Helena segera bergerak cepat ke arah sayap kanan villa, menyusuri jalur semak-semak untuk memotong arah dermaga, Freddy dan Youngky melesat ke kiri, menggunakan formasi mengepung, senjata laras pendek siap dalam genggaman.
Sementara itu, Jaka tidak menunggu lama. Ia melesat maju menerobos pintu rahasia yang masih setengah terbuka, menendangnya dengan keras hingga rak buku itu terhempas menutup.
Lorong rahasia cukup gelap, hanya lampu kecil yang redup di dinding batu. Suara langkah kaki Petrus dan Franky bergema di depan, tergesa dan penuh kepanikan.
Jaka terus mengejar dengan berlari sangat cepat, tubuhnya menunduk, pistol terarah ke depan. Nafasnya stabil, instingnya bekerja penuh. Ia tahu ini bukan hanya pengejaran biasa - tapi juga perburuan terakhir yang akan menentukan segalanya.
Di ujung lorong, samar-samar terdengar suara ombak. Jaka mempercepat langkahnya. Dalam hati ia bertekad. "Kalian tak akan bisa lolos, malam ini, semua harus berakhir."
Jaka menerobos keluar dari lorong rahasia, tubuhnya langsung disambut hujan peluru dari Franky yang bersiaga di dermaga. Kayu dan papan dermaga beterbangan dihantam peluru. Jaka melompat ke balik tumpukan peti kayu, membalas tembakan dengan presisi.
"Brakk! Brakk! Brakk!
Suara peluru bertukar arah. Ombak laut menghempas keras ke tiang dermaga, bercampur dengan suara tembakan yang memekakkan telinga.
Franky berteriak, "kau pikir bisa menjatuhkan kami secepat itu?"
Jaka menjawab dingin, "kau hanya penghalang yang akan tersingkir, bersiaplah."
Mereka berdua saling melepaskan tembakan sampai berbunyi klik menandakan peluru keduanya sudah habis. Keheningan singkat datang menyelimuti, hanya suara ombak dan napas yang tersisa.
Franky menyeringai, melempar pistolnya ke tanah. "Sekarang kita lanjutkan dan tentukan siapa yang kuat dengan tangan."
Jaka menatap tajam, melepaskan pistolnya, "dengan senang hati."
Pertarungan pun pecah. Tinju Franky melayang cepat dan keras, namun Jaka menepis, lalu membalas dengan tendangan putar yang hampir menghantam rusuk. Mereka saling bertukar pukulan, saling hantam. Dermaga bergetar setiap kali tubuh mereka terbanting ke papan kayu.
Sementara duel sengit itu berlangsung, Petrus yang sejak tadi melihat kesempatan, berlari menuju ke speedboat kecil yang berada di pinggir dermaga.
Namun, tiba-tiba Helena muncul di sana, pistolnya terarah mantap. "Berhenti kau Petrus!"
Petrus menoleh sekilas dengan perasaan penuh benci, lalu mencoba tetap kabur.
Dor!!
Peluru Helena menembus betis kanan Petrus, membuatnya jatuh terguling ke dasar dermaga, menjerit kesakitan sambil memegangi kakinya yang berdarah.
Sementara itu, di sisi lain dermaga, duel Jaka dan Franky mencapai puncaknya. Kedua tubuh saling serang, saling hantam, berbagi pukulan, namun tekad tak pernah surut.
Franky melompat, berusaha mencekik Jaka. Namun dengan gerakan cepat, Jaka membalikkan badan, mengunci tangan Franky dan menghantamkan tubuhnya ke papan dermaga hingga kayu berderak patah.
Franky terkapar, masih mencoba bangkit , tapi satu hantaman tinju Jaka - telak mendarat di rahangnya, membuat Franky terjajar dan terjatuh tak sadarkan diri.
Jaka berdiri tegak, tubuh berkeringat, menoleh ke arah Petrus yang kini tak berdaya di tahan Helena.
Di dermaga yang kini sepi setelah baku tembak, hanya suara ombak dan derit papan kayu yang terdengar.
Helena, Freddy, dan Youngky sibuk mengumpulkan tahanan, senjata, dokumen, dan bukti, serta paket-paket barang terlarang yang ditinggalkan sindikat.
Jaka, masih dengan napas pelan, menempelkan ponsel ke telinga, melapor cepat ke markas kepolisian terdekat. "Lokasi aman. Segera kirim tim pengamanan dan forensik. Kami telah berhasil meringkus markas sindikat, dan pemimpinnya bernama Petrus Dragon serta anak buahnya berhasil di lumpuhkan."
Sementara itu, Petrus yang terkapar dengan luka di betis kanan, diam-diam merogoh saku celananya. Dengan keahlian khas penjahat kawakan. Ia mengeluarkan benda kecil tipis mirip kunci besi. Jemarinya yang berdarah gemetar, namun cukup cekatan untuk mengutak-atik borgol.
Klik! Borgol terlepas.
Helena yang sedang sibuk memotret barang bukti tak menyadari. Freddy dan Younky masih menghitung jumlah senjata dan amunisi.
Petrus merayap pelan, lalu mencoba bangkit dengan sisa tenaga, menyeret kakinya menuju arah speedboat yang masih terparkir di pinggir dermaga.
Namun naluri Jaka seolah tajam bagai insting serigala. Tanpa menoleh, ia merasakan gerakan itu, perlahan ia melepaskan ponsel dari telinga, lalu dengan cepat tangannya meraih pistol yang terselip di pinggang Youngky.
Dor!
Satu tembakan presisi melesat. Peluru menembus kaki kiri Petrus. Tubuh Petrus langsung terjerembab ke papan dermaga, menjerit kesakitan. Darah segar membasahi lantai kayu.
Jaka akhirnya menoleh, menatap dingin. "Kau pikir bisa mengelabui kami, Petrus! Jangan bermimpi... kau membuat aku kecewa, terpaksa aku kirim kamu ke neraka sekarang."
Jaka melangkah, mendekat - tepat berdiri di depan Petrus yang terduduk kesakitan. Ia mengangkat pistolnya mengarahkan moncongnya tepat ke kepalanya Petrus. Tangan Jaka siap menarik Pelatuk.
Petrus menggigil ketakutan sambil memohon, "Maaf Inspektur... jangan bunuh saya," rintihnya ketakutan.
Tapi Jaka tak perduli, sepertinya ia telah memutuskan untuk melenyapkan nyawa Petrus tanpa menunggu proses hukum lagi.
Sementara itu, Youngky dan Freddy terlihat merinding melihat aksi sang komandan yang akan melenyapkan Petrus dengan cara nya sendiri, di sisi lain--Helena justru tersenyum, ia sudah kenal lama dengan Jaka dan sepertinya ia sangat mengerti dengan gaya si komandan.
Jaka menatap dingin... pelatuk di tarik tiga kali tembakan - Klik, Klik, Klik.
Petrus terkejut seperti kena serangan jantung, namun ia lebih terkejut lagi menyadari dirinya masih hidup.
Jaka menurunkan pistolnya sambil tersenyum dingin. "Kau beruntung, Petrus. Peluru pistol Youngky ternyata sudah kosong."
Youngky yang melihat menjadi kaget sekali, sebab setaunya peluru pistolnya penuh, sementara jelas bahwa Inspektur Jaka baru melesatkan satu tembakan, "Dimana sisa peluru yang lain?" gumamnya dalam hati.
Jaka melangkah mendekati Youngky lalu berkata pelan, "lain kali Ky, hitung peluru dengan benar," ucapnya sambil menyerahkan pistol Youngky, lalu tangan kirinya memberikan sisa peluru pistol yang telah ia keluarkan sebelum menodongkan pistol ke kepala Petrus.
Youngky mengambil sisa pelurunya kemudian mengisi kembali kedalam magasin pistolnya, "terima kasih Pak... tangan Anda sangat cepat, aku tak bisa melihatnya," ucapnya kagum.
Jaka hanya tersenyum, lalu menoleh ke timnya. "Semuanya... tetap fokus sama semua tawanan, dan jangan ada lagi yang coba nekat melarikan diri.... jika ada yang berani," Jaka menatap tajam satu persatu tawanan sampai terakhir pada Petrus yang terlihat pucat, "tidak akan ada lagi pistol yang kosong," ancam Jaka tegas.
Helena mengangguk, menatap kagum pada kecepatan reaksi Jaka. "Refleksmu selalu saja bikin bulu kuduk yang melihat jadi merinding, Inspektur."
Jaka menggeleng pelan, menatap Helena tenang, "tapi aku melihat kau santai saja Lena..."
Helena tertawa kecil membalas tatapan sang komandan, "sudah hampir dua tahun aku bersamamu, aku sudah tahu gayamu..."
Jaka hanya tersenyum kecil sambil membelai rambut Helena pelan, kemudian ia melangkah tenang, menatap lautan yang bersinar diterangi cahaya bulan dan kelap-kelip bintang yang indah menghias langit.