Chapter 14

1074 Words
Bulan yang tertidur. Berselimut awan gelap sebagian. Justru terlihat menarik. Kemisteriusannya, menggoda yang jatuh cinta untuk mengintip. *** Dengan sedikit kemacetan di sana-sini, akhirnya rombongan Elard sampai juga di kediaman keluarga besar Blenda, yang berada di daerah Dago Bukit Selatan, salah satu daerah paling elite di Bandung. Gerbang segera dibuka oleh satpam dan mobil meluncur masuk. Rumah Oma Sofia sangat mewah, lahan yang luas memungkinkan terciptanya taman indah, lengkap dengan segala dekorasi dan ornamen yang sangat elegan. Di tengah ada kolam dengan air mancur. Bagian tepinya ditanami bunga-bunga dan di tiap sudut ada pepohonan yang membuat rindang. Ada areal parkir khusus untuk keluarga inti yang berada agak ke dalam. Azka memarkirkan mobilnya di sana, tepat di bawah pohon kamboja. "Huwaaa..., sampai juga!" seru Azka sembari meregangkan badannya. "Sttt!" Isyarat diam keluar dari bibir Elard. Azka menatap Elard dari kaca spion dalam dan mendapati isyarat mata teradarah pada Sasi. Azka menoleh ke belakang, ternyata Sasi sedang tidur.  "Kalian keluar saja dulu," lanjut Elard. Elle mengernyit dan menoleh ke belakang. Dia melihat Sasi yang tertidur pulas. Tangannya terulur untuk menyentuh lutut Sasi, berniat membangunkannya. Namun, tangan Elard terulur, memegang pergelangan tangan Elle, dan menggeleng. "Gak usah dibangunkan," tegas Elard. "Kan sudah sampai," ujar Elle. Nadanya terdengar jelas kalau dia tidak suka. Sikap lunak Elard pada Sasi, sangat tidak biasa, dan itu membuat Elle cemburu. Elard tak menjawab. Matanya tajam menyiratkan ketidaksukaan akan sikap Elle. Azka yang menyadari situasi, menarik lembut tangan Elle dari pegangan Elard. "Saya tunggu dia di sini, kalian masuk saja dulu, dan tutup pintu mobilnya perlahan," ucap Elard. "Ya, udah biarin aja Kak Elard di sini. Ayo turun," ajak Azka pada Elle. "Sebelum matikan mesin, turunkan dulu semua kaca mobil, cukup setengah saja, kecuali kaca di bagian Sasi." Elard mengingatkan Azka. "Siap, Bos," sahut Azka dan mulai melakukan apa yang diperintahkan Elard. "Kamu yakin Kak Elard, mau nunggu di sini? Kayaknya Sasi juga akan aman-aman saja kalau ditinggal sendiri. Lagipula ini kan sudah di dalam rumah. Tuh, satpam aja ada tiga. Turun, yuk, Kak Elard," rajuk Elle, mencoba sekali lagi mengajak Elard turun. Elard tak menanggapi dan mulai membaca berkas dihadapannya. Mengabaikan Elle adalah pilihan baik. Elard sedang malas berdebat yang nantinya memungkinkan bangunnya Sasi. Azka yang sudah mematikan mesin mobil, menatap Elle dan mulai menggeleng-gelengkan kepala, isyarat bagi Elle untuk menuruti saja permintaan Elard. Elle menjadi sangat kesal dan dengan sengaja mengembuskan napas keras sebelum keluar mobil. Hampir saja Elle membanting pintu, tetapi ia segera teringat pesan Elard. Azka menghampiri Elle dan dirangkulnya pundak Elle, membuat si empunya pundak menatap tajam ke arah si tangan jahil. Dengan senyum nakal, Azka menarik kembali tangan yang tadinya bertengger manja di pundak Elle. "Udah. Gak usah ngambek gitu, dong. Toh, nanti juga Kak Elard masuk," ujar Azka. "Bukan urusanmu!" Sara melengos meninggalkan Azka, sedangkan Azka justru makin giat menggoda Sara. Kini tinggal Elard berdua dengan Sasi di dalam mobil. Angin berembus lembut masuk melalui jendela-jendela mobil yang terbuka dan sepertinya, hal itu justru membuat Sasi semakin pulas. Elard menatap Sasi yang lelap. Cara tidur Sasi yang terlihat tak nyaman, mengunggah keinginan dalam diri Elard untuk merebahkan kepala Sasi ke dadanya, tetapi ego berhasil menahan Elard untuk tidak melakukan hal-hal romantis. Akan berantakan nantinya jika Sasi bangun. Bisa macam-macam pikiran wanita cantik dengan blus biru langit. Sepertinya Sasi menyukai warna biru. Pandangan Elard teralih pada ponsel dalam genggaman Sasi. Rasa penasaran membuat tangan Elard bergerak ke arah tangan Sasi di mana ponsel berada. Tapi, tiba-tiba tangan Elard berhenti di udara, tepat sesaat akan menyentuh tangan Sasi. Ada keraguan dalam diri Elard, sebagian dirinya masih sangat ingin mengambil ponsel dari genggaman Sasi. Akan tetapi, sebagian lagi justru melarangnya, karena itu artinya akan ada kontak fisik antara dirinya dengan Sasi. Untuk beberapa saat, Elard bergumul dengan dirinya sendiri, yang akhirnya dimenangkan oleh rasa penasaran. Perlahan, Elard menyentuh jemari Sasi. Jantung Elard berdegup kencang. Elard mengamati wajah Sasi, mencari tanda-tanda adanya kesadaran. Tapi, menatap wajah Sasi adalah kesalahan berikutnya yang dibuat Elard. Ketenangan wajah Sasi saat tidur, mengacaukan tujuan utama Elard. Sekuat tenaga, Elard kembali fokus untuk bisa mengambil ponsel dalam genggaman Sasi. Dengan sangat lembut, Elard melepaskan satu persatu jemari Sasi dari ponsel, dan berhasil. Ternyata semuanya sangat mudah, ponsel telah beralih ke tangan kiri Elard. Membiarkan tangan kanannya menggenggam jemari Sasi. Elard menikmati momen ini sekaligus  juga kebingungan sendiri, terlebih ketika jemari tangannya tanpa komando mulai berani membelai lembut jari-jari Sasi yang terasa sangat kecil. Tiba-tiba Sasi bergerak, Elard tegang dan memematung. Elard melotot menatap wajah Sasi, nafasnya terhenti, detak jantungnya berpacu cepat, yang pasti Elard tidak berani melakukan gerakan sekecil apa pun. Detik demi detik hanya membuat Elard frustasi, matanya awas menatap Sasi, dan kecemasan untuk suatu alasan yang konyol, menerjang benak Elard. Perlahan Elard melepaskan nafas lega, karena ternyata Sasi masih terlelap. Segera ia melepaskan tangannya yang merindu dari jemari Sasi. Disandarkan tubuhnya setenang mungkin dan ditatapnya ponsel Sasi yang berhasil diambilnya. Sial..., its just for this stupid thing, i am doing dumb..., arghhh..., saya kan gak lagi nyuri, cuma pinjam. Elard membatin sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan juga menggeleng-gelengkan kepala. Elard bingung dengan dirinya sendiri dan ditatapnya lagi ponsel Sasi. Akhirnya dengan menepis semua logika, Elard menyalakan ponsel Sasi. Tidak banyak kontak di situ, bahkan daftar log masuk maupun keluar banyak berasal dari Kamania, Mahesa dan Dia. Seketika Elard mengernyit membaca nama Dia, tapi kemudian diabaikannya, karena merasa itu bukan urusannya. Sms diabaikan Elard, karena itu privasi dan ia beralih ke galeri foto. Ada foto bertema nature dan sosial yang diambil dengan sederhana, tapi seperti ada kisah di sana. Ada foto Mahesa dan Kamania serta Raffael, yang sepertinya lebih banyak diambil. Juga ada foto wanita cantik berambut hitam dan juga seorang nenek-nenek, yang diperkirakan Elard sebagai teman Sasi. Dari semua itu, yang membuat Elard terpukau adalah foto-foto Sasi dengan berbagai gaya sederhananya. Ketawa Sasi, senyum Sasi, diamnya Sasi yang serius membaca buku dan mata Sasi yang selalu berbinar, entah kenapa, mampu menghadirkan getar halus dalam diri Elard. Mungkin juga, karena Elard tak pernah melihat Sasi memiliki ekspresi, sebelumnya. "Eee..., mmm...." Suara Sasi yang menggumam, membuat Elard siaga. Segera Elard mematikan power ponsel Sasi dan dengan panik berlebihan dimasukkannya ponsel Sasi ke dalam saku jasnya. Oh sial! Sekarang aku menjadi seorang pencuri. Bagus..., maki Elard pada diri sendiri. Sasi mengerjapkan matanya berualng kali. Mencoba menajamkan fokus. Perlahan dia menegakkan posisi duduknya.Wanita cantik itu melihat sekeliling dan menyadari bahwa ia sudah sampai tujuan. Tiba-tiba Sasi menoleh ke arah Elard. Keduanya jemarinya saling bertautan. Perasaan Elard semakin tidak nyaman saat melihat jemari sasi. Apalagi tatapan Sasi tak bisa dimaknai Elard. Sial! Apa dia tahu kalau ponselnya ada di saya? Ngapain sih mata indahnya begitu..., arghhh..., sial...sial! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD