BAB 25 Monster Kembali Menyerang

1072 Words
Kini Ken dan teman-temannya berada di sebuah ruangan yang sangat luas. Mereka menatap seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk sambil membaca beberapa kertas di hadapannya. “Ada apa memanggil kami?” tanya Ken menatap lelaki itu serius menunggu jawaban begitu pun dengan teman satu kelomoknya. “Kemarin saya mendapatkan sebuah kabar yang mengatakan beberapa monster tengah menyerang desa Varies. Kemarin saya sudah menyuruh tim lain untuk mengatasi desa tersebut. Tapi, tadi pagi salah satu dari mereka mengirim surat pernyataan untuk meminta bantuan. Jadi, untuk itu saya memanggil kalian untuk segera ke desa itu untuk membantu tim yang ada di sana.” “Baik, Tuan!” pekik Ken dan teman-temannya serentak. *** “Ken kau mau ke mana?” tanya sang ibu masuk ke kamar anaknya. Saat itu ia kaget melihat anaknya terlihat buru-buru untuk memasukkan beberapa baju dan kebutuhannya ke dalam tas. “Saya akan ke desa Varies. Saya mempunyai misi ke sana.” “Apa!” pekik sang ibu kaget. Desa Varies adalah desa yang yang sangat jauh. Membutuhkan beberapa hari untuk tiba di sana. “Tapi desa itu sangat jauh.” “Aku tahu, Ma. Tapi, ini adalah tugasku. Aku tidak bisa menolak misi.” “Baiklah jika itu maumu.” Akhirnya sang ibu pasrah merelakan anaknya pergi. Sang ibu pun membantu anak membereskan barang-barangnya. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pada pintu rumahnya. Nao yang kebetulan dekat dengan pintu rumah segera membukanya. Di hadapannya kini berdiri beberapa lelaki sebayanya. Beberapa dari mereka menatap Nao tidak suka. Tapi, Nao tidak perduli dengan tatapan mereka. “Apa Ken ada?” tanya salah satu dari mereka dingin. “Tunggu aku panggilkan.” Nao pun segera berlarian kecil menuju kamarnya di mana ibu dan saudaranya sedang membereskan barang-barang Ken. “Teman-temanmu sudah ada di depan,” ujar Nao. Ken hanya mengangguk. Setelah semua barang-barangnya siap. Lelaki itu segera keluar dari kamar dan tersenyum menatap teman-temannya yang sudah menunggunya. “Maaf aku lama,” ujar Ken pelan menghampirinya. Ken dan teman-temannya pun mulai berjalan menjauhi rumah. Tapi, lelaki itu segera berhenti lalu menatap ibunya yang masih menatapnya dari kejauhan. “Ma! Aku pergi dulu yah!” teriak Ken. “Hati-hati di jalan, Kennn!” teriak sang ibu sambil melambaikan tangannya. Setelah itu Ken pun pergi bersama dengan teman-temannya. *** Ke esokan harinya Nao berlatih pedang bersama gurunya di halaman rumah. Latihannya pun terhenti saat tiba-tiba saja ia mendengar beberapa orang berteriak ketakutan. “Suara apa itu?” tanya Nao penasaran. “Ayo kita lihat,” ujar sang guru. Nao dan gurunya pun berlari mengikuti asal suara. Keduanya pun panik saat melihat banyak wagra desanya yang berlarian ketakutan. Nao pun segera menghampir seorang wanita paruh baya salah satu wagra desa. “Ada apa? kenapa kalian berlarian?” “Di sana ... di sana ada monster,” ujar wanita itu sambil menunjuk sebuah jalan yang mengarah pada pasar. “Tidak ...” Nao pun panik. Ibu dan ayahnya ada di pasar. Dan para mosnter itu ada di pasar tersebut. Nao pun segera berlarian kencang menuju pasar tempat di mana para monster itu menyerang dan meninggalkan gurunya. “Nao! Tunggu!” teriak sang guru lalu berlari mengejar Nao. *** Ken dan teman-temannya pun beristirahat di tengah-tengah perjalan mereka menuju desa Varies. Perjalanan mereka masih cukup panjang. “Lelahnya ...” lirih salah satu teman Ken dan membaringkan tubuhnya asal di rerumputan. Perjalanan mereka masih sangat panjang hingga mereka harus beristirahat. “Ini makanlah ...” salah satu dari mereka melemparkan buah-buahan tiap-tiap temannya. Ke empat lelaki itu dengan lahap memakan cemilan tersebut. Tapi tidak dengan Ken. Lelaki itu hanya diam termenung menatap langit. “Ada apa?” salah satu temanya mendekati Ken dan duduk di samping lelaki itu. “Aku mencemaskan orang tuaku di desa ...” lirihnya. “Tidak usah cemas. Mereka pasti baik-baik saja.” “Tapi ... aku takut beberapa monster menyerang desa. Sedangkan petualang di desa sudah tidak ada. Semuanya tengah menjalankan misi. Tidak ada yang menetap dan menjaga desa hal itulah yang membuatku sangat cemas.” “Kau tenang saja. Semuanya pasti baik-baik saja.” Seterlah beberapa jam beristirahat. Ken dan teman-temannya pun kembali melanjutkan perjalanan. *** “Tolong....” “Tolong ...” teriakan meminta pertolongan itu bergelegar pada satu titik di sebuah desa. Terlihat lima monster kini menghancurkan apa saja yang ada di hadapan mereka. Bahkan membunuh beberapa wagra desa yang tak berdaya. Ringis seorang wanita paruh baya yang tidak berdaya terdengar. Kedua kakinya kini tertimpa reruntuhan bangunan membuatnya kesulitan untuk bergerak. Wanita itu masih terus berusha untuk bergerak. Tapi, apa daya. Reruntuhan itu seakan mengikat kedua kakinya sehingga ia tidak bisa bergerak. “Bertahanlah sayang,” ujar seorang lelaki paruh baya yang berusaha menyingkir reruntuhan dari wanita itu. “Pergilah ... bahaya di sini. Aku tidak apa-apa ....” lirih wanita paruh baya itu sedih. Ia tidak ingin suaminya dalam bahaya karena mengurusinya dan akan membahayakan suaminya. Apa lagi salah monster kini mendekat ke arahnya. “Tidak ... aku tidak akan meninggalkanmu sendirian.” Lelaki itu pun menatap monster tersebut. Mau tidak mau ia harus melawan. “Apa yang kau lakukan sayang. Cepat pergi dari sini ...” Wanita itu masih terus membujuk suaminya untuk lari. Tapi lelaki itu tetap bersikeras pada keyakinannya. Ia tidak ingin meninggalkan istri tercintanya. Sang suami berbalik menatap istrinya dan tersenyum berusaha menenangan kekhewatiran istrinya. “Tidak akan. Setidaknya aku tetap harus berusaha untuk mengalahkan monster itu seorang diri.” Setelah itu. Lelaki itu kembali menatap monster yang ada di hapannya itu. “Fire Arrow.” Sebuah panah api keluar dari telapak tangan lelaki itu lalu bersiap-siap membidik salah satu monster. Saat ia mempunyai kesempatan lelaki itu segera meleaskan anak panah apinya. Namun sayang. Panah api itu tidak melikai monster tersebut. Seakan panah api hanyalah sebuah gigitan semut yang mengelitik tubuhnya. Lelaki itu mencoba beberapa kali dengan menggunakan beberapa metode sihir yang ia kuasai. Tapi, monster itu tidak tersakiti sama sekali walau ia mencobanya berkali-kali. Kini monster itu tepat berada di hadapannya. Wajah suami istri itu pucat pasih. “Sepertinya kita tidak akan melihat kedua anak kita ...” lirih lelaki itu pada istrinya. Sang istri hanya bisa tersenyum sedih memikirkan kedua anaknya tanpa mereka berdua. “Nao ... Ken selamat tinggal ...” batin keduanya saat monster itu bersiap-siap menyerang. “Ma! Pa!” terdengar suara keras saat itu juga. Kedua mata anak itu membulat saat melihat ibu dan ayahnya kini tak berdaya di dapan salah satu monster. “Tidak ...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD