Chapter 4 : Revenge Is My Middle Name

1545 Words
Pov Peyton  Setiap kali aku melihat wanita itu dan Ayah nya membuat dadaku ingin meledak. Aku benar-benar ingin melihat kematian mereka berdua. Tidak dengan cara yang cepat, karena itu bukan gayaku. Sudirman nama laki-laki berengsek itu, telah benar-benar menghancurkan hidup keluarga ku. Ayahku pergi entah kemana, Ibu ku mati dengan cara tragis dengan menyayat pergelangan tangannya hingga kehabisan darah di dalam bathtub, tepat sebelum aku pulang dari sekolah. Belum lagi bisnis ayahku yang dirampok oleh laki-laki berengsek itu, dan semua kerusakan itu terjadi karena dia Dirman, ayah dari wanita yang aku nikahi sekarang.  Setiap jumat sore, aku berada disini, mengunjungi pusara ibuku, dan membawakan bunga kesukaaan nya, mawar putih, dan setiap hari yang sama, selama bertahun-tahun aku bersumpah akan membalaskan semua sakit hati ku kepada keluarga Sudirman Kusuma, hingga tahun ini sepertinya semua doa dan sumpahku terkabul! Pengorbananku sangat besar agar sampai pada posisi ini, begitu banyak kepahitan yang harus aku lalui. Ayah pergi meninggalkan kami dengan wanita baru nya ketika aku masuk SMU. Ibu benar-benar frustasi saat itu, terlebih pernah suatu ketika ayah tanpa basa basi membawa wanita simpanannya pulang ke rumah, untuk tinggal bersama kami selama seminggu lebih. Dan semenjak kejadian itu, ayah menjadi orang yang sangat begis, dia tidak henti-hentinya memukul ibu dan aku dikala itu. Hingga pada waktu-nya ayah benar-benar pergi meninggalkan kami tanpa meninggalkan sepeserpun uang untuk kami dapat hidup layak. Cerita tragis keluarga kami belum selesai, hingga mendekati kelulusan ku, aku menemukan tubuh ibuku tergeletak pucat pasi di dalam bathtub, dipenuhi air berwarna kemerahan. Gambaran itu masih jelas di kepala ku, semakin aku mencoba menghilangkan bayangan itu, semakin jelas gambaran wajah pucat pasih ibu. Tiga tahun masa remaja SMU ku aku habiskan di panti, hingga paman yang merupakan sepupu dari ibuku menjemput, agar aku dapat tinggal bersamanya. Dialah yang menceritakan semuanya, akar kutukan keluargaku. Bagaimana Dirman memancing ayahku untuk selingkuh dengan istri baru-nya yang seorang p*****r hingga meninggalkan ibu. Dan bagaimana Dirman pada akhirnya bisa menguasai semua bisnis kepemilikan ayahku, dan mendepak keluargaku sebagai ahli waris kepemilikan bisnis kami. Dan hal yang paling buruk dari itu semua adalah Dirman dulunya merupakan seorang teman baik ayahku, mereka memulai persahabatan semenjak mereka SMP, mereka membangun bisnis bersama, karena itu dia memiki cukup akses kepada kerajaan bisnis keluarga kami. Aku sebenarnya masih ingat betapa sering keluarga Dirman berkumpul bersama dengan keluarga kami dulu, termasuk Mirah, walau umur kami berbeda 5 tahun lebih, tapi kami dulu sering bermain bersama, entah dia masih mengigatnya atau tidak, karena pada saat itu dia masih cukup kecil dan dan ketika dia sedikit beranjak dewasa, Dirman mengirimnya ke eropa untuk menempuh pendidikan.   “Drrrrrrrtt……………………….” Suara getaran HP menarikku dari lamunan panjang. “malam Pak, apa kita jadi bertemu malam ini, di café biasa” tanya Santoz, salah satu kepercayaanku. “Iya, tunggu aku ditempat biasa” balasku. “Baik Pak” balas nya, dilanjutkan dengan memutuskan sambungan telp. Kami bertemu di Kemang, ada salah satu café yang aku benar-benar suka disana. Biasanya aku selalu bertemu dengan orang-orang yang cukup dekat dengan ku disana. Santoz sudah menunggu ku tampaknya, dan telah memesan beberapa botol bir.  “Hi, ada kabar baru” tanya ku tanpa basa basi. “Ada Pak, ini cara terbaik untuk bisa membawa nya ke penjara tanpa harus mengotori tangan Bapak” jelas nya sembari berbisik. “Kamu memang selalu bisa diandalkan Toz” puji ku. “Terima kasih Pak” “Tapi langsung dikerjakan ya, jangan terlalu lama, kamu tau aku benci membuang-buang waktu” perintah ku. “Baik Pak, tenang saja, saya kan tidak pernah mengecewakan Bapak”  balas nya sembari menggaguk kecang. “that why I hired you, aku lelah hari ini, mau langsung ke pulang, enjoy ya nanti di-charged aja menggunakan cc yang aku kasih ke kamu” sembari aku menepuk pundaknya dan berlalu pergi. Aku melihat sudah pukul 11.16 malam, gerbang dibuka oleh Bapak Iman, driver kami. Sebenarnya dia driver keluarga Mirah, dan sudah cukup lama tinggal dengan keluarga ini. Ahhh, aku harus segera memecati semua manusia ini, bukan karena mereka melakukan kesalahkan, tapi melepaskan mirah dari orang-orang lama yang sudah sangat loyal kepada keluarganya akan menjadi misi aku berikutnya. Aku menekan bel untuk ketiga kali nya dan tidak ada yang membukakan pintu, dimana wanita sialan itu, apa dia tuli, batin ku kesal. Pintu terbuka dan Bi Asih membukakan pintu. “Dimana Mirah, bukannya ini tugas nya!” tanyaku dengan nada keras. “Anu Tuan, neng Mirah dari tadi pagi tidak enak badan, pusing, tidak bisa jalan, sakit perut juga, mungkin maag nya kambuh, karena baru makan malam ini. Setelah itu Neng Mirah kembali tidur, kasian juga jika dibangunkan Tuan. Biar saya yang layanin Tuan sampe Neng Mirah pulih ya” jawabnya, sembari ditambahi bujukan. “Apa dia menceritakan sesuatu mengenai hal semalam?” tanyaku menyelidiki. “hal semalam? Memang ada apa Tuan?” tanya nya, mengarahkan tatapnya kepada ku, untuk kembali menundukkan kepalanya. “Tidak ada, bukan hal penting, dan kamu juga tidak perlu mencari tau” balasku. “Bi, tolong siapkan baju tidurku ya dan sebelum aku ke atas tolong ganti seprai nya juga. Ada makanan apa ya? Aku belum makan nih, btw, ada sayur lodeh yang kemarin gak? Enak tuh, tinggal ceplokin aku telur. Sering-sering buat lodeh seperti itu donk bi, aku suka banget.” Tanyaku meminta Bi Asih meyiapkan makan malam ku yang sedikit telat. “kan bibi sudah jarang masak Tuan, kebanyakan sekarang Neng Mirah yang masak, kan tuan sediri yang minta untuk makan disiapkan oleh neng Mirah” terang bibi asih. Aku terdiam, entah kenapa segala sesuatu yang berhubungan dengan Mirah membuat ku kesal. Akan tetapi mengenai kejadian semalam hal itu sedikit berbeda, awalnya aku ingin membuat itu menjadi hukuman buat nya atas kelancangan nya menghubungi laki-laki lain disaat aku kerja. Tetapi semakin dilanjutkan perasaan tunggal benciku bercampur aduk dengan perasaan lain yang tidak aku pahami. Awalnya aku melakukan itu dengan niatan menyakitinya, benar-benar ingin menyakitinya. Tapi diluar yang dapat aku kontrol, perasaan dan tubuh ku menyambut apa yang aku lakukan semalam, tidak bisa aku pungkiri, aku benar-benar menikmatinya, oxytocin mengalir deras, aku tidak bisa menahan diriku, untuk tidak mengulang nya terus menerus. Hal yang memalukan memang untuk dapat mengakui bahwa aku sedikit kecanduan atas kejadian semalam, hal itu terlitas berulang-ulang seharian ini di kepala ku. Membayangkan lekuk tubuh nya, kedua payudaranya. Aku tidak bisa melanjutkan untuk memikirkannya, atau aku harus kembali menyeretnya ke kamar, dimana kali ini tanpa trik yang sengaja aku buat seperti kemarin malam.  Aku pernah bercinta dengan beberapa wanita, tidak banyak tetapi juga tidak bisa dikatakan sedikit. aku butuh wanita sebagai Pelepas stress dan lelah ku, di tengah jadwalku yang padat dan penuh dengan beban kerja ini.   _________________________________________________________________________________________________________   “Tuan ini kopi nya” Bi Asih membawakan secangkir kopi hitam kesukaan ku. “Dimana Mirah” tanya ku. “Masih belum benar-benar pulih Tuan” balas nya. “Katakan padanya, dia bukan ratu disini, banyak pekerjaan menunggu untuk dia selesaikan. Jangan terlampau manja. Katakan itu padanya” perintahku, tanpa dibalas balik oleh Bi Asih. Aku pikir orang-orang ini memang harus segera dipecat, mereka terlampau loyal kepada Mirah. Pukul 09.00 pagi dan aku sudah di kantor, aku sudah mulai mengerjakan tumpukan proposal yang harus aku review, dan setumpuk dokumen untuk aku tanda tangani. 30 menit kemudian aku menerima telp dari Santoz yang meminta aku untuk segera mengangkat telp di line 5 yang terhubung dengan telp rumah kami. Mendengar ini aku tersenyum riang, ini waktu nya untuk membalas. *Pada sambungan Line 5 “Halo Hazel, why you just called me, I’ve been missed you for days, this even close to a year and I still cannot contact you, what happen?? when you back to London?, is there any issue baby…” terdengar suara parau laki-laki dari seberang sana, yang jika aku tidak salah namanya adalah Theo, kekasih Mirah sejak Grade 11. “Baby, I missed you too, I wish you here” suara Mirah terdengar parau dan kecil. “Hi Theo, this is Peyton, have you heard about me before from Mirah” tiba-tiba aku memutus pembicaraan mereka berdua. “Hallo…..??, Hi…….??, who is this, how can you in middle of us, Hazel is this wrong line or what. Seem someone also in our line” balas Theo sedikit kebingungan. “Baby, hang up the phone, just ignore him. Hang up the phone now, now” Suara Mirah terdengar cukup kebingungan, sepertinya dia sadar kalau telp rumah sudah aku sadap. “No, no Theo, please don’t hang up the phone, we need talk.”  Balas ku mencoba menahan tawa. “I am Peyton, and if you are not knowing me, I am Mirah’s husband, we just married almost 7 months ago. Pity you who perfectly innocent about this, in fact, we had amazing s****l intercourse last night, which i addicted of it, even I almost repeated it for 3 times within couple hours, I believe you knows what I mean. Right Mirah?” jelas ku sembari meyeringai. “Hazel, are you there, who’s this man. What he talked about?” Theo membalas dengan nada kebingungan bercampur marah, aku bisa bayangkan kemarahannya saat ini.   “Baby Theo, I am sorry, I cannot live like this any longer, I don’t want to live anymore. I….am sorry, you better have someone that you deserve to live with…I love you, I do love you” suara sesunggukan Mirah terdengar jauh, entah kenapa hari ini sedikit terndengar menyayat, diikuti dengan nada panjang, sepertinya Mirah sudah mematikan sambungan telp nya.   “Halooo, Haloo” Theo masih mecoba memahami apa yang terjadi, dan aku pun ikut mematikan sambungan telp tersebut, meninggalkan Theo dan Mirah dalam perpisahan yang menyedihkan, dan aku benar-benar menikmati pembalasan ini. Satu persatu aku akan mulai menghancurkan semua kebahagian yang kalian miliki, apapun yang membuat kalian senang, tak peduli sekecil apapun itu.   “Drrrrrrrrttttttttttttttttttttttttttt…………….”suara Ponsel ku bergetar. “Yas Hallo Babe?” Sapa ku. “……………………….” “I missed you too, honey” “……………………….” “Kamu kapan kesini?” “……………………….” “Serius, akhir bulan depan?” “……………………….” “ok aku jemput di Bandara ya” “……………………….” “Bye, love…” aku menutup pembicaraan dengan sedikit hati gelisah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD