Part 18

1019 Words
Latihan basket kali ini didampingi oleh Pak Prapto, bukan Bu Sari yang terkena pemukul kasti. Pak Prapto adalah guru Olahraga kelas satu, beliau mantan atlet basket pada zamannya. Jadi, lebih dipercaya daripada Bu Sari. Mungkin jika Bu Sari yang melatih, akan ada tragedi rubuhnya ring basket atau hal lainnya. Aku dan teman-teman keluar dari lapangan basket. Peluh kami bercucuran membasahi tubuh. Entah, baunya seperti apa, biarkan kami saja yang tahu. Tidak memedulikan tanggapan orang, dan berjalan menuju tempat indekos. Jam lima sore sudah tidak ada angkutan umum yang lewat, jadi harus berjalan kaki. "Na, kamu tahu ga sih?" tanya Riani tidak jelas. "Ga tahu," jawabku singkat karena lelah. "Yee, belum juga selesai omong!"Riani memberengut sebal mendengar jawabanku. "Ada gosip antara kamu dan Pak Reza lho. Kamu dikira pacaran sama Pak Reza," lanjutnya. "Gosip durjana! ?Mana ada aku pacaran!" Kesal rasanya mendengar berita murahan seperti ini. Sekolah ini sungguh ajaib, ada saja berita aneh yang tersebar. Sejenak aku berpikir penyebab dari berita ini. Apa mungkin kejadian di kantor guru saat guru PPL berlesung pipi itu memberikan semangat padaku? Rasanya itu hal sepele yang aneh jika dijadikan bahan gosip. "Namanya juga gosip atau kabar burung, jadi ya abaikan saja. Banyak yang ga percaya sih tentang gosip itu," kata Riani dengan santai. "Aku justru heran, sempat-sempatnya membuat gosip. Emangnya, aku pernah kelihatan jalan bareng dengan Pak Reza?" Bantahanku sukses membuat Riani diam dan tidak melanjutkan obrolan tentang Pak Reza hingga sampai tempat indekos. Hari Jumat dan Sabtu adalah hari terberat untuk latihan persiapan pertandingan. Semua tim, baik putra maupun putri berusaha yang terbaik. Semua sudah matang persiapannya. Semoga hari Minggu kami semua bisa memberikan yang terbaik. Hari pertandingan tiba, supporter dari sekolahku sangat ramai. Hadirnya mereka membuat semangat bertambah. Beberapa guru juga turut hadir menyaksikan muridnya. Kami akan berjuang dan memberikan yang terbaik. Ada sekitar lima puluh sekolah yang ikut pertandingan ini. Jadwal pertandingan pun tidak hanya hari Minggu. Bisa berlanjut jika menang pada babak penyisihan ini. Bersyukur sekolahku menang saat melawan SMK NEGERI. Banyak guru yang memberikan ucapan selamat pada tim kami. Aku sangat bahagia. Tim putra juga menang, artinya kami akan menunggu jadwal pertandingan selanjutnya. "Wah, selamat ya, Na," ucap Bu Sari yang kebetulan hadir melihat pertandingan basket. "Ternyata kamu hebat juga," ledeknya. "Makasih, loh, Bu," jawabku singkat. Aku memasukkan bola dalam ring berulang, bahkan untuk jarak jauh dan mendapatkan tiga poin. Bagiku itu semua berasal dari semangat yang diberikan oleh supporter dan kerja sama tim yang baik. "Em ... ga salah makan kamu, jadi hebat gitu?" Masih saja bertanya hal aneh guru Olahraga satu ini. "Sebelum berangkat tadi saya sarapan batu, supaya kuat dan tahan lapar. Mana tahu ya, Bu, besok ada ring basket kelempar lagi dan kena Ibu." Kesal rasanya menanggapi pertanyaan konyol dari Bu Sari. Dari sini jelas, siapa sebenarnya yang suka sekali mencari masalah. Awalnya pasti aku yang dikatakan biang onar. Padahal apa yang keluar dari mulutku adalah jawaban dari semua pertanyaan yang keluar dari penanya. Bu Sari hendak marah saat mendengar jawabanku. Bersyukur, Pak Rama datang dan memberikan minuman dingin sebelum pulang. "Anak-anak, selamat untuk kalian semua. Kalian hebat!" seru Pak Rama. Kami semua bersorak menerima minuman dingin aneka rasa dari Pak Rama. Panitia pertandingan menyediakan minuman, bahkan aku membawa tiga botol dari tempat indekos. Berjaga jika kurang minum, saat istirahat sebentar dalam pertandingan. . Pukul dua belas siang tim sekolah kami diizinkan meninggalkan lapangan, untuk pertandingan selanjutnya adalah hari Selasa, melawan SMK SARASWATI. Persiapan akan diadakan hari Senin sore. Sebelum pulang Pak Prapto memberikan informasi pada tim putri. Kami pulang diantar menggunakan mobil milik sekolah. Aku dan Riani pertama samppai di tempat indekos. Banyak sambutan untuk kami, aku hanya tersenyum. Badan ini sudah lengket semua. Mandi adalah hal yang pertama kuinginkan. Selesai mandi, aku mengecek ponselku. Ada satu pesan dari Rini. Sayangnya aku lambat membalasnya. Toh tadi dia sudah bertemu di lapangan Satria, tempat pertandingan diadakan. [Na, aku mau datang nonton sama seseorang, boleh ga?] Begitu yang dia tulis. Aku heran. Sebab, dia tampak datang sendiri. Tidak terlihat bersama dengan siapa pun. Malah membuat bulu kuduk merinding saja. Otak ini berpikir jika dia datang dengan makhluk tak kasat mata. Gadis bermata belok saja yang bisa melihat. "Na, nih ada makanan, dari Ibu Kos. Mas Panji ulang tahun ke dua puluh lima hari ini." Kak sofi berteriak dari luar kamarku. Tangan ini membuka pintu kamar dan menerima kardus berisi makanan. Hal yang paling ditunggu anak indekos adalah datangnya makanan gratis dan traktiran tak terduga. "Makasih, ya, Kak." Aku menyungingkan senyum saat menerima kardus berisi makanan tersebut. "Makan sama-sama yuk!" ajakku pada Kak Sofi. Kami berjalan berdua, ternyata ruangan televisi sudah penuh dengan warga yang indekos di tempat ini. Riani bahkan sudah makan dengan lahapnya. Entah sendok dan kardusnya akan dia makan atau tidak. Aku kadang heran melihat cara makan Riani, seperti kelaparan akut. "Na, tadi Pak Reza dan Rini datang ke sini. Pagi jam tujuh, tapi kamu udah berangkat dari jam enam." Mbak Irma mengatakan hal yang mengejutkan membuatku hampir tersedak nasi yang terlanjur masuk ke mulut. "Ha?" Riani terkejut mendengarnya dan menoleh ke arahku dengan pandangan seolah bertanya. "Ada gosip Nana pacaran sama Pak Reza. Ini kok Rini yang datang berdua dengan Pak Reza.Makin ga jelas," tukasnya sambil melanjutkan makan. Aku hanya diam tidak menanggapi dua orang itu. Lebih baik begitu, besok akan kutanyakan lagi perihal ini kepada Rini langsung. Tidak enak rasanya membahas hal ini. Lagi pula berita darimana aku berpacaran dengan Pak Reza? Aneh! Aku memutuskan untuk beristirahat setelah makan bersama. Tadi, ada Mas Panji yang kebetulan juga sudah lulus menempuh S2 di UGM. Pria tampan seperti artis Paul Walker tapi berambut hitam ini mengambil akutansi agar bisa naik jabatan sebagai kepala bagian di sebuah bank. Mas Panji bekerja di Bank BNI di kota ini. Banyak perempuan yang mendekatinya. Salah satu penggemarnya, warga yang indekos di sini adalah Kak Sofi. Segala cara dilakukan untuk mendapatkan cinta sang arjuna. Sayangnya, Mas Panji tidak pernah menanggapinya. Hanya berkomunikasi jika ada anak-anak yang indekos sakit dan membutuhkan pertolongan mengantar ke rumah sakit. "Mas Panji tuh apa ga bisa ya lihat cewek? Heran seperti apa kriteria idaman menjadi istrinya?" Kak Sofi mengatakan dengan nada keputusasaan. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD