Chapter 3

1107 Words
Bibirmu terlalu manis. Membuat terlena. Pikat bagi yang lain. Namun, tidak untukku. Karena aku tahu kebenaran hatimu. *** Sesi wawancara dengan majalah Eksekutif dimulai. Elard sangat memesona dan elegan dengan setelan jas berwarna biru gelap. Di bagian dalam terdapat lipatan seperti rompi tapi berukuran kecil, dengan panjang hanya sampai pinggang. Padanannya berupa kemeja putih dengan dasi yang berwarna jauh lebih gelap. Sama seperti Elard, penampilan Sasi pun tak kalah istimewa. Menggunakan gaun berlengan panjang tiga perempat dengan aksen pleats pada bagian bawah, membuat Sasi tampak seperti model. Gaun birunya semakin manis melekat di tubuhnya dengan aksen aplikasi bunga di bagian leher. Keduanya membuat siapa pun yang ada di ruangan itu takjub dan terpesona. Benar-benar perwujudan pasangan sempurna. "Wah, Anda berdua benar-benar memesona kami dan kalian tampak serasi sekali." Puji wartawati, bernama Helen, yang ditugaskan untuk mewawancarai keduanya. "Jadi ingin tahu, bagaimana awal pertemuan kalian. Dan bagaimana kalian bisa jatuh cinta?" tanya Helen. "Hmm..., ini sudah tiga tahun, tapi saya masih ingat dengan jelas, saat di mana saya bertemu dengannya untuk pertama kali," jawab Elard dengan senyum manis. Elard kemudian menggenggam salah satu jemari Sasi. Sasi terkejut akan aksi Elard. Ini pertama kalinya ada kontak fisik di antara keduanya. Selama tiga tahun bertunangan, Elard selalu menjaga jarak. Walaupun selalu ada momen di mana keduanya harus bersama, tetapi Elard tidak akan menyentuh Sasi, pun sebaliknya. Tangan Elard yang hangat dan hampir menutup seluruh jemari Sasi, membuat Sasi takjub bercampur debar-debar tak menentu tujuan. Sasi juga tidak tahu ia harus bereaksi bagaimana, apakah membiarkan saja ataukah ikut-ikutan tersenyum lebar seperti Adelard atau menumpu tangan satunya di atas tangan Elard? "Bagaimana ceritanya?" "Saya bertamu ke rumahnya dan dia yang membukakan pintu. Saat itu juga saya tahu, saya harus segera mengikatnya. Hahaha...." Elard tertawa dan diikuti yang lain, seolah-olah kata-kata Elard lucu dan menarik. Sedangkan Sasi, justru mati-matian menahan rasa mual yang tiba-tiba datang. Dih. Pertemuan depan pintu? Mengikat? Dasar Pembohong! maki Sasi dalam hati. "Wow..., mas Elard benar-benar bergerak cepat, yah. Tidak hanya soal pekerjaan, tapi juga soal cinta. Kalau Mas Elard begitu mengingatnya, bagaimana dengan Anda, Mbak Sasikirana?" Kini pertanyaan Helen tertuju pada Sasikirana. Sasi yang tadinya sibuk dengan kekesalannya sendiri, menjadi gelagapan. "Oh itu, nggg...." Sasi merasakan tekanan kuat dari genggaman tangan Elard. Ditatapnya Elard yang tersenyum manis tapi dengan mata yang menyorot tajam. Seolah sedang mengirim sinyal. Jangan berulah. "Tentu..., tentu saya mengingatnya," jawab Sasikirana kemudian, dengan suara dibuat semantap mungkin. "Bagaimana perasaan Mbak Sasi saat pertama lihat Mas Elard?" Bagaimana? Saya aja tidak ingat pernah ada pertemuan depan pintu. Pertemuan pertama kan saat acara pertunangan. Saya jawab apa, nih? Kembali Sasi menatap Elard, tetapi kali ini Elard tak menatapnya. Cepat Sasi teringat akan lembaran kertas berisi tanya jawab yang diberikan Elle. "Bahagia." "Bahagia?" Helen mengernyit dan matanya menyipit. Sikapnya seolah berkata kalau jawaban Sasi aneh dan tidak pas dengan pertanyaannya. Sasi menyadari jika jawabannya salah, tapi memang begitu jawaban yang tercatat. Terasa jemari Elard meremas kuat. Refleks salah satu jemari Sasi menumpu di atas jemari Elard dan seketika remasan itu melemah. Namun, Sasi merasakan jemari Elard sedikit bergetar. Sasi tak bisa memaknai getaran itu. Apakah Elard sedang menahan amarah ataukah hal lain? "Maksudnya seperti, 'Akhirnya bertemu'. Semacam sudah ada garis jodoh. Ya, 'kan, Sayang?" Sungguh, sungguh mau muntah, hoek..., pekik Sasi dalam hati. Tanggapan Elard dan senyum lelaki berwajah tegas itu, hanya membuat keadaan Sasi semakin tidak nyaman. Bagi Sasi, kebohongan Elard sudah berlebihan. Pun begitu, Sasi tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya, Sasi terpaksa memberi senyum manis ke arah Helen, sebagai ganti jawaban 'iya'. "Sepertinya Mbak Sasi grogi," ujar Helen dengan tawa renyah, tanpa maksud merendahkan. "Ini pertama baginya berhadapan dengan media," jelas Elard. "Oh, ya? Wah, kami merasa tersanjung karena yang pertama mewawancari calon istri sang billionaire muda." "Sebutan billionaire terlalu berlebihan. Saya masih adalah bawahan dari ayah saya." Elard merendah. Membuat si wartawati semakin kagum. "Tapi, begitu lamanya kalian saling mengenal, ditambah tiga tahun bertunangan, lalu kapan ada pernikahan?" "Sebenarnya, saya pun tak sabar untuk memiliki dia utuh. Tapi, kami berdua sedang ada beberapa project yang sudah kami buat dari sebelum bertunangan. Jadi, kami sepakat untuk menyelesaikannya dulu. Yah, kami berharap bisa segera mengumumkan pernikahan kami." Lagi-lagi Elard menjawabnya dengan senyum yang tampak  sangat bahagia. Hanya orang-orang terdekat seperti Elle dan Tristan yang tahu, jika semua yang diucapkan Elard adalah dusta demi sebuah nama baik. Sasi yang mulai tidak tahan akan dusta Elard, mencoba menarik jemari dalam genggaman Elard. Alih-alih bisa melepaskan diri, Elard justru makin mempererat genggamannya dan melotot ke arah Sasi. Tanpa diduga, Sasi pun balas melotot ke arah Elard. Perang mata di antara keduanya memberikan kesan berbeda di benak masing-masing. Elard tadinya terkejut akan refleks tangannya yang menggenggam jemari Sasi. Itu tidak direncanakannya. Sejak kemunculan Sasikirana dari kamar tidur, dirinya seolah terhipnotis. Ada yang berbeda dari Sasi hari ini. Belum hilang pesonanya akan sosok Sasi yang berbeda, kini Elard terpana akan kedua mata Sasi yang membulat dan berani menatapnya. Ada sesuatu di mata Sasi yang membuat Elard penasaran. Sedangkan Sasi, sudah bukan terkejut yang dirasakannya, melainkan rasa kesal. Dia tak suka dengan dusta Elard yang terus-menerus demi popularitas. Tadinya Sasi berniat mengintimidasi Elard melalui matanya, tetapi semakin lama menatap mata Elard, semakin gentar hati Sasi. Sasi bagai anak kucing yang sedang berhadapan dengan raksasa. Tatapan Elard lebih berkuasa dan Sasi menyerah pada ketidakberdayaan. "Wah, fotografer kami mendapati momen mesra kalian, yang mana cinta disampaikan dengan tatapan intens," sela Helen dengan senyum lebar. Sasi dan Elard, bersamaan batuk-batuk. Ucapan Helen disambut tawa kecil dari sekitar. Tak ada yang menyangkal jika adegan saling menatap tadi, memang terlihat romantis bagi yang lain. "Hahaha..., lucunya kalian, sampai batuk-batuk. Tidak perlu malu begitu." Lagi-lagi celetuk Helen membuat yang lain tertawa kecil. "Tidak disangka, Anda yang dikenal dingin, ternyata memiliki kehangatan juga ya, Mas Elard, dan kalian berdua benar-benar pasangan yang sempurna." Kehangatan mengalir karena canda yang keluar dari Helen sebagai wartawati, sehingga wawancara berikutnya bisa jauh lebih santai. Sasikirana mau pun Adelard perlahan melupakan kecanggungan di antara keduanya dan tetap terus saling menggenggam. Dengan beberapa kali jeda untuk pemotretan, akhirnya setelah tiga jam, wawancara pun berakhir. Helen sedang diskusi kecil dengan beberapa orang, sedangkan kru lainnya segera membereskan lampu, kabel, dan semua pernak-pernik syuting. Elard sendiri, sudah meninggalkan Sasi dan masuk ke ruang kerja yang merupakan bagian dari Royal room. Tidak ada kata pamit atau basa-basi. Seolah, sebelumnya tidak terjadi sesuatu. Sasi termangu menatap kepergian Elard. Munafik! Tadi saja, berkata cinta, sekarang menguap entah ke mana, gerutu Sasi dalam hati. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Sasi dengan keras, membuat Sasi terlonjak kaget dan menoleh ke belakang. "Nih, bajumu tadi. Kamu sudah bisa pulang." Elle menyodorkan paper bag berisi pakaian yang tadi dikenakan Sasi. Dengan kasar, Sasi mengambil paper bag yang disodorkan Sara dan melangkah keluar Royal room. Amarahnya memuncak. Sasi benci Elard yang munafik. Sasi benci Elle yang bertingkah seolah-olah dirinya ibu ratu. Tapi pada akhirnya, Sasi membenci dirinya sendiri yang lemah dan mudah ditindas. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD