bc

BILLIONAIRE'S DAUGHTER

book_age16+
742
FOLLOW
6.4K
READ
love-triangle
possessive
friends to lovers
playboy
badboy
CEO
student
campus
Writing Academy
like
intro-logo
Blurb

{COMPLETED}

Brianna Crystal Horrison, menyimpan satu rahasia yang cukup besar ketika ia memutuskan menerima permintaan orang tuanya. Tanpa ia sadari, rahasia itu malah menjadi bomerang baginya. Apalagi saat bertemu dengan laki-laki sesempurna, Nicholas Villa yang berhasil menjungkir balikkan hidupnya dalam sekejap. Dan sekarang, ia dihadapkan pilihan apakah ia harus terus menyimpan rahasianya demi kehidupan yang diimpikan atau memilih jujur demi bersama dengan pria yang dicintainya?

chap-preview
Free preview
FIRST DAY
Brianna Horrison PoV "Ohh ayolah Dad, Mom. Aku tidak ingin masuk Golden University", desahku kearah Daddy dan Mommy sambil setengah memohon. Daddy masih dengan santainya membaca koran seolah tidak mendengarkan ucapanku. Sedangkan Mommy? Dia terlihat sibuk mondar-mandir ke dapur untuk menyiapkan sarapan dibantu dengan beberapa pelayan lainnya. "Dad?!", seruku memanggil lagi. Daddy melipat korannya dan menatapku. "Anna, Universitas itu adalah yang terbaik di negri ini. Bahkan Daddy dan Mom merupakan alumninya", Aku mendesah kasar sambil menyandarkan punggung ke bangku. "Kenapa Bryan boleh memilih kuliah ditempat yang dia mau? Bahkan dia masuk ke Oxford", gerutuku. Daddy terkekeh pelan. Ia menepuk-nepuk puncak kepalaku seolah aku ini masih seorang anak-anak. Oh god, I'm a teenager. Umurku sudah 18 tahun dan sebentar lagi akan 19. "Bryan sudah lebih dewasa dibandingkan denganmu. Apalagi dia laki-laki. Sedangkan kau... Kau masih daddy's little girl", ujar Daddy menjelaskan. See? Dia masih memperlakukanku seperti anak-anak. Dan itu sangat tidak adil bagiku. "Ayolah Dad...", rengekku sambil bergelayut pada lengan kanan Daddy. "Kau tidak adil. Bryan hanya lahir tiga menit lebih cepat dariku", timpalku. "Kami bukannya tidak adil kepadamu, sweetie. Kau memilih untuk masuk ke sekolah bisnis. Dan Golden University merupakan sekolah bisnis yang terbaik", sahut Mommy sambil menarik bangku di sebrangku. Aku memajukan bibirku. Aku ingin sekali marah kepada kedua orang tuaku ini. Tapi, sangat sulit bagiku. Dengan lemas aku melepaskan tanganku dari lengan daddy. Bila mom sudah berkata sesuatu. Maka itu pasti terjadi. "Apa aku tidak punya pilihan?", tanyaku lesu sambil menatap kedua orang tuaku memelas. Daddy dan Mommy saling berpandangan. "Kau tidak punya pilihan lain, sweetie. Selain merupakan Universitas terbaik. Kami juga bisa mengontrolmu disana karena Uncle Orland merupakan rektor sekaligus investor disana. Dan jangan lupa juga, sepupumu Calvin juga akan berkuliah disana dengan jurusan yang sama denganmu", ujar Mom final. Aku menghela napasku. Dua lawan satu. Aku bisa apa? Pikirku. Apalagi jika Bryan ada disini. Ia pasti juga akan setuju dengan perkataan Dad dan Mom karena mereka bertiga selalu overprotective kepadaku. But, why??? "Dan jangan lupa, dua minggu lagi masa orientasi akan dimulai", sahut Mom tiba-tiba membuatku langsung tersedak salivaku sendiri. "What?! Mom... Aku belum setuju untuk masuk ke Univeristas itu", gerutuku. "Bukankah mom sudah bilang tadi? Kau tidak punya pilihan lain. Setuju atau tidak. Kau akan tetap masuk ke Golden University", ... 2 weeks after  Aku berhasil memarkirkan mobilku di lapangan parkir bagian utara universitas dan segera keluar dari dalam mobil. Aku mencoba berlari memasuki gedung karena sebentar lagi sepertinya akan dimulai. Dan aku sangat benci terlambat. Saat berhasil memasuki area lapangan outdoor yang berada di tengah-tengah seluruh gedung. Aku sedikit membungkuk sambil memegang d**a untuk menetralkan napasku yang tersenggal. Bayangkan saja, butuh hampir sepuluh menit untuk sampai ke lapangan. Bukan berlebihan, tapi, inilah kenyataannya. Universitas ini cukup besar. Ralat, sangat besar bagiku. Ada tujuh gedung yang melingkari taman dan lapangan yang luas di tengahnya. Dan yang membuatku lumayan menyesal bila tidak jadi masuk ke dalam universitas ini adalah.... Bangunannya sangat megah menyerupai Hogwarts yang ada di film Harry Potter. Sambil masih menetralkan debaran jantungku. Aku berjalan menuju ke tengah lapangan dan berdiri di barisan paling ahkir yang entah kapan terbentuknya. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri seolah mencari sesuatu tapi aku sendiri tidak tahu mencari apa. Tapi, yang membuatku merasa mulas saat beberapa perempuan di samping kananku bergerombol dengan pakaian yang ketat dan make-up tebal tampak sedang tertawa ria. Mereka berniat untuk pergi ke klab atau mau kuliah? Sangat tidak berkelas sekali, pikirku sambil memutar mata. "Hi... Aku Jocelyn Stryder", Aku tersentak dan menoleh kearah sisi kiriku saat mendengar sebuah suara yang sangat lembut. Bahkan nyaris tidak terdengar di keramaian ini bila pendengaranku tidak tajam. Dan seperti orang t***l, aku menujuk diriku sendiri dan berkata, "Aku?", Gadis berkacamata bulat itu mengangguk. Ia juga tersenyum kearahku membuat wajahnya tampak lebih manis, menurutku. Aku menyengir lebar dan membalas uluran tangan gadis itu. "Maafkan sikapku barusan. Nice to meet you, Jocelyn. I'm Anna", balasku ramah. "Just Anna?", tanyanya lagi dengan nada kalem. "Brianna Crystal", jawabku lagi. Jocelyn mengerutkan keningnya, lalu ia terkekeh pelan. "Namamu mirip dengan putri arsitek bernama Daniel Harrison. Kau tahu?", Aku terdiam sejenak. Tapi, dalam hati aku sangat bersorak bahagia karena Jocelyn benar-benar tidak mengenalku. Sepertinya rencana penyamaranku berhasil. Aku sengaja berpenampilan sangat sederhana agar tak ada yang mengira bahwa aku adalah anak dari Daniel Harrison. Aku hanya ingin kehidupan yang normal. Merasakan bagaimana kehidupan remaja, pertemanan, percintaan, dan lain-lainnya tanpa harus ada yang takut kepadaku atau bodyguard yang selalu mengikutiku. Dan yeah, bisa dikatakan aku cukup terkenal di negri ini karena orang tuaku masuk kedalam jajaran orang-orang berpengaruh dan terkaya. But, that's my parents. Not me... Aku hanyalah anak mereka yang beruntung karena terlahir di keluarga kaya. "Anna, you still here?", panggilnya lagi membuatku ditarik dari dunia lamunan. "Yeah, I'm still here", jawabku sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Ia tersenyum. "Ngomong-ngomong soal Brianna Harrison. Aku sangat iri kepadanya",  Aku mengangkat sebelah alisku. "Iri?", "Dia cantik, kaya, dan sangat berkelas", Cantik? Benarkah aku cantik? Senang rasanya ada yang memuji diriku cantik secara langsung. Tidak seperti Bryan dan juga Alex -anak Uncle Axel dan Aunt Sophie- yang selalu berkata bahwa aku adalah mahkluk yang paling jelek yang pernah mereka temui. "Thanks", jawabku tanpa sadar membuat Jocelyn memandangku aneh. "Sorry. I mean...Yeah. Dia cantik. Sangat cantik", ralatku dan membenarkan perkataannya. Lucu. Aku baru saja memuji diriku. "Tapi, kau tahu darimana tentangnya? Bukankah dia tidak pernah di publish di hadapan publik seperti saudaranya. Siapa? Bryan  Harrison?", Jocelyn mengangguk antusias. "Yah, Dia sangat tampan, bukan? Btw, kau sendiri tahu dari mana tentang Brianna?", Aku ingin muntah sekarang. Jocelyn yang tadinya bersikap sangat lemah lembut, tidak banyak tingkah, intinya introvert person tiba-tiba menjadi seperti remaja alay saat membicarakan Bryan? Hello... It's just a Bryan freakin Austin. Stupid boy and i hate him. Sangat belagu dan sombong karena merasa terlahir di dunia yang kejam ini pertama kali dibandingkan denganku. Dan kedua, bagaimana kau tidak mengenal Brianna Harrison bila yang dibicarakan adalah diriku sendiri. Tapi, apa yang harus aku katakan pada Jocelyn? Baru saja aku hendak membuka mulut,  "Hei! Kalian berdua! Bawakan tasku", Belum sempat aku melihat siapa yang baru saja berteriak. Tiba-tiba wajahku sudah tertimpa sebuah tas berwarna pink terang yang cukup berat membuat hidungku berdenyut nyeri. "What the?", pekikku. Aku menurunkan tas itu dan menoleh kearah Jocelyn yang sudah terlihat ketakutan dengan tas masih menutupi wajahnya. "Jangan melawan mereka, Anna. Kita turuti saja", "Setidaknya mereka harus berkata 'Tolong' ke kita", ujarku menahan emosi. "Sungguh jangan melawannya, Anna. Kalau tidak nasib kita akan buruk", Aku tidak menggubris perkataan Jocelyn. Aku mengedarkan pandanganku mencari siapa yang bersikap tidak sopan barusan. Lalu aku melihat seorang perempuan dengan rok mini berwarna merah ditambah high heels 12cm melenggang dengan santainya bersama kedua side kick bodohnya itu. Dengan langkah lebar aku mendekatinya dan melemparkan balik tas itu ke arah punggung 'perempuan rok mini' itu. "Maaf. Aku bukanlah pelayanmu", ujarku berani. Perempuan itu membalikan tubuhnya perlahan. Ia membuka mulutnya tak percaya saat melihat tasnya berada di tanah. Dan saat ia menatapku, tatapannya sangat tajam. Dia tampak sangat marah. Tapi, bukan Anna namanya kalau aku langsung takut dan mundur. Tidak akan pernah. "Kau berani melawanku?", serunya. "Setidaknya kau harus berkata 'TOLONG' bila perlu bantuan", desisku sambil menekankan kata 'tolong'. Perempuan itu terkikik mengejekku. Ia melangkah kearahku, "Kau siapa berani memerintah dan mengajariku, hah?", Tanpa melepaskan tatapan mataku kearahnya, aku menggeleng, "Aku bukan siapa-siapa. Tapi, yang pasti. Aku sangat kasian dengan image kampus ini yang tadinya baik menjadi buruk karena mahasiswanya bersikap semaunya sendiri dan tidak sopan", Perempuan itu tertawa, sungguh seperti nenek lampir. Batinku. "Kau bilang aku tidak sopan?", tanyanya. "Kau sendiri yang bilang", balasku membalik keadaan. "Lebih tidak sopan manakah? Kau atau diriku bila kau tahu bahwa aku adalah putri tunggal keluarga Ryles. Derajatku lebih tinggi dibandingkan dirimu", ujarnya sombong. Ia mengusap-ngusap bahuku seolah membersikan sesuatu disana. Dan, matanya menatapku dengan tatapan mengejek. "Dan sekarang...", ujarnya pelan menggantung. "Kau harus menuruti perintahku!" , serunya sambil mendorongku hingga limbung ke tanah. Shit! Bokongku rasanya sakit hingga keatas pinggangku. Aku tidak akan membiarkan perempuan macam ular itu berindak semaunya. Kita lihat nanti. Apakah kau masih bisa menyombongkan diri jika tahu bahwa aku menyandang nama besar keluarga Harrison, b***h! Pikirku. Dan bullying? Sungguh sangat kampungan dan norak. Apa masih jaman memperlakukan junior semena-mena? Saat aku hendak bangkit, perempuan itu kembali mendorongku hingga kembali jatuh keatas tanah. Dan sialnya lagi, kedua lututku sekarang sangat nyeri hingga untuk bergerak sangatlah susah. "Damn You! Kezia! What are you doing?!",  Sebuah suara seorang laki-laki yang sangat familiar bagiku datang dari arah belakang. Laki-laki itu juga membantuku berdiri sambil menarik kedua lenganku dari belakang. "Calv. Kenapa kau membantunya? Lepaskan tanganmu dari tubuh kotornya itu", seru Kezia tak terima. "Kezia! Shut up and go away! Atau aku akan mengeluarkanmu dari Senat ", desis laki-laki itu tajam. Perempuan bernama Kezia itu dengan kesal menghentakan kakinya. Ia menatapku tajam, "Urursan kita belum selesai, gadis miskin", ancamnya. Aku hanya diam membalas tatapannya. Siapa takut? Majulah, batinku. "Lain kali, jangan mau mendengarkan perintah Kezia. Kau hanya boleh patuh dengan Executive S.C." Aku langsung menoleh ke belakang. Aku baru ingat bila laki-laki yang membantuku keluar dari jeratan wanita ular tadi masih berdiri di belakangku. Saat aku melihat wajahnya, aku langsung melebarkan mataku. Calvin Jacob! He's my cousin! Oh my god. Help me! Semoga dia tidak mengenaliku. Dia menatapku sambil mengerutkan kening. Please, please, please.  "Crystal! Kenapa penampilanmu seperti ini", serunya membuatku tertegun. Sial! Calvin ternyata nengenaliku. Dan dengan cepat aku menutup mulutnya dengan telapakku. Aku melototinya. "Calv! Jangan keras-keras! Aku tidak mau ada yang mengenalikku sebagai Brianna Crystal Harrison", bisikku. Ia menarik tanganku agar terlepas dari mulutnya, "Singkirkan tangan mu yang kotor itu terlebih dahulu", ujarnya ketus. Aku memasang wajah cemberut, "Kenapa kau ikut-ikutan mengataiku kotor. Sungguh akan aku aduhkan kepada Aunt Claudia!", ancamku. Calvin memutar matanya, ia meraih tanganku dan mengangkatnya tepat dihadapan mataku. "Lihat! Tanganmu penuh dengan tanah tapi menyentuh wajahku", serunya membuatku menyengir. "Sorry Calv", balasku. "It's okay. Sekarang kau ikutlah denganku. Ganti bajumu dan rubah penampilanmu", ujarnya membuatku bingung. "Kenapa? Aku dalam keadaan menyamar, Calv!", Calvin mendengus, "Kau terlalu berlebihan membuat orang menatapmu aneh. Dan kecerobohanmu itu langsung membuatku mengenalimu. Apalagi Sir Adam berdiri di dekat pintu utama", ujarnya setengah berbisik sambil menunjuk kearah barat. Aku mengikuti arah telunjuk Calvin. Dan, benar saja. Sir Adam berdiri di sana dengan gagahnya dengan beberapa bodyguard. Oh daddy! Kenapa dia bersikap sangat overprotective kepadaku. "Oke. Aku akan ikut denganmu", ujarku pasrah membuat Calvin tersenyum. ... Aku melebarkan mataku saat memasuki sebuah ruangan yang sangat besar dengan pilar-pilar yang menyangga kokoh bangunan. Ada banyak jendela besar dengan aksen katedral di atasnya membuatku tak mengedipkan mata. "Berkediplah. Matamu seperti hendak keluar", ujar Calvin. Aku langsung tersadar dan terkekeh. "Ruangan apa ini? Kenapa kita boleh masuk tanpa izin?", Calvin menoleh kepadaku dan tersenyum penuh arti, "Welcome, to the heaven in this University", ujarnya semangat sambil melebarkan kedua lengannya. Aku mendengus geli. "Aku masih tidak mengerti maksudmu", Calvin memutar matanya, "Ini adalah tempat kami. Bisa disebut base camp", "Kami?", "Yeah. Executive S.C.", jawabnya. "What do you mean? Executive S.C ", Calvin mendorongku kearah sebuah ruangan lain yang terpisah dengan sebuah buffet. Lalu ia menyuruhku duduk di sebuah sofa besar. "Executive S.C. Bisa dibilang Students Council Golden Univ. Tapi, hanya kami kalangan atas yang bisa masuk kedalamnya. Maksudku, sepertiku dan kau. Dan ada Senat. Senat hampir sama dengan Executive S.C. tapi, mereka yang masuk senat merupakan anak-anak dari Direktur atau sejenisnya", jelasnya. Aku menatap Calvin heran, "Tidak peduli pintar atau tidak?", Calvin mengangguk, "Siapa saja bisa masuk bila menyandang nama besar keluarga. Dan kau seharusnya bisa masuk ke sini", Aku menggeleng, "Aku tidak mau masuk ke dalam Executive S.C. ataupun senat-senat itu", "Kenapa kau tidak mau? Pekerjaan kita hanya bersenang-senang", ujar Calvin. "Bersenang-senang dengan membully?", tanyaku menyindir. Calvin mengangkat bahunya. "Percayalah. Jika sampai Nick mengetahui kau anak Uncle Daniel. Tamatlah riwayatmu. Kau harus masuk kedalam Executive S.C.", "Kalau begitu jangan sampai Nick atau siapa yang kau maksud itu tahu bahwa aku anak Daniel Harrison", Calvin melirikku sekilas. Tangannya sibuk memainkan ponsel. "Kalau begitu rubah tampilanmu. Apa-apaan kau berdandan konyol seperti itu", gerutunya. "Konyol? No, it's perfect, Calvin", Calvin menghela napasnya. Ia melemparkan ponselnya ke sofa dan bangkit. Ia menarikku kearah cermin besar yang berada tak jauh dari sofa. "Lihatlah di cermin", Aku menatap diriku di cermin. Tak ada yang buruk, menurutku. Rambut panjangku, ku ikat keatas seperti ekor kuda. Kacamata dengan frame besar dan tebal. Kawat gigi palsu dan sweater oversize. Not bad... "Kenapa kau memakai kawat?", tanya Calvin. "Aku benci itu", tambahnya. "Agar penyamaranku sempurna", jawabku polos. "Really? Tapi bagiku kau seperti badut tersesat disini. Seharusnya kau tidak perlu merubah penampilanmu berlebihan", "Maksudmu tak berlebihan?", "Aku akan membantumu menyaram. Tapi, tidak dengan fake freckles dan kawat gigi", Calvin tersenyum miring kearahku. Ia menggandengku menuju ruangan lain. Tampak seperti ruang ganti karena terdapat banyak loker dan juga tirai-tirai mandi. "Pakailah ini", ujar Calvin sambil menyodorkanku sebuah kemeja putih dan jeans biru dongker kearahku yang ia ambil dari dalam loker. Aku melebarkan mataku, "What the heck, Calv?! Baju siapa ini? Kenapa ada baju perempuan disini?", pekikku. Calvin menyentil keningku. "Jangan berpikiran aneh. Ini milik Clarissa. Salah satu anggota Executive. Pakailah saja. Nanti aku yang akan bilang kepadanya", Aku menghembuskan napas lega. Aku pikir Calvin sudah berani tidur dengan perempuan. Tapi, bila itu benar terjadi, aku akan menjadikan senjata ancaman bila Calvin tidak menuruti permintaanku, batinku. "Cepat mandilah sebelum anggota Executive lainnya datang", perintah Calvin. "Kau pergilah dari sini. Jangan mengintip!", "Aku tidak napsu pada bocah sepertimu", gerutu Calvin sambil melenggang pergi. Aku berdecak lidah dan meletakan pakaian itu di bangku besi. Aku masuk ke dalam salah satu bilik dan mulai meluncuti pakaianku. Sambil bersenandung pelan, aku membilas tubuhku dengan air dan mulai membersihkan diri. Tak butuh waktu lama, aku keluar dari dalam bilik dengan bathrobe merekat di tubuhku. Saat aku hendak mengambil pakaian yang ada di bangku yang aku letakan tadi. Tiba-tiba pintu ruang ganti terbuka dan Calvin berlari kearahku membuatku bingung. "Ada apa Calv? Kau ta-", "Diamlah. Anggota Executive lainnya datang", sergah Calvin sambil merengkuh tubuhku kedalam pelukannya. Lalu mulutku ditutupnya dengan telapak tangan kanannya. Aku melebarkan mataku. "Bagaimana ini? Aku belum berpakaian dan merubah penampilanku", ujarku panik setelah melepaskan tangan Calvin dari bibirku. Calvin memejamkan matanya mencoba berpikir mencari ide. Tapi, sialnya diriku dan Calvin. Pintu ruang ganti kembali terbuka membuatku terkejut. Dan dengan sigap, Calvin menarikku lagi dan membenamkan wajahku di d**a bidangnya. Ia berbisik, "Sembunyikan wajahmu dan jangan berbicara. Ikuti saja apa yang aku lakukan", Aku hanya mengangguk. Dalam hati aku terus berdoa semoga tidak ada yang mengenaliku. "Woah! Calvin Jacob, what are you doing?", seru suara seorang laki-laki sambil tertawa menggodai. ... Nicholas Villa PoV Aku melemparkan kaleng soda di tanganku ke meja. Hari ini adalah hari yang sangat aku benci saat kuliah. Masa orientasi mahasiswa baru. Sebagai ketua Executive S.C. aku harus memberikan pengarahan, pelatihan, dan pembelajaran pada mahasiswa baru tahun ini. Untuk pelaksanaannya? Anggota Senat yang akan menjalankannya. Para anggota Executive hanya mengawasi saja. "Damn! Dimana Calvin? Dia menghilang begitu saja",  Aku menoleh kearah Clarissa La Rue yang baru datang sambil menunjukan wajah kesalnya. Ia melempar tasnya diatas meja dan menjatuhkan bokongnya diatas bangku yang ia ambil dari sampingku. "Biarkan saja dia kemana. Pasti sebentar lagi akan datang", sahut Dimitri Richard. Clarissa memutar matanya. "Aku sudah berkeliling lapangan mencarinya. Tapi, ia tidak ada. Kakiku pegal rasanya". Raphael Gomez terkekeh geli sambil menjitak kepala Clarissa. "Salah siapa memakai high heels setinggi itu", sindirnya. Aku hanya tertawa. Kami semua, maksudku aku, Calvin, Dimitri, dan Raphael sangat suka menggodai Clarissa. Terutama Raphael. Clarissa merupakan anggota paling muda, manja, dan menggemaskan di Executive S.C. dan dia juga satu-satunya perempuan. "Haishh, ini itu namanya fashion. Apalagi aku anak dari Madeline La Rue yang merupakan designer terkenal. Masa iya aku ke kampus memakai sandal jepit", Aku tertawa, "Kau berlebihan sekali, Clary. Setidaknya kau bisa memakai sepatu flat", ujarku. Dia memajukan bibirnya, "Aku benci sepatu flat. Aku tampak seperti cebol hidup dan berjalan", gerutunya membuat kami tertawa. See? Dia menggemaskan. Apalagi saat Clarissa sedang dalam masa periodnya. Kami semua akan menjadi mangsanya. Di perintah semaunya sendiri. Tapi, itu jadi sesuatu yang menyenangkan bagi kami. "Oh ya. By the way, kenapa ada banyak pria berseragam berdiri di dekat pintu utama. Sepertinya mereka bodyguard", sahut Dimitri. Aku mengerutkan keningku. "Ya, aku juga melihatnya saat berkeliling mencari Calvin", balas Clarissa membenarkan. "Tapi, bodyguard siapa?", "Pasti ada mahasiswa baru disini yang orang tuanya merupakan orang berpengaruh", ujarku memberi opini. "Tapi siapa? Yang belum masuk ke Univeristas ini hanya ada delapan orang", ujar Dimitri lagi. "Delapan?", tanya Clarissa. Raphael mengangguk, "Yah, delapan. Dua anak kembar keluarga Harrison, Alexander Evans atau adik sepupu Calvin, dan sisanya dari keluarga Gomez, Ford, Legnard, dan Denver", "Lalu mereka bodyguard siapa? Apa dari keluarga Harrison?", tanya Clarissa lagi. Aku menggeleng, "Tidak. Bukan keluarga Harrison sepertinya. Aku kenal dengan Bryan. Dia mengambil jurusan yang sama dengan ayahnya. Tapi, di Oxford", "Kembarannya yang perempuan itu?", tanya Dimitri. "Apa dia juga mengambil di Oxford?", Aku mengangkat bahuku tanda tidak tahu. "Jika mereka kembar pasti mereka masuk kedalam Univ yang sama", sahut Raphael. "Berarti, jika bukan keluarga Harrison. Lalu keluarga siapa?", tanya Clarissa. "Entahlah, Clary. Cepat atau lambat kita akan tahu siapa itu", ujarku yakin. "Kau benar, Nick. Kalau begitu sebaiknya kita kembali ke base camp. Aku ingin beristirahat", balas Clarissa. Ia meraih tasnya dan bangkit. "She's right. Aku juga ingin mandi. Rasanya kulitku sangat lengket", sahut Raphael. Aku mengangguk mengiyakan dan bangkit. Memang base camp merupakan tempat ternyaman di kampus ini. ... "Sungguh, dia sangat seksi", canda Raphael membuat kami tertawa saat di perjalanan menuju koridor. Selain orang yang suka menggodai Clarissa. Raphael adalah salah satunya yang mempunyai selera humoris yang tinggi dan juga ceplas ceplos. Kadang pikirannya juga selalu lebih m***m daripada yang lain. Jika aku, Calvin dan juga Dimitri hanya sebatas berciuman dengan perempuan. Tapi, Raphael, dia sudah melakukan hal yang melebihi batasannya. One Night Stand dengan para fansnya atau wanita sewaan. Hal itu juga yang membuat Clarissa sangat enggan didekati Raphael. "Ehwww gadis semacam Kezia Ryle kau sukai?", tanya Clarissa jijik. "Aku tidak suka kepadanya. Hanya saja dia seksi dan menggoda", sahut Raphael lagi sambil tertawa membuat Dimitri langsung memukul lengan Raphael. "Apa bedanya bodoh! Itu inttinya kau suka dengan Kezia!", seru Dimitri. Aku hanya tersenyum mendengarkan mereka bertiga sedang becanda sambil membuka pintu ruang base camp kami. Tapi, aku mengerutkan keningku saat melihat Calvin tiba-tiba terkejut melihatku dan berlari kearah ruang ganti. "Oh ayolah, Raph. Kau menjijikan", gerutu Clarissa yang baru saja melewatiku saat Raphael hendaj memeluknya. Aku menoleh kearah Dimitri yang tertawa di sampingku. "Dimitri, don't you see something?", "Something?", "Calvin baru saja berlari ke dalam ruang ganti. Kenapa dia?", tanyaku. Dimitri hanya mengangkat bahunya. "Mungkin dia sedang kebelet", Benar juga, batinku. Tapi, masih saja ada yang aneh menurutku. Saat aku baru mengunci pintu dan duduk di sofa. Tiba-tiba suara teriakan Calvin membuat kami semua saling berpandangan. Dan tanpa banyak berpikir, Aku, Dimitri, dan Clarissa langsung berlari kearah sumber suara. "Ada apa?", tanyaku sambil menepuk bahu Raphael dari belakang. Semuanya terdiam dan menatap kesuatu titik. Dan aku mengerti apa yang membuat mereka terdiam. Calvin Jacob, sedang berdiri membelakangi kami sambil memeluk seseorang. "Calvin!", teriakan Clarissa membuat kami semua tersadar. Sialan! "Dia siapa!",teriaknya lagi membuatku bingung. Aku memicingkan mataku memperhatikan siapa yang Calvin peluk. Dan yang pasti, dia seorang perempuan. "Kalian semua menyingkirlah! Biarkan gadisku berpakaian", teriaknya masih berusaha melindungi perempuan yang dipeluknya. Siapa dia? Kenapa Calvin sangat tidak ingin kita melihat siapa perempuan itu. Gadisnya? Apa maksud Calvin pacarnya? "Aku membencimu!", Clarissa berteriak lagi untuk ketiga kalinya. Tapi, kali ini, Clarissa menangis dan pergi meninggalkan kami semua. Aku menoleh pada Raphael, "Raphael, kejar Clary",pintaku. Aku masuk kedalam bersama Dimitri. "Calvin, siapa dia? Kenapa kau membawa orang lain kemari?",tanya Dimitri. Calvin tak menjawab. Ia tampak panik dan seperti mencari sesuatu. Aku mengerti apa yang di cari. Aku melangkah kearah lokerku dan mengambil handuk didalamnya. Setelah itu aku melemparkannya kearah Calvin. "Pakailah untuk menutupi wajah gadismu itu dan segera keluakan dia dari sini", ujarku. Calvin mengangguk. Ia menatapku lega dan berterima kasih. Setelah itu, ia keluar bersama gadis dipelukannya yang masih mengenakan bathrobe. "Aku penasaran siapa gadis itu. Dan apa mereka melakukan sesuatu disini?", tanya Dimitri saat mereka tinggal berdua. Aku mengangkat bahuku, "Entahlah. Ada sesuatu yang disembunyikan Calvin sepertinya. Dan yang aku takutkan lagi adalah Clarissa", "Clarissa? Kenapa dia?", Aku melirik Dimitri, "Dia menyukai Calvin", Dimitri mendesah pelan, "Pantas dia tadi menangis dan shock saat melihat Calvin bersama gadis lain di dalam ruang ganti ditambah dengan hanya mengenakan bathrobe. Make sense",

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Nikah Kontrak dengan Cinta Pertama (Indonesia)

read
458.6K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

BILLION BUCKS [INDONESIA]

read
2.1M
bc

Married with Single Daddy

read
6.1M
bc

KILLING ME PERFECTLY ( INDONESIA )

read
89.9K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

RAHIM KONTRAK

read
420.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook