BAB 23 Desa Diserang Monster

1178 Words
Nao terus berlari ke arah berlawanan dari orang yang berlarian ke arahnya. Nao terdiam seketika melihat satu monster kini menyerang desanya. Menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya. Bahkan membunuh orang-orang desa yang ia lihat tanpa ampun. Nao menatap ngeri kejadian tersebut. Ia sedikit takut melihat kejadian di depannya. Apa lagi saat monster itu menangkap seseorang lalu memakannya hidup-hidup. Kedua kaki Nao sedikit membeku. Ia takut ... “Tolong!” Terdengar suara menggelegar meminta tolong. Nao berusaha mencari asal suara dan tak lama kemudian kedua matanya melihat seorang lelaki paruh baya kini tertimpa reruntuhan bagunan yang roboh. Ia tidak bisa keluar dari reruntuhan tersebut. Sehingga lelaki itu hanya bisa berteriak meminta tolong. Nao ingin membantu. Tapi, ia sedikit ragu untuk mendekat karena monster yang sebesar rumahnya itu kini berjalan mendekati lelaki tersebut. “Nao ... bergeraklah ...” lirih Nao pada dirinya. Ia ingin membantu lelaki itu. Tapi, kedua kakinya terlalu takut untuk melangkah. Beberapa warga desa berusaha untuk menyerang monster terebut. Tapi, baru satu serangan semuanya di kalahkan begitu mudah. “Petualang! Di mana mereka!” teriak selah seorang. Yah. Seharusnya di desanya ada petualang yang membantu mereka. Tapi, hingga saat ini satu petualang pun tidak ada yang muncul. “Di mana Ken ...” batin Nao memperhatikan sekitar. Ia berharap saudaranya itu berada di sana untuk membantu para warga desa yang membutuhkan. Tapi, ia tidak melihatnya. “TOLONG! SIAPA PUN TOLONG AKU!” Lelaki itu semakin takut saat melihat monster itu semakin dekat dengannya. “Ayolah ... aku mohon bergeraklah ...” batin Nao. “TIDAK! TOLONG!” Lelaki itu kini berada di tangan monster tersebut bersiap-siap akan memakannya hidup-hidup. Nao mematung dan tak berdaya. Lelaki itu berteriak kencang saat monster itu mulai memsukkan tubuhnya ke dalam mulut. Saat itu juga Nao menutup kedua matanya. Ia tak berani untuk melihat. Ia takut... Saat lelaki itu berada di ujung gigi monster tersebut. Sebuah tebasan es memutuskan telapak tangan monster tersebut. Lelaki itu terjun bebas ke tanah. Tapi, sebelum lelaki itu tiba di tanah seseorang menangkap tubuhya dan menjauhkannya dari monster. “Petualang telah datang!” teriak beberapa warga bahagia. Nao membuka kedua matanya secara perlahan. Di hadapannya kini berdiri seorang lelaki yang ia kenal. Lelaki itu adalah saudaranya Ken bersama dengan teman-teman timnya. Mereka berhadapan dengan monster tersebut. Mereka terlihat kompak di mata Nao. Bahkan saat ini Ken terlihat sangat keren dan kuat. Beberapa warga desa yang semula bersembunyi kini berani untuk keluar melihat Ken dan teman-temannya memberantas monster tersebut. Seakan mereka melihat sebuah pertunjukan yang sangat hebat. Akhirnya Nao bisa bernapas lega. Kini desanya sudah aman karena Ken dan temannya sudah datang. Kedua kakinya pun lemas. Segera Nao menjatuhkan tubuhnya ke tanah begitu saja dan menyaksikan saudaranya membunuh monster tersebut dengan mudah. Ken dan teman-temannya pun dikerubuni oleh warga desa setelah monster itu berhasil di kalahkan. Nao hanya bisa melihatnya dari kejauhan. “Syukurlah desa aman karenanya,” batinnya menatap sendu saudaranya. Padahal tadi ia berharap bisa membantu. Tapi, melihat monster itu hanya membuatnya takut dan membeku tak bisa melakukan apa pun. Nao pun berdiri dan meninggalkan tempat itu. Tanpa Nao sadari seorang lelaki kini menatap nya lalu tersenyum menyeringai. Lalu menghilang seketika. *** Nao kembali ke rumahnya dengan wajah lesu. “Nao ... aku dengar di sana ada monster apa itu benar Nao?” tanya sang ibu panik. “Tapi, desa sudah aman. Ken dan teman-temannya datang tepat waktu.” “Syukurlah.” Nao pun segera mengambil pedangnnya di dalam kamarnya lalu keluar dari rumah. Saat tiba di pintu rumah ibunya menghentikan langkahnya. ”Kau mau ke mana Nao?” “Aku akan latihan sebentar di hutan,” jawab Nao lalu keluar menuju hutan untuk latihan. *** Di hutan Nao latihan pedang. Mengayunkan pedangnnya ke sana ke mari dengan bruntal. Ia kembali mengingat kejadian tadi. Ia sungguh pengecut dan lemah. “Kenapa aku terlahir seperti ini? Kenapa aku tidak punya kekuatan seperti Ken ...” lirihnya. Pedang itu menangcap di sebuah pohon. “s**l ...” lirihnya lalu menarik pedangnnya. Tapi, pedang itu tertancap cukup dalam sehingga ia kesulitan untuk menariknya. “Bahkan menggunakan pedang pun aku masih lemah ...” lirihnya putus asa. Lelaki itu mengeram kesal dan pada akhirnya Nao menyerah dan duduk bersandar pada pohon di mana pedangnnya tertancap. Menutup kedua matanya untuk menenangkan dirinya yang terlihat gusar dan putus asa. Semakin hari rasa cemburunya pada Ken semakin kuat. Padahal dulu ia tidak terlalu cemburu. Tapi sekarang ... saat melihat kejadian tadi membuatnya sangat iri. Ia berharap biasa berada di posisi Ken. Ia ingin membantu Lara warga lainnya, ia tak ingin terlihat pengecut Tanpa Nao sadari. Sedari tadi seseorang memperhatikannya dan mengikutinya sedari tadi. “Ini lah saatnya,” batin lelaki itu. Lalu berjalan medekati Nao. “Jangan bergerak atau aku bunuh kau,” ujar seseorang dari arah belakan lelaki itu sambil mengacungkan sebuah pedang es ke arah lelaki misnterius yang mengikuti Nao sedari tadi. Lelaki misterius itu tersenyum sekilas lalu berbalik menatap sang pengancam. “Guru!” pekik sang pengancam tersebut kaget. Sang pengancam itu yang tak lain adalah Ken. Sedangkan lelaki yang mengikuti Nao sedari tadi adalah guruya sendiri. Lelaki yang sejak kecil mengajarinya ilmu sihir yang tidak ia dapatkan di Academic. *** Kini Ken dan gurunya duduk di rerumputan dekat danau yang ada di hutan itu. “Kenapa guru bisa ada di sini?” tanya Ken memecah keheningan. “Dan kenapa Guru mengikuti Nao?” “Jadi namanya Nao,” batin lelaki itu. "Tadi guru tidak sengaja melihat lelaki itu saat p*********n di desa. Aku lihat anak lelaki itu berencana untuk menolong warga. Jadi aku jadi simpatik padanya.” “Aku kira ada apa.” “Bagaimana dengan dirimu apa kau sudah ada kemajuan tanpaku?” “Tentu saja. Sejak guru pergi menjalanakan misi. Aku terus berlatih. Tak hanya itu aku juga memiliki prestasi yang sangat memuaskan dan setelah lulus dari Academic aku mendaftar menjadi petualang dan berada di kelompok kalangan elit,” ujar Ken membangakan dirinya. “Syukurlah. Aku senang kau berkembang sangat pesat.” Lelaki itu mengelus rambut Ken sekaligus memujinya. Tentu saja hal itu membuat Ken semakin senang. *** “Nao ...” Sebuah suara membangunkan Nao. “Di mana aku? bukankah tadi aku berada di hutan?” tanya Nao bingung. Lelaki itu menatap sekelilingnya yang serba hitam. Ia tidak tahu dia ada di mana. Gelap dan sepi itulah yang tergambar dalam situasinya. “Nao ...” suara itu lagi. Suara yang selalu ia dengar. Nao mengikuti arah suara tersebut. Dan tak lama kemudian ia melihat sebuah buku yang bercahaya sangat terang sehingga ia tidak bisa melihat jelas tulisan yang ada pada buku itu. Saat Nao semakin dekat dengan buku itu. Cahaya yang lebih terang menyilaukan matanya. Nao segera menutup kedua matanya. “Nao ... Nao ...” Nao pun membuka kedua matanya. Wajah yang ia lihat pertama kali adalah wajah gurunya. Lalu Nao memperhatikan sekelilingnya. Kini ia berada di hutan. “Apa itu hanya mimipi?” tanya Nao pada dirinya sendiri. “Ada apa Nao?” tanya gurunya cemas melihat Nao yang linlung. “Tidak apa-apa guru.” “Mungkin itu hanya lah sebuah mimpi.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD