. Keduanya pun duduk di sebuah kursi yang ada di bawah pohon yang sangat besar. Di hadapan mereka beberapa anak kelas dua dan tiga kini berlatih barsama dalam pengeluaran mana dan pengunaan tiap-tiap eleman. “Wah. Keren! Mereka sangat hebat yah!” pekiknya senang dan terkagum-kagum melihat seniornya yang terbilang hebat. Sang guru tersenyum. “ Tentu saja mereka hebat. Dan aku yakin kau pasti bisa seperti mereka dan pasti suatu saat bisa melampaui mereka.” Perkataan Reondal seketika membuat Nao sedih. Itu tak akan pernah terjadi. Ia hanyalah manusia biasa yang tak bisa mengeluarkan mana. Ia tak akan bisa melampaui teman-temannya. Melihat wajah sedih Nao membuat wajah Reonald mengerut. “Ada apa, Nao?” “Sepertinya itu tak akan pernah terjadi. Aku hanyalah manusia biasa. Aku tak memiliki mana dan tak punya kekuatan sama sekali. Jadi, selamanya. Aku tak akan pernah bisa melampai mereka.” Reonald mengacak rambut Nao. “Tak ada yang bisa mendeteksi apa yang akan terjadi di masa depan.” “Apa kau pernah dengar sebuah pepatah yang mengatakan, usaha tak akan pernah menghianati hasil?” “Aku tahu pepatah itu.” Reonald kembali tersenyum. “Maka dari itu. Berusahalah. Jangan pernah menyerah. Takdir ada di tanganmu. Kau yang menjalaninya bukan mereka. Selama kau berusaha keras. Aku yakin suatu saat nanti kau pasti menemukan hasil yang sangat memuaskan. “ Lelaki paruh baya itu itu menjeda ucapannya sejenak. “Jadi jangan pernah menyerah. Yakinlah pada dirimu sendiri bahwa suatu saat nanti kau akan menjadi kuat dan akan melampaui mereka.” Nao pun tersenyum dan mengangguk mengerti. "Aku mengerti, aku tidak akan pernah menyerah. Aku akan berusaha keras!” pekiknya keras. Pekikan Nao membuat para seniornya yang tengah latihan menatapnya. Hingga membuat Nao malu. Nao pun tersenyum canggung dan meminta maaf atas keributan yang ia lakukan. Reonald tersenyum dan kembali mengacak rambut Nao hingga berantakan. “Guru ...” gumam Nao memelas sambil memperbaiki rambutnya yang berantakan. Anak lelaki itu mengenbunkan mulutnya. Melihat wajah lucu Nao membuat Reonald gemes dan kembali mengacak rambut Nao dan di akhiri dengan cubitan lembut. Tak jauh dari tempat mereka sedari tadi dua orang anak memperhatikan Nao dan Reonald. Mereka adalah anak-anak yang telah menganggu Nao saat memasuki gerbang Academic. “Sudah kuduga. Nao lulus dalam tes penerimaan karena mempunya orang dalam. Ini tidak adil. Kita harus memberikan pelajaran padanya setelah pulang dari sekolah,” gumam salah satu dari mereka. *** Kini Nao berjalan seorang diri pulang dari sekolah. Ken sudah pulang dari tadi bersama dengan teman barunya. Sedangkan dia harus pulang terlambat karena tadi ia dihukum karena telat mengikuti jam pelajaran terakhir. Dua orang yang sedari tadi menunggu Nao di lorong-lorong kecil nan sempit seketika menyeringai saat melihat anak lelaki yang lebih mudah satu tahun darinya berjalan kearahnya. “Inilah saatnya kita memberikan pembalasan setelah apa yang ia lakukan pada kita. Dia telah empermalukan kita dan tak hanya itu, anak itu masuk dalam Academic ini karena memiliki orang dalam yang membantunya. “ “Kita harus memberinya pelajaran,” ujar temannya yang lain. Saat Nao semakin dekat dengan mereka saat itulah keduanya dengan serentak mengucapkan sebuah mantra sihir. “Ice Arrow.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD