Part 3

856 Words
Saat ku memasuki rumah, yang ku lihat adalah sepi. Tadi Mama pamit pergi diajak Tante ke taman. Ku ayunkan kaki ku ke kamar. Mungkin disana Rena sekarang. Karena yang kulihat tadi dia sangat pucat dan butuh istirahat. 5 langkah lagi aku sampai di kamar, tapi tunggu. Suara.. "Jangan bilang kamu hamil?" Hamil? Aku tidak salah dengarkan? Aku akan jadi Ayah? Hatiku sangat bahagia mendengat hal itu. "Biarin aja kali, Pah." "Gak." "Kenapa sih? Tinggal suruh tanggung jawab Ares, beres." Kukerutkan keningku. "Ayooo..." "Yaudah.. lepas baju aku, sayang." Deg! Jantungku serasa berhenti. "Akhhh.. nakal.. ohhhh.. enak.... terus.." Jantungku bertalu cepat. tak ganti terasa air mataku jatuh dengan deras. Tak ada isak, hanya air mata yang mengalir. "Hisap sayang." "Ohhhh..." "Oooohhh...oohhh..ooohh..oohhh.. ooohhh... Renaaaahhhhh aaahh.. ssttt...hmmm... aaahhhh....ahhhh... ahhh.." Bagaimana bisa? Hamil? Suara ini? Suara yang selalu ku dengar saat aku sedang menggagahi istriku. Tidak! Tidak mungkin! Aku menggeleng kuat, mencoba tidak percaya. Rena tidak mungkin menghianatiku. Aku terus ingin menyangkalnya. "Aaahhh... Ahhh.. .ahh.. shhhh.. hmmm.. ohhh... enak pahhhh... ahhh.." "Ooohhh..ohhh.. ohhh..ohhh... ohhh" Sibuk dengan pikiran ku sendiri. Aku mendengar desahan, lenguhan, dan decitan ranjang tempatku biasa tidur dengan istriku. Desahan milik Rena dan Papa, papa ku sendiri. Orang yang selalu ku hormati. Berhubungan badan dengan istriku? Bahkan aku sudah lama berpuasa untuk tidak menyentuhnya. Tapi ini? Nafasku memburu. Kuharap semua hanya kebohongan. Ku halaukan semua sesak di dadaku ini. Aku tidak kuat lagi. Aku ingin melihatnya, membuktikannya. Bahwa semua prasangkaku ini tidak benar. Aku bersiap untuk mendobraknya. Tapi dengan sekali dobrak pintu itu terbuka. Ternyata mereka tidak menguncinya. Brakkk!! Nafas ku tersenggal, hatiku sesak, perih, mataku memanas melihat apa yang ada di depanku. Ini nyata. Istriku sendiri menikmati semua penyatuan ini. Bahkan mendengar pintu di dobrak pun. Dia hanya melirik ku dengan mulut yang masih mendesah. Air mata ku semakin deras. Ku biarkan mereka menyelesaikan sampai pelepasan keduanya. Papa dan Istriku. "Ohhh.. ohhh...oohhh.. ohh.." "Ahhh.. ahhh.. ahhh.. aaahhh..." "Lebih cepat Paaahhhhhh.." Mendengar pinta Rena, aku hanya tersenyum sinis. "Bersama sayanghhh.. ohhh.. oughhhh.. sshhhhh...hmmm.. ahhh.. ahhh.. hmmm.." "AAAAAAAHHHHHHHH!!!!" "OOOOHHHHHHHHH" Ku lihat Papa sudah ambruk ke punggung Rena, dengan mengecup bahu mulus itu. Sambil menggumamkan kata terimakasih. Rena ku lihat mengucapkan kata I Love You. Ku kepalkan erat tanganku, hingga buku-buku tanganku memutih. "Sudah?" "Atau mau lanjut lagi?" "Saya tunggu dengan senang hati." "Lumayan juga dapat tontonan secara live PAPA DAN ISTRI SAYA GUMUL DI DEPAN SAYA." "Atau mau saya video kan juga?" "Enggak masalah juga." "Saya upload, dapat uang." "Itung itung, buat tambahan beli rumah sama motor." Ku dudukan tubuh ku di sofa yang ada di pojok kamar, sebelum itu aku mengambil ponsel di nakas di dekat kedua orang itu. "Ekhm.. Ayo. Lagi." Kuarah kan kamera ke mereka berdua yang masih asik mengatur nafas. Dan posisi yang sama kedua nya tengkurap di atas ranjang dengan Rena dibawah dan ditindih Papa Joyo. "Eh. Pak Joyo itu nanti anak Anda kegencet lho." "Bukannya dari dulu Bapak pengen banget anak perempuan?" "Jangan ditindih itu si selingkuhannya." Kusandarkan tubuhku di sofa. "Oh iya, sekalian ada kalian berdua disini, aku bilang aja ya?" "Mama nanti urusan gampang." "Ekhm.. kira-kira 1 bulan atau 3 minggu lagi." "Semoga 3 minggu lah ya." "Saya dan Mama mau pindah." Kulihat Joyo ambruk disebelah Rena dengan kejantanan yang sudah menyusut. Dan kulihat ada senyum sumringah dari bibir Rena. "Tolong, kalian berdua tinggalkan rumah saya sekarang. Terakhir pukul 9 malam." "Karena setelah saya pindah dengan Mama, saya mau menjual rumah ini." "Kalo kalian mau tinggal disini." "Kalian bisa bernegosiasi dengan saya." "Itu saja yang saya ingin sampaikan. Saya permisi dulu." "Kalo mau lanjut kelonannya, silakan." Aku melangkah keluar kamar. **** "Gimana sekarang Ren?!" "Kok jadi nyalahin Rena? Papah yang udah buat Rena kaya gini selingkuh dari Mas Ares dan sampai hamil gini!!" sambar Rena tak terima atas tuduhan Joyo. "Apapun yang terjadi Papah harus tanggung jawab!" "Gak! Gak bisa!" tolak tegas Joyo. "Aku pengen hidup damai sama istri dan anak aku." "Aku udah bilang kan minum pil! Supaya nggak sampe bisa hami kaya gini!!!" geram marah Joyo. Nafas Joyo tersenggal-senggal. Dirinya itu sudah tua kalo harus marah, teriak-teriak tidak akan kuat. Meskipun rambutnya sudah beruban, namun goyang nya masih, oke. Dia kuat kalo harus berhubungan sampai 3 jam sekali pun. "Sampai kapanpun saya nggak akan pernah mau nikahin kamu!" "Dari mana saya punya biaya untuk kehidupan kita, kalo sampai berkeluarga?!" "Aku nggak peduli, sekarang Mas Ares udah tau semua. Dan Papah harus tanggung akibatnya." "AKU UDAH BILANG MINUM PIL KONTRASEPSI!!! BERAPA KALI AKU BILANG SEJAK 1 TAHUN LALU. MINUM PIL! MINUM PIL! JANGAN SAMPAI LUPA!!!!" Amarah Joyo semakin besar pada Rena yang tidak menuruti ucapannya. Joyo dan Rena bertengkar masih dalam keadaan bugil. "ARRRGGGHHH!!!" Joyo memunguti pakaian nya untuk dipakai dan langsung keluar. Ia sangat kepikiran dengan ucapan anaknya tadi. Tentang pergi dari rumah ini. Joyo dulu sangat menyayangi keluarganya. Namun, setelah kecelakaan itu terjadi Joyo berubah 180°. Menjadi pribadi yang kasar, main tangan, dan hobi s*x dengan menantunya. **** "Mas, ini anak kamu!" Aku hanya terkekeh sinis mendengarkan penuturan Rena. "Emang aku tuli? Nggak denger pembicaraan sama desahan keenakan kamu?" "Res.. udah." Ares hanya mengangguk dan meninggalkan Rena. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD