BAB 13 Teman Baru Nao

1604 Words
“Nao! Apa yang terjadi dengan bajumu? Kenapa kau kembali dengan baju basah!” pekik sang ibu kaget melihat anaknya yang pulang dengan berantakan dan basah. Siapa sih ibu yang tega melihat anaknya pulang dengan pakaian kotor. “Siapa yang melakukan ini padamu, Nak? Dan di mana Ken?” tanya ibunya bertubi-tubi. Seperti biasa Nao berusaha tersenyum. “Aku tidak apa-apa, Ma. Tadi aku tidak sengaja lewat di depan temanku yang lagi latihan elemet water. Dan ia tak sengaja mengenaiku,” ujar Nao berbohong dan tersenyum getir. Ia tak ingin membuat ibunya mencemaskannya jika tahu ia selalu dijahili oleh teman-temannya di sekolah. “Sedangkan Ken masih ada di sekolah. Aku sengaja pulang cepat karena bajuku basah,” lanjutnya. Sang ibu mengerti dan mempercayai perkataan anaknya. “Kalau begitu cepatlah mandi dan ganti bajumu. Ibu takut kau sakit setelah ini.” “Iya, Ma.” Nao pun bergegas masuk untuk mandi dan mengganti bajunya dengan pakaian biasa. *** Esok harinya, seperti biasa di sekolah Nao selalu saja diperhatiin oleh siswa-siawa yang ada di sekolahnya. Saat bejalan menuju kelasnya pun ia masih mendengar beberapa orang yang sedang membicarakannya. Tak lama kemudian ia pun tiba di kelasnya. Saat tiba di depan pintu. Nao bisa mendengar kelasnya yang sangat ribut. “Mereka ribut sekali,” batinnya. Lalu dengan perlahan Nao pun membuka pintu itu dan semua pasang mata seketika menatapnya tak terkecuali Ken yang sedari tadi sudah ada di sekolah. Ken sengaja pagi-pagi sekali berangat sekolah karena tak ingin bersama dengan Nao. Suasana yang semula sangat ribut ini menjadi hening. Menjadi pusat perjatian membuat Nao sedikit malu dan canggung. Dengan pelan Nao berjalan menuju kursinya sambil menunduk. Lagi-lagi tanpa Nao sadari teman sekelasnya ada yang tersenyum menyeringai. Dan lagi-lagi anak lelaki itu mengucapkan sebuah mantra dan sebuah gundukan tanah tiba-tiba keluar dan sekali lagi Nao tersandung hinggah ia terjatuh. Suasana yang hening seketika ribut akibat tawa membahana dari para teman-teman sekelasnya. Nao kembali bangkit dan tersenyum canggung sambil memnggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Wajahnya sangat merah saat itu juga akibat malu. Ia duduk di tempatnya dan tak lama kemudian seorang guru yang mengajar pun masuk ke kesalnya. Seusana kembali hening saat sang guru mulai menjelaskan materi. Para siswa memperhatikan dengan saksama. Tak ada yang berani ribut karena yang mengajar sekarang adalah seorang guru yang terbilang sangat pemarah dan tegas. Sehingga para siswa menjadi canggung. Pembelajan bersalangsung sangat cepat. Kini Nao berada di kanting sekolah untuk mengisi tenaga.”Ribut sekali,” batinnya. sambil menyantap makanannya. Tak lama kemudian, dua anak lelaki yang berasal dari kelas lima pun berjalan masuk ke dalam kantin sekolah. Suasana menjadi hening saat melihat dua anak dari kelas senior memasuki kantin. Suasana yang hening membuat Nao binging. “Kenapa menjadi hening?” batinnya. Nao memeperhatikan sekelilingnya dan melihat dua anak yang berjalan masuk. “Mereka siapa?” batinnya. Tapi, ia tak perduli dan kembali melanjutkan makannya. Ke adaan hening membuatnya merasa nyaman. Keduanya anak senior itu pun memperhatikan sekelilingnya. Dan tak sengaja ia melihat seorang anak lelaki yang duduk seorang diri di pojokan kantin. Salah satu dari mereka membisikkan temannya. “Dia adalah anak yang di gosipkan masuk ke Academic ini dengan bantuan orang dalam,” bisiknya. Keduanya pun tersenyum menyeringai lalu berjalan menghampirinya dan duduk di samping Nao. Salah satu dari bereka mengangkat tangannya dan memegang pundak Nao. “Hai. Anak manusia. Apa kau bersenang-senang belajar di sekolah ini?” Nao tersenyum saat dua anak itu menghampirinya. “Sepertinya mereka tak membenciku,” batinnya. karena sejak ia sekolah di Academic ini. Tak ada yang ingin duduk di sampingnya. Jadi saat kedua anak lelaki itu duduk di sampingnya membuat Nao senang. Tapi, senyumnya sedikit pudar saat anak yang ada di sampingnya memanggilnya dengan sebutan anak manusia. “Hai ... juga,” jawabnya canggung. Nao seketika memperhatikan sekelilingnya saat semua mata tertuju padanya. “Kenapa mereka menatapku? Apa ada yang salah?” batinnya masih bertanya-tanya. “Apa makananmu ini enak?” "Enak sekali.” “Kau suka?” “Tentu saja aku suka.” Nao menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh seniornya dengan cepat dan ramah. Tanpa merasa takut sama sekali. Awalnya ia merasa canggung. Tapi, setelah beberapa menit ia mulai terbiasa. “Apa kau mau bermain bersamaku sepulang sekolah nanti?” Senyum lebar seketika menghiasi wajah Nao. Seseorang akhirnya mengajaknya untuk bermain. Ini adalah pertama kalinya ia diajak bermain oleh seseorang. “Tentu saja aku mau!” pekiknya senang. Kedua anak itu pun tersenyum. Lalu berdiri. “Makan yang banyak, Yah. Nanti sepulang sekolah aku menunggumu di luar sekolah. Lalu kita pergi bermain.” Kedua anak lelaki itu pun tersenyum dan melangkah meninggalkan Kantin. *** Sesuai janjinya, Nao menunggu dua anak seniornya yang mengajaknya bermain di luar Academic. Ia menunggu dengan sabar. Dan senyumnya pun merekah saat dua orang yang ia tunggu akhirnya berjalan mendekatinya. “Apa kau lama menunggu?” “Tidak. Aku baru saja menunggu,” ujarnya berbohong. Ia berusaha untuk berprilaku baik dengan teman barunya. “Yuk, kita mencari tempat untuk bermain.” “Iya. “ ketiganya pun berjalan menjauhi Academic. Ken yang ingin pulang ke rumah. Menghentikan langkahnya saat melihat Nao berjalan bersama dua anak senior. “Dia mau ke mana?” batinnya. “Masa bodo. Aku tak perlu peduli padanya,” ujarnya lagi. Lalu berjalan menuju rumahnya. Membiarkan Nao pergi bersama dua senior itu. *** Setelah beberapa meter berjalan dua anak senior itu pun berhenti. “Pundakku sakit. Bisakah kau membawakan tasku ini?” tanyanya. Masih dengan wajah ceria dan senang. Nao mengangguk dan mengambil dua tas seniornya dan membawakannya. Walau berat tapi ia tetap melakukannya demi teman barunya. Ia tak ingin mengecewakan dua teman barunya ini. Ketiganya pun kembali berjalan. Masuk ke dalam hutan yang cukup dalam. “Apa kita masih jauh? Bukankah kita tidak di perbolehkan untuk masuk ke hutan ini?” tanya Nao pelan. Ia ingat ibunya selalu menasehatinya untuk tidak masuk ke hutan. Karena ia dengar ada monster yang menjaga hutan ini. “Tidak masalah. Kau penakut sekali sih,” ujar salah satu dari mereka. Akhirnya Nao pun diam. Kembali mengikiti dua anak itu masuk lebih dalam ke hutan. Setelah tiga kilo meter berjalan. Akhirnya mereka pun berhenti. “Kita main peta umpat, yah.” “Aku aku mau.” Tanpa Nao sadari keduanya tersenyum menyeringai. “Kalau begitu kau yang jaga yah. Nanti setelah hitungan ke seratus barulah kau mencari kami.” “Okey.” Kedua anak itu pun mengambil tasnya dan memakainya kembali di punggung. “Kenapa kalian memakai tas kalian? Kenapa tidak kalian letakkan saja di sini?” tanaya Nao bingung. “Ini karena kami takut jika nanti kita lupa memakai tas. Jadi untuk jaga-jaga kami akan memakainya sambil bermain.” Nao mengangguk tanpa ada kecurigaan sama sekali. Permainan pun dimulai. Nao mulai menutup kedua matanya dan menghitung satu sampai seratus. Kedua anak lelaki itu pun tersenyum menyeringai lalu mulai melangkah menjauh. *** “Aku pulang!” teriak Ken saat tiba di rumahnya. Sang ibu yang kebetulan sedang menyapu tersenyum melihat Ken yang berjalan masuk. “Selamat datang, Ken.” Sang ibu pun menghampirinya lalu raut wajahnya berubah menjadi kebingungan. “Di mana Nao? Kenapa dia belum kembali?” tanya sang ibu. “Tadi aku lihat Nao ikut bersama dua anak senior. Sepertinya Nao sudah punya teman baru,” ujar Ken cuek dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. “Teman? Syukurlah Nao sudah punya teman,” batin sang ibu yang merasa senang. Sejak kemarin ia sangat mencemaskan anaknya, takut Nao tidak punya teman di Academic. *** Tak terasa hari mulai gelap, Nao belum kembali membuat sang ibu dan sang ayah menjadi cemas. Hari mulai gelap dan anaknya belum kembali. Ia takut terjadi sesuatu pada Nao. “Kenapa Nao belum kembali,” batin sang ibu. Kini hidangan telah tersedia di atas meja. Ken dan kedua orang tuanya kini amsih menunggu Nao kembali tapi yang di tunggu tak kunjung kembali. Ken pun mengangkat tanannya ingin mengambil lauk karena perutnya sudah sangat lapar. Plakk ... Ringis Ken saat mendapatkan pukulan dari sang ibu. “Tunggu hingga Nao kembali,” ujar sang ibu menbuat Ken kembali kesal. Anak lelaki itu pun menghentakkan kakinya lalu berjalan menuju kamarnya. Sang ayah mengehela napas. “Sayang, jangan sepeti itu. Biarkan saja Ken makan. Sepertinya Ken sudah sangat lapar.” Sang suami berusaha menasehati istrinya. “Tapi, Nao di luar sana pasti kelaparan. Kau tidak memekirkan Nao?” “Aku mencemaskan Nao. Tapi, kau juga harus memperhatikan Ken juga. Dia butuh kasih sayangmu juga.” Suami istri itu pun saling adu mulut. Ken yang berada di kamarnya mendengar adu mulut kedua orang tua angkatnya seketika mengepalkan kedua tangannya. Orang tuanya berantam ini semua karena Nao. *** Di hutan. Seorang anak kecil yang berumur sepuluh tahun terus berjalan mondar mandir di hutan yang gelap. Tak ada cahaya sama sekali membuatnya semakin takut. Apa lagi ia hanya seorang diri tanpa ada orang yang menemaninya. Dua orang yang menjadi temannya pergi entah ke mana. Meninggalkannya tanpa mengajaknya. Nao masih terus mencari jalan keluar dari hutan belantara dengan wajah yang penuh dengan air mata. Tak henti-hentinya anak lelaki itu menangis. Tak hanya itu, udara yang sangat dingin di malam hari membuat Nao menggigil. Kadang-kadang air ingusnya mengalir saking dinginnya. “Kalian ke mana? Kenapa kalian meninggalkan Nao ..." Tiba-tiba anak lelaki itu meringis kesakitan saat ia tak sengaja menginjak sebuah batu runcing dan melukai telapak kakinya. Nao menghentikan langkahnya dan memeriksa kakinya. Ia sedikit meringis melihat luka di telapak kakinya melalu cahaya rambulan yang samar-samar terpancar dari cela-cela dedaunan. Tiba-tiba saja Nao mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari arah belakannya. Dengan perasaan takut dan cemas. Nao pun berbalik secara perlahan dan saat itu jugalah kedua matanya membulat sempurna melihat apa yang ada di hadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD