4. Sampai di Jakarta

1069 Words
Mobil berwarna biru itu berhenti di depan sebuah gerbang rumah yang cukup tinggi. Klaksonnya berbunyi dua kali hingga membuat pintu besi itu berderit sedikit. "Bolaaaaa ...." jerit Dian yang tiba-tiba muncul dari balik punggung penjaga keamanan. Gadis berjilbab merah itu mendekat pada mobil karena tak sabar ingin segera bertemu dengan sang keponakan. Hari ini dia pulang cepat dan menolak ajakan temannya untuk pergi ke mal demi menyambut keluarga kecil kakaknya itu. "Tante." ucap Kinan yang lebih dulu keluar dari dalam taksi. Wanita itu membungkuk untuk meraih sang putri yang masih berada di dalam. "Ate." suara kecil Ara terdengar meniru ucapan ibunya. Bayi itu tersenyum melihat Dian yang mengulurkan kedua tangan. Dian lantas merebut Ara dan menggendongnya. Bersalaman dengan Kinan lalu cipika-cipiki sebentar. Bayi bulat di gendongannya tak membuat ia kesulitan melakukan hal itu. Setelahnya, dia berbalik masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Arya yang baru turun. × "Assalamualaikum." ucap Kinan dan Arya berbarengan ketika sampai di depan pintu utama. "Wa alaikumussalam." jawab suara serentak dari dalam. Pak Hadi dan Ibu Ratri terlihat sudah berada di ambang pintu hendak menyambut kedatangan anak-anaknya tersebut. "Ma." Kinan meraih tangan Bu Ratri dan menciumnya. "Alhamdulillah kalian udah balik. Mama kangen banget sama kalian." ucap Bu Ratri dan langsung memeluk menantunya itu dengan erat. Kedua matanya berkaca-kaca tak mampu menahan haru. Bersyukur rumah tangga anak lelakinya bisa terselamatkan. "Kinan juga kangen sama Mama." Ibu satu anak itu membalas pelukan sang ibu mertua. Bersyukur karena mendapatkan sosok ibu sebaik beliau. "Kinan juga mau minta maaf, Ma." lanjutnya lirih. Bu Ratri lantas melepaskan pelukannya dari Kinan. Dia jadi terheran-heran saat menantunya itu mengucapkan hal yang membuatnya bingung. "Minta maaf buat apa, Nak?" Kinan agak menunduk. Dia punya banyak salah kepada Bu Ratri. "Maaf karena Kinan dulu bohong sama Mama. Kinan bilang cuma mau jenguk Ibu ke Jogja dan akan ikut balik sama bulek lagi." "Sstt, sssttt ... Udah nggak usah dibahas lagi. Mama ngerti maksud kamu. Kamu nggak salah dan seandainya waktu itu kamu ikut pulang, anak lelaki Mama ini mungkin sampai saat ini masih belum mau ngaku sama perasaannya. Pasti masih mentingin gengsinya." tutur Ibu Ratri panjang lebar dan membuat bibir Arya mencebik sebal. "Iya, kamu hebat bisa ngalahin Arya." sambung Pak Hadi sambil terkekeh. "Ini malah jadi ngomongin apa, sih?" Arya menggerutu kesal lalu berniat melangkahkan kaki sebelum lengannya ditahan oleh sang istri. Dia menarik napasnya cukup dalam sebelum mengembuskannya. "Mas, salim dulu dong." bisik Kinan, tapi Pak Hadi dan Bu Ratri masih bisa mendengarnya. Membuat tawa mereka kembali menguar. Lucu sekali saat melihat Arya yang menjadi anak penurut lagi. ××× "Lucu banget ampe bisa bikin kamu senyum-senyum terus." ucap Arya setelah mereka berdua sampai di dalam kamar atas. Kinan dibuat kaget saat membuka pintu kamarnya yang dulu. Ruangan itu sudah berubah jadi arena bermain anak. Tempat tidurnya sudah tidak ada dan digantikan banyak mainan yag sudah ditata sedemikian rupa. Ada tempat tidur kecil dan Ibu Ratri bilang jika kamar ini adalah kamar Ara. Dan Kinan tidak mungkin bisa menolak ataupun membantah ketika beliau mengatakan dirinya harus tidur di kamar atas. Kamar milik Arya. "Kamu sama Ibuku aja salim, masak sama Mama dan Papa malah enggak." balas Kinan lalu meletakkan tasnya di atas meja. "Mas, ini apa enggak ada kamar mandinya?" tanyanya karena dia tak menemukan pintu lain di dalam kamar. Mustahil jika kamar Arya tak ada toilet pribadinya sebab di kamarnya yang notabene adalah kamar tamu saja ada toiletnya. Arya melangkah mendekati lemari pakaiannya yang panjang. Tiba di ujung, dia menarik salah satu pintunya dan terlihat ada ruangan lain. Mata Kinan sedikit melebar karena tak menyangka jika itu adalah sebuah pintu untuk ke kamar mandi. "Emang kamu belum pernah masuk ke sini?" tanya Arya ketika Kinan berjalan menghampirinya. "Kapan aku masuk?" Kinan malah balik bertanya. "Aku dulu nggak pernah berani bersihin kamar. Takut kalau nanti ada yang hilang terus jadi aku yang dituduh. Jadi aku lebih milih bersihin ruangan lain." tutur Kinan menceritakan pekerjaannya dulu di rumah ini. Benar apa yang dikatakannya, setiap Bulek Tatik menyuruhnya membersihkan kamar, dia pasti akan menolak. "Aku baru sekali masuk sini terus kamu ...." "Maaf." Kalimat panjang Kinan langsung dipotong Arya ketika sampai di kejadian malam itu. Muka Arya berubah sendu lagi. "Aku becanda." ucap Kinan sambil tersenyum manis lalu sekilas menyentuh pipi sang suami. Wanita itu lalu beranjak masuk. "Becanda kamu nyeremin." sahut Arya lalu mengikuti jejak kaki Kinan. Masuk lewat pintu lemari itu ternyata ada ruangan lain yang didalamnya terdapat cermin tinggi yang cukup lebar. Ada lemari lagi dan Kinan tidak tahu alasan mengapa banyak sekali lemari di kamar suaminya ini. Tiba-tiba perutnya terasa hangat. Dari belakang, Arya memeluknya dengan erat. Menelusupkan kepalanya di lehernya yang tertutup khimar. Setelah beberapa detik menghirup wangi tubuhnya, Arya lalu menumpukan dagunya di bahu Kinan. Pria itu tersenyum lebar ketika melihat pantulan di cermin yang menampakkan kedekatan mereka. "Aku bahagia banget bisa bawa kamu ke sini lagi." ucapnya sambil menatap mata Kinan di cermin. Kinan balas tersenyum dan memegang tangan yang memeluk perutnya. Rasa hangat itu sampai menjalar ke hatinya. Sesuatu dalam dadanya juga jadi tidak karuan. "Aku percaya sama kamu, Mas." Arya mengangguk lalu kembali menelusup ke leher Kinan hingga wanita itu merasa geli. "Aku sayang sama kamu." bisiknya lirih dan entah kenapa membuat bulu kuduk Kinan berdiri semua. × Di lantai bawah, Ara tengah menjerit-jerit senang sambil sesekali berputar. Dian begitu pintar menghadapi anak kecil. Gadis itu bernyanyi dengan gerakan dua tangan yang sesuai dengan irama. Dan Ara, bayi yang selalu meniru apa yang dilihatnya itu juga meniru tantenya. Mereka bermain di karpet ruang tengah dan disaksikan oleh Pak Hadi dan Ibu Ratri yang juga ikut tertawa ketika Ara melakukan hal yang lucu. "Balonku ada ...." Dian kembali bernyanyi dan sengaja menggantungkan kalimat agar Ara saja yang melanjutkan. "Imaaa ...." cicit Ara terdengar lirih. "Rupa-rupa warna ...." "Naaaa ...." Kali ini suara Ara terdengar agak keras. Bayi itu berputar satu kali dan menatap Dian sambil tersenyum. Menunggu sang tante melanjutkan lagu. "Hijau, Kuning, Kela ...." "Bu ...." "Merah muda dan ...." Sambil bernyanyi, Dian juga bertepuk tangan. "Bilu." sambung Ara yang belum bisa mengucap huruf R. "Meletus balon hijau ...." "Dol." Ara berucap sambil menampilkan wajah kaget. Matanya bulat dan sangat menggemaskan ketika bersanding sengan pipinya yang bulat. "Hatiku sangat ...." "Kaco ...." "Balonku tinggal ...." "Pepa ...." "Kupegang erat ...." "Howe ...." Ara mengucap kata hore dan bertepuk tangan berulang kali. Membuat Dian dan kedua orangtuanya melongo tak percaya. Lagu belum usai dan Ara sudah teriak hore dan bertepuk tangan sendiri. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD